Sunday, October 9, 2016

MEWASPADAI RADIKALISME DAN FANATISME AGAMA




Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh Prof Dr Bambang Pranowo, yang juga guru besar sosiologi Islam di UIN Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3% siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom. Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh Prof Dr Bambang Pranowo, yang juga guru besar sosiologi Islam di UIN Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Jumlah yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3% siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom (bbc.com). 


Radikalisme dan fundamentalisme agama adalah fenomena universal yang dapat menghinggapi semua agama termasuk Kekristenan. Indonesia ternyata mendapatkan peringkat dua dari bawah dari 61 negara yang dikategorikan World's Most Literate Nations Ranked  alias budaya literasinya paling rendah yang dirilis oleh  John Miller, pemimpin dari Central Connecticut State University di New England, US (thejakartapost.com). Budaya literasi yang rendah berkorelasi dengan kegiatan agama yang fundamentalistik yang berujung pada terorisme. 

Berkaca dari narasi Kisah Rasul 17:1-15 saat Rasul Paul dan Silas mewartakan Kabar Baik perihal Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan pada orang-orang Yahudi di Tesalonika dan Berea. Ada perbedaan karakteristik orang-orang Yahudi di kedua kota tersebut dalam merespon pemberitaan Rasul Paul dan Silas. Jika di Tesalonika Rasul Paul mendapatkan perlawanan sengit dan penolakkan namun di Berea justru diterima secara terbuka. Apa yang membedakan kedua komunitas Yahudi dan penganut Yudaisme itu? Ya, orang-orang Yahudi di Berea lebih open mind (terbuka) dan terdidik dalam literacy (membaca dan menelaah Kitab Suci) – Kis 17:11). Benahi cara kita membaca dan menerima pengajaran agar kita terhindar dari perilaku fundamentalistik yang merugikan orang lain.

No comments:

Post a Comment