Ketika berhenti di sebuah lampu merah, mata saya tertuju penuh perhatian pada sebuah tembok di kiri jalan yang bertuliskan sebuah kalimat, “Tuhan tidak pergi. Kita yang sering meninggalkannya”. Kalimat yang singkat, padat, jelas ditulis dengan cat pilox.
Entah siapa yang menuliskan namun tentu bukan si pemilik tembok yang menuliskannya. Namun pesannya jelas, kita manusia kerap mengambil pilihan yang keliru –entah disengaja atau tidak disengaja – yaitu lari menjauh dan meninggalkan Tuhan. Kita berjalan dan bergerak ke arah yang salah sementara Tuhan tidak pernah berjalan menjauhi kita. Tuhan tetap ada sebagai Tuhan yang melihat dan mengawasi kehidupan serta memberikan kasih sayang serta keadilan-Nya bagi semua orang.
Sebagaimana dikatakan dalam Yeremia 2:11, Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air. Manusialah yang selalu memulai meninggalkan Tuhan Yang Hidup.
Apakah yang membuat seseorang berpaling dan pergi meninggalkan serta melupakan Tuhan? Ada banyak jawaban yang beragam terhadap pertanyaan ini. Pertama, kekecewaan kepada Tuhan karena berbagai kegagalan dan penderitaan yang datang bertubi-tubi dalam kehidupan sehingga menjadikan Tuhan sebagai kambing hitam yang harus dipersalahkan.
Matius 24:12 mengatakan, Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin. Ketika himpitan, kesesakan, persoalan hidup mendera hebat, sangat dimungkinkan seseorang kehilangan orientasi ketuhanan dan menjauh dari kasih karunia-Nya. Akibatnya tidak ada sukacita dan kasih Tuhan menghidupi dirinya. Demikianlah tidak ada lagi kasih dan perhatian serta empati terhadap sesama karena ketiadaan Kasih Tuhan dalam diri kita.
Kedua, keberhasilan dan kemapanan material bisa mengalihkan perhatian seseorang dari Tuhan. Ulangan 8:11-15 berkata, Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan YHWH Tuhanmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak, jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan YHWH Tuhanmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan dan yang memimpin engkau melalui padang gurun yang besar dan dahsyat itu, dengan ular-ular yang ganas serta kalajengkingnya dan tanahnya yang gersang, yang tidak ada air"
Perhatikan kalimat, “dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak, jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan YHWH Tuhanmu”. Kesuksesan material dan kemapanan finansial bagi sebagian orang semakin membuat dirinya bersyukur dan bergantung pada Tuhan sebagai sumber berkat dan kekayaan namun bagi sebagian lainnya justru melenakan dan mengalihkan perhatiannya kepada Tuhan dan lebih tertuju kepada materi dan kekuatan diri pribadi.
Apakah akibat jika manusia meninggalkan dan melupakan Tuhan dalam hidupnya? Mungkin kita bisa mendaki keberhasilan tanpa Tuhan. Bisa saja kita mendapatkan kedudukan dan jabatan melalui kekuatan jaringan dan keuangan kita. Namun apakah kita memiliki damai sejahtera dan sukacita memenuhi hati dan pikiran kita. Ibrani 12:15 berkata, Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Tuhan, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.
Teks ini menjelaskan kepada kita bahwa ριζα πικριας (riza pikrias – akar pahit) muncul karena seseorang υστερων απο της χαριτος του θεου (husteron apo tes charitos tou Theou – menjauh dari kasih karunia Tuhan). Berbagai ekspresi riza pikrias adalah sikap suka menyalahkan orang lain, berkeluh kesah, berfikir negatif, suka mencari perseteruan, tidak bisa memaafkan dll.
Oleh karenanya hati dan pikiran yang dipenuhi dengan kasih dan kuasa Tuhan yang disebabkan adanya hubungan personal dengan Tuhan yang dibangun melalui ibadah personal dan ibadah komunal akan menjauhkan kita dari akar pahit dan output-nya menghasilkan perkataan dan pikiran yang konstruktif alias membangun sesama.
Kesuksesan material dan kemapanan finansial selayaknya diimbangi dengan hubungan yang benar dengan Tuhan, sumber air hidup sejati. Janganlah sampai hati dan pikiran kita layaknya bata merah yang dibuang ke air sungai. Ketika diangkat luarnya basah namun saat dipecah isinya tetap kering. Janganlah kita berlimpah secara material namun kering secara spiritual.
Jika menjauh dan meninggalkan serta melupakan Tuhan tidak mendatangkan kedamaian dan sukacita di hati pikiran kita, mengapa kita tidak memilih untuk mendekat dan tetap terus menerus berada di dalam Dia agar damai sejahtera dan sukacita kita menetap? Ibrani 10:25 berkata, Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuan yang mendekat
Di era pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita menyesuaikan diri dengan situasi kondisi yaitu menghindari kerumunan orang banyak maka perkumpulan ibadah komunal bisa tetap dijalankan dengan jumlah terbatas dan bergiliran serta menggunakan protokol kesehatan ketat. Jikapun tidak bisa berkumpul secara fisikal dapat bertemu secara virtual dengan melihat tayangan video ataupun voice note melalui jasa teknologi informasi masa kini.
Intinya adalah jagalah senantiasa persekutuan dan hubungan personal dengan Tuhan dan sesama agar kasih dan kuasa Tuhan melalui firman-Nya dan pujian yang dinaikan meningkatkan vibrasi hati alias meningkatkan kesadaran religius kita terhadap Tuhan.
Persekutuan dan menjalin hubungan dengan Tuhan bukan hanya meningkatkan kesadaran religius melainkan memberikan kekuatan kepada kita saat menjalani situasi sulit. Tuhan menjadi tanggul spiritual yang memampukan kita menjalani berbagai bentuk kehidupan.
Amos 5:6 berkata, דרשׁו את־יהוה וחיו (dirshu et YHWH wihyu – carilah YHWH maka kamu akan hidup). Roma 8:35-39 berkata, Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Mesias? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: ”Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Tuhan, yang ada dalam Mesias Yesus, Tuan (Junjungan Agung) kita.
Jika di luar anugrah dan kasih karunia Tuhan tidak ada kedamaian dan kehidupan, mengapa kita tidak datang dan tinggal tetap di dalam Dia, sumber air hidup sejati?
No comments:
Post a Comment