Pada waktu menganggur,
seorang pria hanya memiliki uang satu dolar. Lima puluh sen – separuh dari uang
yang dimilikinya – dimasukkannya ke dalam kantung kolekte pada waktu Misa Hari Minggu.
Pagi hari berikutnya,
dia mendengar bahwa ada lowongan pekerjaan di kota lain. Ongkos bis untuk pergi
ke sana adalah satu dolar, tapi dia hanya memiliki 50 sen. Jadi, dia hanya naik
setengah jalan; setelah turun dari bus, dia mulai berjalan kaki menuju
perusahaan yang menjanjikan pekerjaan.
Namun Tuhan menyediakan
sesuatu yang lebih baik baginya. Ketika melewati satu pabrik, dia melihat
pengumuman: “Ada Lowongan”. Dalam waktu kurang dari setengah jam, dia sudah
mendapatkan pekerjaan yang memberinya gaji lima dolar seminggu, jumlah yang
lebih besar dari yang dijanjikan oleh lowongan pekerjaan di kota lain itu.
Gaji bulan pertamanya
memberinya sepuluh kali lipat dari apa yang dia telah berikan kepada Tuhan.
Orang itu kemudian menjadi pembuat sepatu yang terkenal.
Kisah di atas memberikan
sebuah pelajaran penting bahwa dibalik setiap keikhlasan (kerelaan) dalam
memberikan sebagian harta yang kita miliki, ada kebaikkan Tuhan yang disediakan
sebagai sebuah balasan.
Tidak perlu menjadi
orang yang sukses secara finansial untuk memberikan sebagian harta kita bagi
sesama yang membutuhkan dan khususnya bagi pekerjaan Tuhan (rumah ibadah,
penerbitan buletin rohani dsj). Belajarlah dari janda miskin yang memberikan “dua
peser” miliknya dala kotak persembahan namun dipuji oleh Yesus Sang Mesias
sebagai, “memberi lebih banyak dari semua orang itu” Mengapa? Karena dia
memberikan dari “keseluruhan nafkahnya’ bukan sisanya (Luk 21:1-4).
Kisah Janda Sarfat yang
mematuhi permintaan Elia saat diminta memberikan sekerat roti memberikan
pelajaran senada pada kita bahwa apa yang kita perbuat dengan kerelaan bagi
sesama dan Tuhan akan berbuah kebaikkan yang menyelamatkan serta memelihara
kehidupan kita.
Saat Elia meminta
sekerat roti, janda Sarfat ini tidak mampu menyediakan karena persediaan yang
dimilikinya, “segenggam tepung dalam
tempayan dan sedikit minyak dalam
buli-buli” (1 Raj 17:12). Persediaan itupun hanya cukup untuk dirinya dan
anaknya sebelum kematian dia pastikan menjemputnya karena kehabisan persediaan
makanan.
Namun Elia berkata, agar
jangan takut dan mematuhi apa yang dia mintakan pada janda tersebut dan berkata,
“tetapi buatlah lebih dahulu bagiku
sepotong roti bundar kecil dari padanya, dan bawalah kepadaku, kemudian barulah
kaubuat bagimu dan bagi anakmu” (1 Raj 17:13). Apa yang terjadi kemudian? “Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat
seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan
itu mendapat makan beberapa waktu lamanya” (1 Raj 17:15).
Janda Sarfat yang miskin
dan anaknya tetap terpelihara nyawanya selama musim kemarau karena dirinya
tidak memfokuskan pada kepentingan dirinya sendiri. Sekalipun miskin secara
material namun dirinya kaya secara spiritual dan mempercayai apa yang dikatakan
Elia dan memberikan apa yang dimintakan Elia.
Kita tidak akan
mengalami kemiskinan hanya dikarenakan memberikan sebagian harta kita untuk
sesama yang membutuhkan -janda dan anak yatim serta mereka yang sedang berada
dalam kekurangan – sebagaimana dikatakan, “Apabila
saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak
sanggup bertahan di antaramu, maka engkau harus menyokong dia sebagai orang asing dan pendatang, supaya
ia dapat hidup di antaramu” (Im 25:35). Rahasia untuk mendapatkan adalah
dengan memberi. Dengan memberi dan tidak menahan harta kita, sesungguhnya kita
sedang mempersiapkan jalan bagi kebaikkan datang di kemudian hari.
Sebagaimana dikatakan, “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah
kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan”
(Ams 11:24). Marilah kita membebaskan hati dan pikiran kita dari kemiskinan
dalam kerelaan memberi dan berbagi, agar Anugrah dan Kuasa Tuhan YHWH di dalam
Yesus Sang Putra meratakan jalan kemudahan di saat kita berada dalam situasi
kesulitan.
No comments:
Post a Comment