Friday, April 21, 2017
DARIMANA EJAAN YAHWEH BERMULA
KUDETA ABSALOM
KONSPIRASI ABSALOM
DANIEL, PEJABAT ANTI KORUPSI
PEJABAT PENGEMBAN AMANAT RAKYAT
Saturday, April 15, 2017
KEBANGKITAN YESUS DARI ALAM MAUT SEBAGAI JANTUNG IMAN KRISTEN
Iman Kristen dilandaskan pada kebangkitan Yesus Sang Mesias dari alam maut. Jika Yesus Sang Mesias tidak bangkit maka sia-sialah iman Kristen. Rasul Paul berkata: “Tetapi andaikata Mesias tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1 Kor 15:14). Ayat ini menegaskan pada kita bahwa kebangkitan Yesus dari alam maut adalah kemutlakan. Jika Yesus hanya lahir dan mati, maka Dia tidak lebih dari para nabi dan tokoh pendiri agama besar di dunia ini. Jika Yesus hanya lahir dan mati, maka Dia hanya mengukir sejarah sebagai orang bijaksana dari salah sekian orang bijaksana yang pernah hadir mewarnai dunia yang pekat dengan kejahatan dan kerusakan moral. Namun ada yang berbeda dengan Yesus Sang Mesias. Dia lahir dan mati sebagaimana dinubuatkan dalam Kitab Torah dan Dia bangkit dari kematian sebagaimana dinubuatkan pula dalam Torah sebagaimana Rasul Paul menegaskan dalam ayat sebelumnya sbb: “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya” (1 Kor 15:3-5). Seorang penulis dan apologet Kristen bernama C. Marvin Pate dan Shery L. Pate menuliskan sbb: “Kekristenan berdiri kokoh atau runtuh berdasarkan kebangkitan Yesus. Dan buktinya, bertentangan dengan para pendiri agama-agama lainnya yang masih tergeletak di dalam kubur mereka, kekristenan adalah satu-satunya iman yang pendirinya mengalami jalan hidup yang sama sekali berbeda. Seperti yang dikatakan oleh malaikat, ‘Dia tidak berada di sini; Dia telah bangkit’. Ini adalah sebuah pemikiran yang mengagumkan, pemikiran yang dijunjung tinggi oleh orang-orang Kristemn dan yang memberikan harapan pasti untuk masa depan”[1]
Monday, April 10, 2017
GAMBARAN MESIAS YANG LAHIR, WAFAT, BANGKIT DAN HAKIM YANG ADIL DALAM TUJUH HARI RAYA YHWH
Yesus Dalam Tujuh Hari Raya YHWH
Di Sinai YHWH memberikan Torah. Dalam Torah, YHWH menetapkan Moedim (waktu-waktu yang tetap) atau hari-hari raya yang berjumlah tujuh (sheva moedim). Ketujuh perayaan tersebut adalah (Imamat 23:1-44) sbb: Pesakh (14 Nisan), Ha Matsah (roti tidak beragi, 15 Nisan), Sfirat ha Omer (menghitung omer setelah shabat hari raya), Shavuot (hari kelimapuluh setelah menghitung omer), Yom Truah /Rosh ha Shanah (peniupan shofar atau tahun baru Ibrani, 1 Tishri), Yom Kippur (hari pendamaian, 10 Tishri), Sukkot (perayaan pondok daun, 15-21 Tishri).
Kolose 2:16-17 bukanlah larangan agar orang Kristen melaksanakan perayaan yang ditetapkan oleh YHWH di Sinai namun perihal larangan agar jemaat Mesias non Yahudi jangan membiarkan diri mereka dihakimi oleh beberapa kelompok mazhab Yahudi yang menekankan praktek legalistik dalam pelaksanaan Torah yang dipaksakan terhadap jemaat non Yahudi Pernyataan Rasul Paul memberikan pemahaman bahwa perayaan yang ditetapkan YHWH di Sinai merupakan bayangan yang wujud nyatanya adalah Mesias.
Barney Kasdan memberikan penjelasan mengenai relevansi Tujuh Hari Raya bagi kehidupan iman pengikut Mesias sbb: “Hari Raya YHWH atau Hari Raya Biblikal mengajar kita mengenai sifat Tuhan dan rencana-Nya bagi umat manusia...singkatnya semua Hari Raya YHWH telah diberikan bagi Israel dan orang beriman yang ditempelkan untuk belajar dalam cara yang sederhanan mengenai Tuhan dan rencananya bagi dunia” (God’s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays, Lederer Books 1993, p.vi).
Merayakan Tujuh Hari YHWH bukan hanya merayakan peristiwa historis
untuk memperingati tindakan YHWH terhadap umat Israel kuno yang tergambar dalam
perayaan-perayaan tersebut (Im 23:1-44) namun sekaligus merayakan peristiwa
Kristologis dan Soteriologis yang dikerjakan oleh Yesus Sang Mesias yang
terdesain/terpola dalam perayaan-perayaan tersebut. Tidak mengherankan apabila
rasul-rasul Yesus menghubungkan seluruh peristiwa Kristologis dan Soteriologis tersebut
dengan tipologis dalam Tujuh Hari Raya (Luk 22:19-20, 2 Kor 5:17, 1 Kor 15:20,
1 Tes 4:16-18, 1 Yoh 2:2, Yoh 1:14).
Rasul Paul menegaskan kembali makna Pesakh dan pengorbanan Yesus di kayu salib
dengan mengatakan demikian:“Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi
adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita
juga telah disembelih, yaitu Mesias” (2 Kor 5:17).
Rasul Paul menjadikan perayaan Roti Tidak Beragi sebagai refleksi jemaat Kristen untuk membuang berbagai kejahatan dan kefasikan dalam hidup sebagaimana dikatakan: “Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1 Kor 5:8). Rasul Paul menghubungkan kebangkitan Yesus dari kematian dengan perayaan Buah Sulung dengan mengatakan demikian: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Kor 15:20).
Rasul Paul pun menghubungkan karakteristik Rosh ha Shanah untuk menggambarkan
pengangkatan orang yang percaya kepada Mesias di awan-awan sebagaimana
dikatakan dalam 1 Tesalonika 4:16-18 sbb: “Sebab pada waktu tanda
diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Tuhan
berbunyi, maka Junjungan Agung sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang
mati dalam Mesias akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang
masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong
Junjungan Agung di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama
dengan Junjungan Agung. Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan
perkataan-perkataan ini”. Rasul Yohanes menghubungkan hari raya
Pendamaian dengan karya kematian Yesus sebagai korban pendamaian sebagaimana
dikatakan, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan
untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yoh
2:2).
Kematian Yesus Dalam Hari Raya Pesakh
Membaca perikop Lukas 22:14-23, tanpa memahami latar belakang sejarah dan keagamaan serta kebudayaan Yahudi Abad 1 Ms akan membuat kita kehilangan akar historis dan essensi dibalik peristiwa tersebut. Kekristenan Barat menyebut peristiwa tersebut dengan Last Supper (Perjamuan Terakhir). Seolah-olah Yeshua Sang Mesias makan malam terakhir sebelum Dia ditangkap oleh prajurit Romawi untuk dihukum, disiksa dan disalibkan.
Peristiwa Yesus dan murid-murid-Nya makan Pesakh merupakan ritual tahunan tiap jatuh Tgl 14 Nisan yang di namakan Seder Pesakh. DR. David Stern menjelaskan, “Seder adalah, Tata Cara, namun istilah ini menunjuk pada tata cara makan dan perayaan yang dilaksanakan saat Pesakh…Banyak dari ciri-ciri dalam Seder Modern tetap dilaksanakan dimasa hidup Yeshua” (Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1998, p.78). Dalam Seder Pesakh malam itu, Yeshua memberikan makna baru dalam setiap unsur-unsur di dalamnya. Khususnya simbolisasi matsah (roti tidak beragi) dan kos (cawan) berisi pri hagafen (hasil buah anggur).
Yesus menghubungkan matsah dengan tubuh-Nya yang akan diserahkan untuk
untuk semua orang. Artinya, diri-Nya akan ditangkap, disiksa dan dibunuh di
kayu salib untuk menggenapkan rencana Bapa-Nya, penebusan manusia dari kutuk
dosa yaitu maut. Dan cawan berisi anggur dihubungkan dengan darah-Nya yang akan
ditumpahkan untuk membasuh dosa semua orang. Darah ini menjadi meterai
“perjanjian yang diperbarui” Perjanjian pertama dimeteraikan oleh darah,
demikian pula perjanjian yang diperbarui dimeteraikan oleh darah, sebagaimana
dikatakan Ibrani 9:22 sbb: “Dan hampir segala sesuatu disucikan menurut (Torah)
dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan”.
Ir. Ester A. Sutanto, M.M., M.Min. menjelaskan sbb: “Yesus memulai
Perjamuan Malam Terakhir menurut tata cara Taurat dan tradisi Yahudi. Namun ada
yang tidak lazim pada Perjamuan Malam Terakhir di Yerusalem itu: Yesus memaknai
roti dan anggur secara baru, memberi perspektif eskatologis yang baru dan menetapkan
perjamuan malam... tetapi yang ditarik lebih jauh sampai pada peristiwa Salib
yang pada waktu itu masih akan terjadi, dan dalam pengharapan akan kedatangan
Kerajaan (Tuhan) di masa depan” (Liturgi Meja Tuhan: Dinamika
Perayaan-Pelayanan, Jakarta: Unit Publikasi dan Informasi Sekolah
Tinggi Teologi Jakarta, 2005, hal 20-21)
Penguburan Yesus dalam Hari Raya Roti Tidak Beragi
Perayaan ha Matsah (roti tidak beragi) menunjuk pada peristiwa historis
dimana nenek moyang Yisrael memakan roti tidak beragi selama perjalanan menuju
Laut Teberau setelah meninggalkan negeri Mesir negeri perbudakan mereka.
Pelaksanaan makan roti tidak beragi selama satu minggu (Im 23:6-8). Dalam
Perjanjian Baru menunjuk penguburan Yesus selama tiga hari tiga malam di rahim
bumi. Rasul Paul menggemakan kembali makna perayaan Roti Tidak Beragi sebagai
refleksi jemaat Kristen untuk membuang berbagai kejahatan dan kefasikan dalam
hidup sebagaimana dikatakan: “Karena itu marilah kita berpesta, bukan
dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi
dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1 Kor
5:8).
Ragi dipergunakan untuk membusukkan makanan atau mengembangkan sebuah adonan
untuk dimasak menjadi roti. Ragi kerap menjadi simbol dosa karena sifatnya yang
membusukkan seperti dikatakan: “Karena itu marilah kita berpesta, bukan
dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi
dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” (1 Kor
5:8). Ragi menjadi simbol pengaruh yang tidak baik karena sifatnya yang dapat
mengubah suatu bentuk kepada bentuk yang lain sebagaimana dikatakan: “Sedikit
ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan” (Gal 5:9).
Namun demikian dalam salah satu kesempatan dimana Yesus memberikan gambaran
mengenai Kerajaan Sorga, Dia menggunakan perumpamaan ragi untuk menjelaskan
sifat ragi yang membuat pengaruh yang cepat dan kuat sebagaimana dikatakan:
“Dan Ia berkata lagi: "Dengan apakah Aku akan mengumpamakan
Kerajaan Tuhan? Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan
diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya” (Luk
13:20-21). Dalam konteks perikop ini, “ragi” yang dimaksudkan adalah “ajaran”
orang Farisi dan Saduki sebagaimana dikatakan dalam Matius 16:11 sbb: “Ketika
itu barulah mereka mengerti bahwa bukan maksud-Nya supaya mereka waspada
terhadap ragi roti, melainkan terhadap ajaran orang Farisi dan Saduki”.
Kebangkitan Yesus dalam Hari Raya Bikurim/Sfirat ha Omer
Perayaan Bikurim (buah sulung) atau Sfirat ha Omer, menunjuk hari raya panen
Bangsa Yisrael setelah memasuki tanah Kanaan. Tiap jatuh panen mempersembahkan
buah sulung panen dan menghitung omer (Im 23:9-14). Ada perbedaan pendapat
diantara mazhab agama Yahudi di zaman Mesias sampai sekarang mengenai kapan
ditetapkannya perayaan Buah Sulung (sfirat ha omer/bikurim).
Perbedaan tersebut dikarenakan perintah YHWH yang menimbulkan multitafsir dalam
Imamat 23:9-11 mengenai kalimat “mimmohorat ha Shabat” (sesudah Sabat itu).
Mazhab Farisi memaknai kalimat “sesudah Sabat itu” sebagai sabat moed atau
sabat hari raya, sehingga setiap saat jatuh perayaan Roti Tidak Beragi pada Tgl
15 Nisan itu adalah saatnya sabat moed maka sehari setelah itu yaitu Tgl 16
Nisan dimulailah perayaan Buah Sulung dan menghitung omer sampai hari kelima
puluh.
Sementara itu mazhab Saduki memaknai kalimat “sesudah Sabat itu” sebagai hari
sesudah hari sabtu yaitu hari minggu. Oleh karenanya penentuan kapan saat
perayaan Shavuot atau Pentakosta akan terjadi selisih selama satu minggu antara
mazhab Farisi dan mazhab Saduki karena penetapan perayaan Shavuot dimulai
dengan menghitung omer (berkas gandum) sampai hari kelima puluh dimulai sejak
perayaan Buah Sulung. Dalam Perjanjian Baru perayaan ini menunjuk pada
kebangkitan Yesus dari maut. Peristiwa kebangkitan Yesus Sang Mesias dari alam
maut terjadi pada hari minggu (sekitar sabtu malam dan kubur kosong ditemukan
minggu pagi) dan ini sangat cocok dengan perayaan Buah Sulung berdasarkan
perhitungan mazhab Saduki yang menetapkan jatuhnya Buah Sulung pada hari
minggu.
Rasul Paul menghubungkan kebangkitan Yesus dari kematian dengan perayaan Buah Sulung dengan mengatakan demikian: “Tetapi yang benar ialah, bahwa Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal” (1 Kor 15:20). “Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Mesias sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya” (1 Kor 15:23). “Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu” (Kol 1:18).
Pencurahan Roh Kudus Dalam Hari Raya Shavuot (Pentakosta)
Perayaan Shavuot menunjuk pada beberapa peristiwa sbb: (1) Pesta panen hari kelima puluh setelah menghitung buah sulung. (2) Dalam tradisi Yahudi, Pentakosta atau Yom Shavuot dirayakan bukan hanya sebagai pesta panen melainkan perayaan turunya pewahyuan Torah di Sinai karena Bangsa Israel berangkat menuju Sinai pada bulan ketiga setelah Pesakh yaitu bulan Siwan (Kel 19:1).
Oleh karenanya nama lain hari raya Pentakosta atau Shavuot adalah Zmaan Matan Torateynu (Waktu Pemberian Torah kita). Keyakinan ini berpengaruh pada tradisi perayaan ini. Sinagoga-sinagoga Yahudi dihias dengan tumbuhan hijau, bunga dan keranjang buah-buahan untuk melambangkan aspek panen di masa Shavuot. Pembacaan Kitab Suci diambil dari Keluaran 19-20 (pemberian Torah) dan Yekhezkiel 1 (penglihatan nabi mengenai kemuliaan Tuhan).
Demikian pula gulungan Kitab Ruth dibacakan selama masa panen Shavuot. Perayaan Shavuot dalam Septuaginta (terjemahan TaNaKh: Torah, Neviim, Kethuvim dalam bahasa Yunani pada Abad III Ms yang disponsori oleh Kaisar Ptolemaus Philadhelphus) diterjemahkan Pentekonta (kata khamishim -lima puluh hari- dalam Imamat 23:16 diterjemahkan Pentekonta). Kitab Kisah Rasul 2:1 salinan berbahasa Yunani mengadopsi istilah Pentekostes dari Kitab Septuaginta. Jadi ketika kita merayakan Hari Raya Pentakosta kita harus mengembalikan maknanya pada konteks perayaan Ibrani yaitu Yom Shavuot.
Mayoritas Kekristenan menganggap Perayaan Pentakosta sebagai perayaan pencurahan Roh Kudus, suatu hari raya baru yang terpisah dari hari-hari raya Yahudi. Yang benar adalah peristiwa pencurahan Roh Kudus terjadi bersamaan dengan perayaan Yom Shavuot atau Pentakosta. Tiap tahun, orang-orang Yahudi perantauan harus mudik untuk merayakan tiga hari raya utama yaitu hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu dan pada hari raya Pondok Daun (Ul 16:16).
Oleh karenanya Kisah Rasul 2:5 melaporkan bahwa ada banyak orang Yahudi dari berbagai wilayah perantuan berkumpul menyaksikan peristiwa pencurahan roh yang dialami murid-murid Yesus Sang Mesias. Di hari dimana para penganut Yudaisme merayakan turunya Torah di Sinai, Roh Kudus dicurahkan kepada para murid Yesus sebagai meterai janji Tuhan dan tanda perutusan pekabaran Injil ke seluruh dunia.
Kedatangan Yesus Yang Kedua Dalam Hari Raya Rosh ha Shanah
Perayaan Rosh ha Shanah (tahun baru Ibrani) atau Yom Shofar (peniupan sangkakala) menunjuk pada peniupan shofar (tanduk domba yang panjang) sebagai penanda tahun baru sipil Ibrani dan juga peringatan penghakiman YHWH. Barney Kasdan dalam bukunya berjudul God’s Appointed Times: A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays (p.64-67) memberikan penjelasan mengenai Rosh ha Shanah sbb: “Tujuan hari raya ini diungkapkan dengan satu kata yaitu pengumpulan kembali”.
Karena hari raya ini mengajak semua orang Yisrael untuk kembali kepada iman yang murni kepada Tuhan. Rosh ha Shanah mewakili hari pertobatan. Ini adalah hari dimana Bangsa Israel mengambil persediaan kondisi spiritual mereka dan membuat perubahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa tahun baru yang akan datang akan berkenan pada Tuhan. Dalam sinagog-sinagog, shofar (terompet dari tanduk domba) dibunyikan setiap hari untuk memberi peringatan orang beriman bahwa waktu untuk pertobatan telah tiba.
Banyak kaum Orthodox Yahudi (Orthodox Jew) melakukan ritual penyucian diri dengan melakukan baptisan air (tevilah mikveh) untuk melambangkan pembersihan hati. Karena hari ini dipahami sebagai hari pertobatan maka suasana perayaan diliputi oleh suasana penyesalan diri, namun demikian selalu dengan sebuah harapan adanya pengampunan dosa oleh Tuhan. Selain dikaitkan dengan tema pertobatan, hari raya ini dihubungkan juga dengan tema prophetik atau peristiwa yang akan datang.
Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada kedatangan Mesias yang kedua sebagai Hakim Yang Adil. Rasul Paul pun menghubungkan karakteristik Rosh ha Shanah untuk menggambarkan pengangkatan orang yang percaya kepada Mesias di awan-awan sebagaimana dikatakan dalam 1 Tesalonika 4:16-18 sbb: “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Tuhan berbunyi, maka Junjungan Agung sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Mesias akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Junjungan Agung di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Junjungan Agung. Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini”.
Pengorbanan Yesus dalam Hari Raya Yom Kippur
Perayaan Yom Kippur (hari pendamaian) menunjuk pada pendamaian dosa-dosa
kolektif Bangsa Israel terhadap YHWH dengan penyembelihan hewan setahun sekali.
Dalam Perjanjian Baru menunjuk pada karya Yesus sebagai korban pendamaian
sejati. Barney Kasdan dalam bukunya berjudul God’s Appointed Times:
A Practical Guide for Understanding and Celebrating the Biblical Holidays (p.77-78)
memberikan penjelasan mengenai Yom Kippur sbb: Berdasarkan Imamat 16, ritual
Yom Kippur berpusat pada persembahan dua korban kambing. Yang satu dinamai
dengan Khatat yang akan disembelih sebagai lampang penghapusan dosa Yisrael.
Sementara kambing yang satu diberi nama Azazel. Kambing ini tidak disembelih
namun dibuang ke hutan dan ditandai kain merah kesumba. Kambing ini sebagai
lambang dosa Israel yang dibuang.
Ritual di atas merupakan ketetapan Tuhan yang agung, yaitu mengenai penebusan
dan pengampunan melalui korban pengganti. Karena Rosh ha Shanah dan Yom Kippur
berdekatan dalam berjarak sepuluh hari, maka perayaan Yom Kippur menjadi sangat
penting. Apa yang telah dimulai pada bulan Tishri sebagai evaluasi diri dan
pertobatan maka pada hari kesepuluh digenapi dengan penebusan dan pengampunan.
Sejak Bait Suci di Yerusalem hancur pada tahun 70 Ms. maka muncul kebingungan
diantara para rabbi, mengenai bagaimana pelaksanaan korban Yom Kippur yang
berpusat di Bait Suci.
Pada perkembangannya para rabbi membuat korban pengganti melalui Tseloshah Taw atau “TIGA T” yaitu: Tefilah (doa), Tsedaqah (perbuatan baik, derma) dan Teshuvah (pertobatan). Rasul Yohanes menggemakan makna Yom Kippur menunjuk pada karya pengorbanan Yesus dengan mengatakan, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yoh 2:2). Penulis Kitab Ibrani menggemakan hal yang sama, “Selanjutnya setiap imam melakukan tiap-tiap hari pelayanannya dan berulang-ulang mempersembahkan korban yang sama, yang sama sekali tidak dapat menghapuskan dosa. Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Tuhan...”(Ibr 10:11-12).
Kelahiran Yesus Dalam Hari Raya Sukot
Sukot (Pondok Daun) adalah perayaan puncak dari Tujuh Hari Raya (Sheva Moedim) yang ditetapkan YHWH di Sinai (Im 23: 39-43) untuk memperingati penyertaan Tuhan YHWH terhadap leluhur Israel selama berada di padang gurun sebelum memasuki tanah perjanjian. Sukot merupakan perayaan yang bermakna profetik karena dihubungkan dengan pemerintahan YHWH di akhir zaman sebagaimana dinubuatkan dalam Zakaria 14:16.
Mengapa kita seharusnya merayakan Sukkot? (1) karena Yesus Sang Mesias merayakan Tujuh Hari Raya demikian pula dengan Sukkot (Yoh 7:1-2, 37-38). (2) Tujuh Hari adalah bayangan yang menunjuk pada karya Mesianis Yesus (Kol 2:16). Menariknya, dalam Yohanes 1 ayat 14 dikatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita…”. Sepintas ayat ini hanya memberikan informasi kepada kita mengenai hakikat Mesias sebagai Sang Firman YHWH yang menjadi manusia. Dan ayat ini menjadi kredo dasar atau pengakuan akan Keilahian Mesias sebagai Sang Firman YHWH. Namun mari kita perhatikan satu kata dalam ayat 14 yaitu kata yang diterjemahkan dengan “diam”. Kata Yunani eskenosen dari kata kerja skenoo yang artinya “membentangkan kemah”. Kata ini diterjemahkan dalam Hebrew New Testament, yaitu terjemahan dalam bahasa Ibrani modern untuk komunitas Yahudi, dengan kata yishkon dari kata shakan yang artinya “kemah”.
Berdasarkan kajian kata dan bahasa di atas, maka Yohanes 1:14 dapat dibaca, “Firman itu telah menjadi manusia, dan berkemah di antara kita…”. Apa arti penting kata “berkemah” pada ayat 14? Yohanes hendak memberikan pesan tersembunyi bahwa Yesus Sang Mesias lahir pada saat orang Yahudi merayakan Sukkot atau eorte skenon. Kata Yunani skenoo yang dipakai disini menurut Strong's Concordance mempunyai arti: "1) to fix one's tabernacle, have one's tabernacle, abide (or live) in a tabernacle (or tent), tabernacle 2) to dwell". Oleh karenanya, perayaan Sukot bukan hanya perayaan hadirnya Shekinah (kemuliaan) YHWH di Kemah Suci dalam wujud Tiang Awan dan Tiang Api di tengah-tengah perkemahan leluhur Israel namun perayaan bahwa Shekinah Tuhan hadir di tengah-tengah umat manusia melalui Sang Firman yang menjadi manusia yaitu Yesus Sang Mesias.
Kesimpulan
Jika penganut Yudaisme merayakan Tujuh Hari Raya YHWH sebagai peringatan
historis terhadap apa yang telah dilakukan Tuhan YHWH terhadap leluhur Israel
mulai dari membebaskan dari tanah perbudakkan di Mesir hingga menyeberangi Laut
Teberau, tinggal di padang gurun hingga memasuki Tanah Perjanjian yaitu
Yerusalem, maka penganut Messianic Jewish dan komunitas Kristen yang kembali ke
akar Ibrani (saya lebih senang mengistilahkan dengan Kristen Semitik atau
Mazhab Yudeo Kristen untuk membedakkan dengan denominasi kristen lainnya)
merayakkan sekaligus peristiwa historis yang dialami leluhur Israel sekaligus
memperingati karya Mesianis atau kehidupan, kematian, kebangkitan Yesus dari
kematian hingga kedatangan-Nya kembali yang kedua.
Sebagaimana Yesus dan rasul-Nya mengidentifikasi Tujuh Hari Raya dengan apa yang dialami Yesus, demikianlah kita merayakan dan menghayatinya dalam peribadatan kita mulai dari Pesakh hingga Sukot. Adapun perbedaan dengan denominasi kristen lainnya dalam melaksanakan hari raya adalah jika kekristenan arus utama (Orthodok, Katolik, Protestan, Pentakosta, Kharismatik dll) merayakkan apa yang dialami Yesus secara terpisah dari bingkai Tujuh Hari Raya sementara Mazhab Yudeo Kristen merayakkan peristiwa yang dialami Yesus dalam bingkai Tujuh Hari Raya.
Kekristenan arus utama umumnya khususnya Ritus Barat (Katolik dan Protestan) merayakan prosesi dan kronologi peristiwa-peristiwa suci menjelang kewafatan Yesus yang dinamai dengan Pekan Suci atau Minggu Suci (Hebdomada Sancta/Hebdomas Maior, Latin atau Μεγάλη Εβδομάδα, /Megale Ebdomada, Yun). Adapun Pekan Suci meliputi kronologis sbb, Minggu Palma (peringatan masuknya Yesus ke Yerusalem dengan mengendarai keledai dan disambut dengan sorak sorai sambil menggerakkan daun palem sebelum memasuki Paskah), Kamis Putih (Perjamuan Terakhir/Ekaristi), Jumat Agung (sengsara dan kewafatan Yesus), Sabtu Sunyi dan Malam Paskah (masa Yesus terbaring dalam bumi), Minggu Paskah (kebangkitan Yesus dari kematian).
Gambar berikut bisa memberikan deskripsi perbedaan penghayatan dalam
merayakan perayaan Kristiani yang berpusat pada apa yang dialami Yesus mulai
dari kelahiran, kewafatan, kebangkitan hingga kedatangan yang kedua kali
sebagai Hakim Yang Adil.
Marilah persamaan dan perbedaan di atas bukan menjadi jurang yang
mempertajam pemisahan “kita” dan “mereka” melainkan dirayakkan sebagai
keragaman bentuk penghormatan dan pengagungan terhadap apa yang telah dilakukan
Yesus Sang Mesias Anak Tuhan bagi umat manusia yang bersedia menerima karya
penyelamatan-Nya.
Wednesday, April 5, 2017
MENGAPA INJIL TIDAK MENCERITAKAN MASA KECIL YESUS?
Usia 12/13 tahun adalah usia bagi anak lelaki mengalami Bar Mitswah (untuk anak perempuan Bat Mitswah) ditandai dengan membaca Torah di Bait Suci pada hari-hari raya. Pada usia ini (lelaki 13 tahun dan perempuan 12 tahun) dianggap seorang anak telah memasuki kedewasaan dan memikul tanggung jawab (Maim. Yad, Ishut, 2:9–10) dan berkewajiban melakukan perintah-perintah dalam Torah (Avot 5:1; cf. Yoma 82a).
KEMANAKAH YESUS SAAT BERUSIA 12-30 TAHUN?
Pada kurun waktu 1800-an dan 1900-an beredar kisah dan buku mengenai Yesus pernah berada di India. Ada dua jalur penulisan yang beranggapan bahwa Yeshua pernah berada di India. Pertama, melalui karya Nicolas Notovich seorang jurnalis dan mata-mata yang banyak menuliskan buku. Dan salah satu bukunya yang menimbulkan kontroversi pada tahun 1887 dengan judul Life of Saint Issa, (Kehidupan Orang Kudus Isa) yang kemudian tahun 1894 diterjemahkan dalam bahasa Prancis dengan judul La vie inconnue de Jesus Christ (Unknown Life of Jesus Christ). Menurut pengakuannya, terjemahan dalam buku tersebut dia peroleh berdasarkan informasi dari sebuah manuskrip di Himis yang berada di Ladakh, Tibet kecil. Seorang Lama menunjukkan salinan teks dalam bahasa Pali yang mengisahkan bahwa Yeshua (dengan nama Isa) telah berada di Tibet pada usia 17 tahun.