Thursday, January 5, 2017

DIBALIK SIKAP ANTI MENGIDOLAKAN MANUSIA



Mungkin pernah kita mendengar pernyataan, “Saya tidak mau mengidolakan manusia namun lebih mengidolakan Yesus!” Atau kalimat yang mencerminkan nada yang sama, “Untuk apa belajar pada seorang guru jika kita memiliki guru sejati yaitu Roh Kudus?” Pernyataan-pernyataan di atas sekilas memperlihatkan pemikiran religius dan kesalehan dimana seseorang bergantung harap hanya kepada Tuhannya. 


Namun jika ditelisik lebih dalam justru kalimat-kalimat demikian secara psikologis kerap menyembunyikan sikap-sikap anti otoritas dan anti keteraturan serta anti struktur. Jika kita membaca struktur Mazmur 16:1-3 kita dapati bahwa kepercayaan pada seseorang yang berilmu atau mengidolakan orang yang berilmu tidak berarti harus mengabaikan dan menggeser peran Tuhan sebagaimana dikatakan, “Jagalah aku, ya Tuhan, sebab pada-Mu aku berlindung. Aku berkata kepada Yahweh: "Engkaulah Tuanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!" Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku”. 

Jika kita menaruh percaya pada Tuhan Yahweh di dalam Putra-Nya Yeshua maka kita sedang menggantungkan kehidupan dan masa depan kita pada Dia yang mengetahui nasib dan masa depan kita. Hanya kepada Dia kita menyembah, berdoa, memuji, memohon pertolongan. Namun kita pun membutuhkan seseorang yaitu orang yang berilmu, berpengetahuan perihal sabda-sabda Tuhan untuk membimbing kita memahami sabda-Nya. 

Dalam konteks kekinian, istilah Qedoshim (orang kudus) dalam Mazmur 16:3 bisa merujuk pada seorang rabi, seorang pendeta, seorang pastur, seorang rohaniawan atau teolog yang bergelut dengan keilmuan teologi dan agama. Namun bisa juga orang-orang yang sekalipun tidak memiliki latar belakang pendidikan formal secara teologi dan keagamaan namun dikarenakan pengalamannya berinteraksi dengan persoalan teologi dan agama bisa dikategorikan Qedoshim kemana kita bisa meminta saran dan nasihat, sebagaimana dikatakan, “Aku bersekutu dengan semua orang yang takut kepada-Mu, dan dengan orang-orang yang berpegang pada titah-titah-Mu” (Mzm 119:63). 

Tidak ada yang keliru dan berdosa mengidolakan seseorang baik itu guru teologi, tokoh sejarah, figur politik bahkan seorang rohaniawan. Yang keliru adalah mengultuskan dan mengandalkan dirinya setara Tuhan, karena perilaku tersebut mendatangkan kutuk dan ketidakberkenanan Tuhan (Yer 17:5).

No comments:

Post a Comment