Manusia, sebagai ciptaan Tuhan adalah mahluk yang
sempurna dibandingkan ciptaan lainnya. Hanya manusia yang mampu membuat
peradaban dan membentuk dunia menjadi sebagaimana kita lihat dan alami bersama
saat ini. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai “Gambar dan Rupa Tuhan”
(Kej 1:28).
Manusia memiliki kemampuan “mencipta” dan “berkuasa” membentuk
dunia ini sebagaimana dikatakan pemazmur, “apakah
manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau
mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Tuhan, dan
telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa
atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya” (Mzm
8:4-6).
Bahkan kesempurnaan manusia sebagai ciptaan Tuhan tetap dapat
dibuktikan sekalipun manusia mengalami ketidaksempurnaan secara fisik (menurut
ukuran umum kemanusiaan) yang kerap kita namai disabilitas. Kita kerap melihat dengan terpukau sejumlah orang
seperti Nick Vucicic dari Rusia yang tidak memiliki kedua tangan dan kaki namun
mampu menjadi mentor dan motivator Internasional dan menulis sejumlah buku
bahkan berkeluarga secara normal dengan anak-anak sebagai buah hati? Demikian
pula kita pernah dibuat berdecak kagum oleh wanita Asia cantik tidak memiliki
kedua tangan namun kedua kaki mampu menjadi instruktur pesawat terbang.
Sekalipun manusia adalah ciptaan yang sempurna dan telah memiliki sejumlah
potensi dalam dirinya, namun mereka belum menyempurnakan hidupnya jika tidak
menggunakan dan memaksimalkan dirinya. Manusia masih harus merealisasikan
kemungkinan-kemungkinan dirinya di masa depan.
Kita akan menjadi sebagaimana
kita memperlakukan diri. Jika kita hanya berdiam diri dan berpuas diri dengan
segala kekurangan kita dan terus menerus mengatakan bahwa diri kita tidak bisa
melampaui segala keterbatasan, maka demikianlah kita akan menjadi seperti apa
yang kita fikirkan dan ucapkan.
Namun jika berani melampaui segala keterbatasan
kita dan merealisasikan berbagai kemungkinan diri kita di masa depan, maka kita
akan mendapatkan sebagaimana yang kita harapkan. Orang-orang seperti Nick
Vucicic adalah contoh mereka yang tidak tersandera oleh dogma tentang takdir yang
diterima secara fatalistik, melainkan yang telah merealisasikan kemungkinan-kemungkinan
hidup di masa depan sebagaimana dikatakan, "Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang" (Ams 23:18).
No comments:
Post a Comment