Seorang
penulis Vietnam bernama To Thi Anh menuliskan buku yang baik untuk
mempertemukan dua peradaban dan kebudayaan yang kerap dilihat dalam hubungan
yang saling menguasai dan mendominasi serta berkonflik. Buku yang ditulis
beliau berjudul, Nilai Budaya Timur dan
Barat: Konflik Atau Harmoni? (Gramedia, 1984).
Buku ini tentu berbeda
dengan kajian analisis politik Timur Tengah Samuel Huntington yang
kontroversial itu dengan judul, Benturan
Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia (Qalam, 2004). Jika Samuel
Huntington melihat keberadaan Timur khususnya radikal Islam sebagai ancaman
terakhir terhadap Barat paska kejatuhan Komunisme, maka To Thi Anh dalam
bukunya mengajak pembacanya untuk melihat kedua peradaban sebagai sebuah
entitas yang saling mengisi dan melengkapi.
Dengan menggunakan filsafat Yin
Yang, Tho Ti Anh membedakan karakteristik Barat dan Timur sbb, “Yang pertama, Barat memilih ‘menguasai
fisis’ dan Timur ‘menguasai psike’. Barat memilih ‘inkarnasi’ dan Timur
‘ekskarnasi’ seperti dikatakan Rougemont…Yang kedua, orang barat memusatkan
perhatian pada martabat persona beserta hak-hak dan kebebasannya dengan risiko
individualisme” (1984:86).
Kemudian To Thi Anh menghubungkan perbedaan
karakter tersebut sebagai dua kekuatan yang seharusnya saling mengisi dengan
mengatakan, “Nilai-nilai yang saling
berlawanan ini membentuk suatu dialektik yang perlu untuk pertumbuhan,
integrasi dan perkembangan, seperti dilukiskan orang Cina dengan filsafat Yin
dan Yang. Pandangan tentang terbentuknya alam semesta akan menunjukkan betapa
dalamnya Timur dan Barat saling melengkapi dalam setiap bidang, meskipun cara
mereka berlainan” (1984:87).
Ada
satu hal yang kerap kita lupakan saat membaca dan menafsirkan Kitab Suci bahwa
baik Torah dan Kitab Perjanjian Baru datang kepada kita mengisahkan peristiwa
yang terjadi dalam bingkai kebudayaan Timur (Semitik Yudaik) namun cara kita
memahami selalu menggunakan bingkai kebudayaan Barat (Eropa dan Amerika)
sebagai perantara. Diperlukan pemahaman perihal Hebrew Mindset atau Cara Pandang Ibrani.
Apa dan bagaimanakah “cara pandang Ibrani” itu? Tim Hegg menjelaskan sbb: “To think Hebraically means to think like a Hebrew did in ancients times. Why would this be important? Because the Scriptures, for the most part, were written by Hebrews (Jews). In fact, only Luke of all the writers of Scriptures was not a Jew by birth (at least by modern scholarly opinion). Thus, if we’re going to understand the manner of speech, the way words are used, and the way important issues of life are described by someone in the Hebrew culture, we must understand, in general terms, how the Hebrew people thought-how they looked at life-their world view” (Berpikir secara Ibrani berarti berpikir sebagaimana orang Ibrani berpikir pada zaman lampau. Mengapa hal ini demikian penting? Karena sebagain besar isi Kitab Suci, dituliskan oleh orang-orang Ibrani. Sebenarnya, hanya Lukas dari keseluruhan penulis Kitab Suci yang bukan seorang Yahudi berdasarkan kelahirannya (setidaknya menurut pendapat sarjana modern). Agar kita dapat memahami yaitu cara berbicara, mengenai kata-kata yang dipergunakan serta pentingnya persoalan-persoalan kehidupan yang digambarkan oleh seseorang dalam kebudayaan Ibrani, maka kita harus memahami dengan istilah umum, mengenai bagaimana orang Ibrani berpikir, bagaimana mereka melihat kehidupan - pandangan dunia yang mereka miliki -Interpreting the Bible: An Introduction to Hermeneutics, TorahResources.com Distance Learning Yeshiva, 2000, p. 20).
Kita ambil contoh mengenai frasa Yunani, kata horan tes proseuches (waktu sembahyang) dalam Kisah Rasul 3:1. Dalam Yudaisme, dikenal istilah Tefilah. Tefilah bermakna berdoa. Namun pengertian Tefilah dalam Yudaisme bukan hanya sekedar ucapan spontan kepada Tuhan yang berisikan permohonan. Tefilah meliputi waktu-waktu tertentu dalam menghadap Tuhan dan dengan diiringi sikap tubuh yang tertentu. Kitab Suci memberi petunjuk mengenai tefilah yang meliputi:
Waktu-waktu yang tertentu
Waktu doa harian Yudaisme terdiri dari Shakharit, Minha dan Maariv. Dalam tradisi Yudaisme, waktu-waktu doa dinamakan zemanim. Pola ibadah ini merujuk pada waktu peribadahan di Bait Suci (Kel 29:38-42; Bil 28:1-8). Nabi-nabi dan raja-raja di Israel kuno melaksanakan tefilah harian sbb : Daud (Mzm 55:17), Daniel (Dan 6:11), Ezra (Ezr 9:5), Yesus Sang Kristus (Luk 6:12), Petrus dan Yohanes (Kis 3:1), Petrus dan Kornelius (Kis 10:3,9)
Sikap tubuh yang tertentu
Beberapa petunjuk mengenai berbagai sikap atau postur tubuh yang tertentu al., Berdiri (Ul 29:10, , Mzm 76:8), Bersujud (Mzm 96:9, Mat 26:39), Berlutut (Mzm 95:6, Kis 20:36), Mengangkat kedua tangan (Rat 3:41; Mzm 134:2)
Waktu-waktu yang tertentu
Waktu doa harian Yudaisme terdiri dari Shakharit, Minha dan Maariv. Dalam tradisi Yudaisme, waktu-waktu doa dinamakan zemanim. Pola ibadah ini merujuk pada waktu peribadahan di Bait Suci (Kel 29:38-42; Bil 28:1-8). Nabi-nabi dan raja-raja di Israel kuno melaksanakan tefilah harian sbb : Daud (Mzm 55:17), Daniel (Dan 6:11), Ezra (Ezr 9:5), Yesus Sang Kristus (Luk 6:12), Petrus dan Yohanes (Kis 3:1), Petrus dan Kornelius (Kis 10:3,9)
Sikap tubuh yang tertentu
Beberapa petunjuk mengenai berbagai sikap atau postur tubuh yang tertentu al., Berdiri (Ul 29:10, , Mzm 76:8), Bersujud (Mzm 96:9, Mat 26:39), Berlutut (Mzm 95:6, Kis 20:36), Mengangkat kedua tangan (Rat 3:41; Mzm 134:2)
Saatnya untuk menghayati seluruh sabda-sabda Tuhan Yahweh dan Mesias dalam konteks kultur dan religi Yahudi Abad 1 agar kita mendapatkan pemahaman yang lebih dekat dengan penyampai sabda karena, “Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuan kita/ Junjungan Agung kita (kurios) berasal dari suku Yehuda..” (Ibr 7:14).
No comments:
Post a Comment