Dalam tradisi dan pemahaman orang Yahudi, perayaan Shavuot atau Pentakosta adalah perayaan panen dan sekaligus perayaan turunnya Torah di Sinai. Beberapa kebiasaan orang Yahudi menjelang dan di saat jatuh perayaan Shavuot atau Pentakosta al., membaca Kitab Suci semalam suntuk. Ada yang memilih membaca Mazmur, ada yang membaca Kitab Ruth karena berbicara mengenai pesta panen dan bayangan Mesias yang akan datang, dan ada pula yang membaca Kitab Keluaran 19-20.
Perayaan Shavuot dihubungkan dengan turunnya Torah di Sinai karena dikatakan “Pada bulan ketiga setelah orang Israel keluar dari tanah Mesir, mereka tiba di padang gurun Sinai pada hari itu juga” (Kel 19:1). Karena bulan Nisan dijadikan bulan yang pertama sebagai peringatan Pesakh dan pembebasan dari Mesir (Kel 13:4, Ul 16:1) maka tiga bulan dari bulan Nisan atau Aviv adalah bulan Siwan yang dalam kalender modern jatuh pada bulan Juni.
Kelak Tuhan YHWH menjadikan perayaan Shavuot sebagai momentum pencurahan Roh Kudus sebagai Penghibur yang menyertai orang-orang yang percaya kepada Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan (Kis 2:1-47).
Beberapa hari sebelum Tuhan memberikan Torah dalam bentuk dua loh batu berisikan sepuluh perintah-Nya persiapan khusus dilakukan oleh umat Israel berdasarkan petunjuk dan pewahyuan Tuhan YHWH yaitu menyucikan diri dan dilarang bersetubuh sebagaimana dikatakan dalam Keluaran 19:10 dan 15 sbb:
“Berfirmanlah YHWH kepada Musa: "Pergilah kepada bangsa itu; suruhlah mereka menguduskan diri pada hari ini dan besok, dan mereka harus mencuci pakaiannya”
“Maka kata Musa kepada bangsa itu: "Bersiaplah menjelang hari yang ketiga, dan janganlah kamu bersetubuh dengan perempuan”
Petunjuk Tuhan YHWH di atas menjadi pedoman bagi kita sebagai umat pengikut Mesias yang hidup di Abad XXI bahwa kesucian dan kebersihan adalah prasyarat pertama datang kepada Tuhan baik dalam ibadah Tefilah atau ibadah harian maupun ibadah Shabat atau ibadah pekanan serta Moedim atau ibadah hari raya tahunan.
Itulah sebabnya jika kita mendengar sabda Tuhan diperdengarkan dan dijabarkan, seharusnya kita memiliki sikap yang hormat dan menantikan kehendak Tuhan bagi kita.
Kembali kepada peristiwa di Sinai. Apa yang terjadi ketika Torah akan diberikan kepada Bangsa Israel melalui Musa? Keluaran 19:16 mengatakan, “Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan”
Peristiwa pewahyuan Torah terjadi dengan disaksikan banyak saksi yaitu orang-orang Israel di bawah gunung Sinai sekalipun gunung Sinai ditutupi awan dan kilat bergemuruh. Pewahyuan Torah bukan terjadi di tempat gelap atau di sebuah gua yang tersembunyi dimana tidak ada saksi satupun. Dan para saksi yakni bangsa Israel melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana kemuliaan Tuhan YHWH menyertai turunya Torah yang diberikan kepada Musa dalam bentuk dua loh batu.
Isi dua loh batu ini disebut dengan Asara Debarim atau Sepuluh Firman. Kita mengenalnya dengan sebutan Ten Commandement atau Sepuluh Perintah. Marilah kita hayati kembali kesepuluh perintah YHWH di Sinai ini (Keluaran20:1-26)
Kesepuluh perintah ini diawali dengan preambule atau pembukaan yang mengatakan: “Ani YHWH Eloheika asyer hotsieni mi Mitsrayim mi bet Avadim” yang artinya “Akulah YHWH Tuhanmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”. Pernyataan ini hendak menegaskan Tuhan yang membebaskan bangsa Israel memiliki nama yaitu YHWH (Yahweh) dan Tuhan yang bernama YHWH (Yahweh) adalah Tuhan yang bertindak dengan tangan-Nya sendiri untuk membebaskan umat-Nya dari perbudakan Mesir melalui Asara Negef Maskhit atau Sepuluh Tulah Kebinasaan.
Perintah yang pertama: “Lo yihye elohim akherim al panay” yang artinya “Jangan ada padamu tuhan lain di hadapan-Ku”
Dalam konteks Israel kuno, bentuk “tuhan lain” (elohim akherim) adalah patung-patung. Tuhan menginginkan bangsa Israel menyembah patung dan menganggapnya sebagai Tuhan. Dalam kebudayaan modern Abad XXI bentuk-bentuk “tuhan lain” adalah materi, kedudukan, jabatan, kekayaan. Bukankah materi, kedudukan, jabatan, kekayaan terkadang menyita waktu kita dan menyebabkan Tuhan tersingkir dalam hati dan pikiran kita?
Perintah yang kedua: “Lo taashe leka fesel” yang artinya “jangan membuat bagimu patung”
“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, YHWH, Tuhanmu, adalah Tuhan yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku”(Kel 20:3-6)
Apakah ayat ini merupakan larangan untuk membuat patung? Tepatnya larangan agar membuat patung dan sujud menyembahnya. Kalimat “lo tishtakhawe” (jangan menyembah) dan “lo taavod” (jangan beribadah) menjadi penanda bahwa bentuk-bentuk peribadatan kepada patung buatan manusia adalah perbuatan kekejian yang menimbulkan kemurkaan Tuhan YHWH?
Bagaimana dengan kecenderungan gereja tertentu yang mempergunakan patung orang kudus dan tokoh Kitab Suci sebagai sarana peribadahan? Sepanjang patung-patung tersebut diperlakukan sebagai sebuah karya seni maka tidak ada persoalan. Namun jika patung-patung tersebut menjadi sarana peribadatan individu dan komunitas maka sudah termasuk penyembahan berhala. Apalagi ada kewajiban mencium patung tersebut. Apapun alasannya.
Perintah yang ketiga: “Lo tissa et shem YHWH Eloheika lashaw” yang artinya “jangan menyebut nama YHWH Tuhanmu dengan sembarangan”.