Suatu ketika saya memberikan sebuah tayangan video di You Tube perihal perilaku seorang hamba Tuhan terkenal yang kerap tampil dalam penginjilan televisi khususnya di bidang kesembuhan Ilahi dan praise and worship (pujian penyembahan ala Kharismatik) kepada beberapa orang ibu yang berkunjung ke kediaman saya untuk belajar. Tayangan video tersebut memperlihatkan seorang hamba Tuhan terjatuh berkali-kali di atas mimbar karena mabuk dan ditolong berulang kali oleh para penatuanya. Jatuh lagi dan jatuh lagi. Dia jatuh diantara derai jemaat yang mendengarkan kotbahnya.
Saya memperhatikan respon dan reaksi wajah, perkataan dan psikis mereka. Banyak yang kecewa, sedih, pusing dll. Respon yang sama saat saya pertama kali menerima video tersebut adalah mual dan prihatin. Tidak ada lagikah suri tauladan dari para pemimpin agama sehingga harus mempermalukan Tuhan dan Firman-Nya dengan perilaku demikian?
Ditengah krisis keteladanan, kita masih berharap ada pemimpin-pemimpin rohani yang masih tetap setia menjalankan tugas kerohanian dan tidak mudah disimpangkan dalam perilaku yang memalukan sebagaimana peristiwa di atas.
Perilaku Yesus adalah teladan sejati bagi pengikutnya. Kata perilaku dalam bahasa Arab adalah Akhlak dan dalam bahasa Ibrani Hatnahgot dan Halikot. Kata Arab Akhlak berasal dari kata Akhlaq yang merupakan jama’ dari Khulqu yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Dalam padanan bahasa Ibrani adalah Hatnahgot tova (perilaku baik) dan Hatnaghot ra’ah (perilaku buruk).
Agar kita memiliki akhlak atau hatnihgot atau halikot yang baik, maka teladanilah akhlak Al Masih atau ha Mashiakh. Rasul Petrus menuliskan sbb, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Mesiaspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” (1Pet 2:21). Kata Yunani untuk Teladan adalah Hupogrammos dan dalam bahasa Ibrani adalah Mofet. Teladan yang ditinggalkan oleh Yesus Sang Mesias terekam dalam perkataan berupa ajaran dan nasihat serta perilaku beliau dalam keseharian.
Setidaknya ada 10 (sepuluh) Akhlak Al Masih yang akan kita telaah dan kita teladani dalam kehidupan sebagai orang Kristen. Kedelapan Ahlak Al Masih tersebut adalah sbb:
Belas Kasih
“Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala” (Mat 9:36). Kata “belas kasihan” dalam Peshitta Aramaik Perjanjian Baru dituliskan Etrakham yang setara dengan bahasa Ibrani Rakham yang bermakna kemurahan hati. Jika belas kasih menjadi motivasi dalam melayani dan memberikan pertolongan, maka tiada pamrih di dalamnya.
Pengampun
Yesus bukan hanya mengajarkan perihal pengampunan bahkan terhadap musuh (Luk 6:37) namun Yesus memberikan kata-kata pengampunan saat dia disiksa hingga menjelang ajalnya. Yesus berkata dalam rasa sakit yang menyergap sendi dan tulang serta tubuhnya demikian, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:34). Ditengah kondisi masyarakat yang mudah tersulut amarah dan melakukan kekerasan, Akhlak Al Masih yang pengampun menjadi solusi untuk mengubah masyarakat.
Tidak membedakan status sosial
Dalam puisi yang saya buat dengan judul Pemuda Galilea, dalam salah satu penggalan dituliskan, “Dia ada diantara mereka yang papa. Dia pun tidak silau ketika berada diantara yang berkelimpahan harta”. Inilah akhlak Yesus yang mulia. Lukas 15:2 menceritakan, “Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka”. Demikian pula Matius 9:10 menuliskan, “Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya”. Ditengah sikap hidup para pemimpin agama yang bergelimangan harta karena menganut Teologi Kemakmuran dan sukar ditemui karena padatnya jadwal pelayanan, maka akhlak Yesus justru berkebalikan. Dia mudah ditemui dan berada dengan siapa saja serta dimana saja.
Tidak mencari popularitas
Saat orang-orang banyak kagum akan kewibawaan pengajarannya dan kuasa yang dimilikinya, banyak orang meminta Yesus sebagai raja. Namun apa yang dilakukan Yesus Sang Mesias? Yohanes 6:15 mengatakan, “Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri”. Banyak orang mencari popularitas dan tergoda dengan popularitas sekalipun waktu selalu membuktikan bahwa popularitas terkadang memenjarakan hidup kita menjadi budak kemauan banyak orang dan menjerumuskan kita pada kecintan diri sendiri.
Menghargai anak-anak
Yesus mencitai dan peduli pada anak-anak. Matius 19:13-14 melaporkan, “Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Tetapi Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." Anak-anak sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga baik oleh ayah maupun ibu yang tidak bijaksana dalam mendidik. Dengan meneladani akhlak Yesus yang mencintai anak-anak, kita pun akan semakin menghargai keberadaan anak-anak.
Berbicara yang benar
Ketika Yesus selesai mengucapkan pengajaran yang mengatakan bahwa dirinya adalah Roti Hidup yang turun dari surga, banyak murid-muridnya mengundurkan diri sebagaimana dilaporkan Yohanes 6:60, “Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” Dan pada ayat 66 lebih jelas lagi dikatakan, “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia”. Itu semua terjadi karena Yesus mengatakan kebenaran apa adanya. Yesus tidak mengurangi kebenaran dan tidak pula menyembunyikan kebenaran.
Yesus bersabda, “Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepada-Ku” (Yoh 8:45-46)
Anti kekerasan
Petrus, seorang murid Yesus yang cukup tegas dan temperamental bereaksi saat Yesus hendak ditangkap oleh prajurit Roma. Petrus menetakkan pedang di telinga salah satu prajurit Roma. Jika saya sebagai Petrus, mungkin akan melakukan langkah yang sama untuk membela kehormatan Sang Guru. Namun Yesus berkata kepada Petrus, "Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (Yoh 26:52). Yesus bukan melarang perlawanan karena toch jika dia melakukan itu, dia mampu melakukannya sebagaimana dikatakan pada ayat 53, “Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?”. Yesus anti kekerasan demi mencapai tujuannya yaitu penyelamatan melalui pengorbanan dirinya sebagaimana dikatakan pada ayat 54, “Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?"
Jika akhlak Al Masih yang anti kekerasan ini menjadi gaya hidup pengikut Mesias, maka kita telah meminimalisir kecenderungan akhir-akhir ini dalam masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan dan anarkisme.
Tegas
Sikap welas asih dan pengampunannya tidak meniadakan ketegasan sikapnya ketika dengan keras dia menegur orang-orang Farisi yang hendak menguji dia dengan mengatakan, "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?” (Mat 22:18). Kebanyakan orang Kristen menyalahpahami ajaran Yesus. Hanya dikarenakan Yesus mengajarkan kasih dan pengampunan lalu melupakan akhlak lain dari Yesus yaitu ketegasan sikap melawan ketidakbenaran. Kasih tanpa ketegasan menjadi lemah. Ketegasan tanpa kasih menjadi kasar.
Waktu untuk menyendiri bersama Tuhan dalam doa
Markus 1:35 menuliskan, “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana”. Beberapa orang Kristen yang dahulunya berlatar belakang agama Islam ada yang bertanya, “dulu saya rajin beribadah dan bangun pagi sekali. Rajin dzikir tengah malam. Namun setelah menjadi Kristen, saya khoq menjadi malas dan tidak memiliki waktu berdoa?”. Kekristenan khususnya Kekristenan kontemporer dan Kekristenan Barat telah kehilangan akar Ibrani imannya. Kekristenan yang berakar pada Yudaisme memiliki ibadah harian di jam tertentu dengan sikap tubuh tertentu. Jika akhlak Al Masih dalam hal doa kita teladani maka kita akan menjadi orang yang memiliki disiplin rohani dan waktu khusus berkomunikasi dengan Tuhan.
Menolong orang
“Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, berkatalah Ia: "Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur." Tetapi mereka menertawakan Dia. Setelah orang banyak itu diusir, Yesus masuk dan memegang tangan anak itu, lalu bangkitlah anak itu. Maka tersiarlah kabar tentang hal itu ke seluruh daerah itu” (Mat 9:23-26). Lebih dari sekedar kisah mukjizat dan kuasa yang dimiliki Yesus, kisah di atas mencerminkan sikap Yesus yang suka menolong tanpa pamrih. Kuasa yang dimilikinya tidak memposisikan dia pada status ekslusif namun status yang inklusif yaitu hadir diantara mereka yang membutuhkan.
Demikianlah kesepuluh Akhlak Al Masih yang harus kita teladani dalam kehidupan iman kita. Marilah kita teladani perilaku Yesus Sang Mesias yang sempurna tersebut agar kita menjadi teladan bagi orang yang tidak beriman sehingga mereka boleh datang dan menerima Yesus Sang Mesias Juruslamat kita.
Tanamkan kesepuluh Akhlak Al Masih tersebut pada anak-anak kita sehingga kelak mereka akan meneladan sikap-sikap Yesus yang terpuji dan menjadi berkat bagi orang lain dan sesama.
No comments:
Post a Comment