Sejarah
membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang
menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke
luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi.
Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner (pembelajar yang cepat). Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita.
Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner (pembelajar yang cepat). Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita.
Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi
dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam
beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga kereta cepat (shinkansen). Mungkin cukup menakjubkan bagaimana
Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis
peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk
membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian.
Akio
Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tape-nya
yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik
bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan
di Jepang dengan nama Shippaigaku
(ilmu kegagalan).
Berbicara perihal kegagalan, kita teringat pada Thomas Alva
Edison. Bahkan Dalam salah satu biografinya disebutkan bahwa Edison berhasil
menemukan lampu pijar setelah mengalami kegagalan 999 kali, artinya baru
penelitian yang ke 1000 kali Edison menemukan lampu listrik. Sungguh keuletan
yang luar biasa. Kalau saja Edison frustasi dan memberhentikan percobaan
penelitiannya ketika mengalami 999 kegagalan, tidak terbayangkan apa bentuk penerangan sekarang.
Kegagalan adalah sebuah ilmu dan pelajaran untuk memperoleh
keberhasilan. Keberhasilan adalah tangga puncak dan akumulasi dari kegagalan. Menyerah pada kegagalan maka memperkecil
kekuatan untuk memperoleh keberhasilan sebagaimana disabdakan, “Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan,
kecillah kekuatanmu” (Ams 24:10)
No comments:
Post a Comment