Mungkin pernah kita
mendengar pernyataan, “Saya tidak mau mengidolakan manusia namun lebih mengidolakan
Yesus!” Atau kalimat yang mencerminkan nada yang sama, “Untuk apa belajar pada
seorang guru jika kita memiliki guru sejati yaitu Roh Kudus?”
Pernyataan-pernyataan di atas sekilas memperlihatkan pemikiran religius dan
kesalehan dimana seseorang bergantung harap hanya kepada Tuhannya.
Namun jika
ditelisik lebih dalam justru kalimat-kalimat demikian secara psikologis kerap
menyembunyikan sikap-sikap anti otoritas dan anti keteraturan serta anti
struktur. Jika kita membaca struktur Mazmur 16:1-3 kita dapati bahwa
kepercayaan pada seseorang yang berilmu atau mengidolakan orang yang berilmu
tidak berarti harus mengabaikan dan menggeser peran Tuhan sebagaimana dikatakan, “Jagalah aku, ya Tuhan, sebab pada-Mu aku
berlindung. Aku berkata kepada Yahweh: "Engkaulah Tuanku, tidak ada yang
baik bagiku selain Engkau!" Orang-orang kudus yang ada di tanah ini,
merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku”.
Jika kita menaruh
percaya pada Tuhan Yahweh di dalam Putra-Nya Yeshua maka kita sedang
menggantungkan kehidupan dan masa depan kita pada Dia yang mengetahui nasib dan
masa depan kita. Hanya kepada Dia kita menyembah, berdoa, memuji, memohon
pertolongan. Namun kita pun membutuhkan seseorang yaitu orang yang berilmu,
berpengetahuan perihal sabda-sabda Tuhan untuk membimbing kita memahami
sabda-Nya.
Dalam konteks kekinian, istilah Qedoshim
(orang kudus) dalam Mazmur 16:3 bisa merujuk pada seorang rabi, seorang
pendeta, seorang pastur, seorang rohaniawan atau teolog yang bergelut dengan
keilmuan teologi dan agama. Namun bisa juga orang-orang yang sekalipun tidak
memiliki latar belakang pendidikan formal secara teologi dan keagamaan namun
dikarenakan pengalamannya berinteraksi dengan persoalan teologi dan agama bisa
dikategorikan Qedoshim kemana kita
bisa meminta saran dan nasihat, sebagaimana dikatakan, “Aku bersekutu dengan semua orang yang takut kepada-Mu, dan dengan
orang-orang yang berpegang pada titah-titah-Mu” (Mzm 119:63).
Tidak ada
yang keliru dan berdosa mengidolakan seseorang baik itu guru teologi, tokoh
sejarah, figur politik bahkan seorang rohaniawan. Yang keliru adalah
mengultuskan dan mengandalkan dirinya setara Tuhan, karena perilaku tersebut
mendatangkan kutuk dan ketidakberkenanan Tuhan (Yer 17:5).
No comments:
Post a Comment