Ada seorang India yang pergi ke peternakan di Belanda dia
terkejut dengan cara bagaimana temannya membeli susu, temannya itu hanya
menaruh gelas dibawah tanki, membuka keran untuk mengisi gelas tersebut, lalu
menaruh uang pembayarannya di dalam sebuah mangkuk.
Dalam semua proses itu,
tidak ada seorang pun yang menjaga tempat penjualan susu itu. Kemudian orang
India itu berkata, “jika di India maka
pastilah susu dan mangkok uangnya akan diambil”. Yang menarik penulis buku
itu melanjutkan demikian, Jika saya pergi membawa susu dan uangnya, pemilik
peternakan kemudian akan memperkerjakan seorang sales untuk menjaga.
Siapa yang
akan membayarnya? Tentunya saya, sebagai konsumen. Bagaimanapun juga, jika
konsumen tidak jujur, mengapa supplier harus jujur? Ia akan menambahkan air ke
dalam susu untuk memperbanyak isinya. Maka akan ada protes bahwa susu tersebut
sudah tercemar, maka pemerintah akan menunjuk seorang pengawas mutu susu.
Tetapi siapakah yang harus membayar para pengawas itu ? tentunya saya, sebagai
pembayar pajak. Jika konsumen dan supplier tidak jujur, mengapa pula para
pengawas harus jujur? Mereka akan meminta uang suap dari para supplier.
Jika
mereka tidak mendapatkan uang suap, mereka akan menggunakan satu atau beberapa
peraturan untuk membuat penjualan cukup tertunda agar membuat susu yang tidak
diawetkan menjadi mengental. Siapa yang akan membayar uang suap itu? Awalnya
supplier, tetapi lambat laun sang konsumen.
Perilaku jujur dikaitkan dengan
istilah “integritas moral”. Integritas dikaitkan dengan kejujuran dan tanggung
jawab. Kejujuran dan tanggung jawab dalam integritas biasanya terekspresi
melalui sikap, perilaku, kebiasaan, etos, karakter, gaya hidup, etika, etiket,
dan moral.
Orang-orang berintegritas tinggi selaras hidupnya antara pikiran,
ucapan, hati nurani, dan tindakan. Orang-orang yang serakah, culas, banyak
bohong, suka berpura-pura, adalah orang-orang yang tidak memiliki fondasi untuk
mempraktikkan integritas di dalam hidupnya.
Kisah Ananias dan Safira menjadi
contoh paling baik bagi kita untuk memahami perilaku dan tindakkan yang tidak
berintegritas dimana suami istri ini “menahan sebagian dari hasil penjualan
tanah itu” (Kis 5:2) dan “mendustai Roh Kudus” (Kis 5:3) atau “mencobai Roh
Tuhan” (Kis 5:11) yang mana menghasilkan hukuman yang mematikkan (Kis 5:10).
No comments:
Post a Comment