Barangkali mereka yang menggemari
lagu-lagu Barat lama pernah mendengar lagu yang berjudul, Que sera, sera yang artinya “yang terjadi, terjadilah”. Lagu Que Sera Sera dinyanyikan oleh Doris Day
(meninggal 13 Mei 2019 dalam usia 97 tahun) dan hadir di tahun 1956 dalam film The Man Who Knew Too Much.
Lagu ini menceritakan perihal kekuatiran
seorang anak terhadap masa depannya. Sang ibu yang ditanya oleh putrinya
kemudian menjawab bahwa baik dirinya maupun sang anak tak bisa meramal masa
depan.
Berikut petikan syair lagunya:
When
I was just a little girl
Ketika masih kecil dulu
I
asked my mother
Kutanya ibu
What
will I be
Kelak ku 'kan jadi apa
Will
I be pretty
Akankah aku jadi perempuan cantik
Will
I be rich
Akankah aku jadi orang kaya
Here's
what she said to me
Beginilah jawabnya
Que
sera, sera
Whatever
will be, will be
Apapun yang kan terjadi, terjadilah
The
future's not ours to see
Kita tak tahu yang kan terjadi di masa
depan
Que
sera, sera
What
will be, will be
Apapun yang kan terjadi, terjadilah
Dari petikan syair lagu di atas kita
mendapatkan kenyataan bahwa masa depan bukan untuk diketahui saat ini karena
kita tidak mengerti apa yang akan terjadi di masa depan. The future's not ours to see (masa depan bukan untuk kita lihat).
Yang harus kita lakukan adalah keyakinan dan keberanian untuk menghadapi
kehidupan di masa kini untuk memasuki masa depan.
Oleh karena ketakutan pada masa depan,
sejumlah orang berusaha bertanya pada para peramal yang meramal dengan sejumlah
media, mulai dari bola kristal, kartu tarot, daun-daun teh dalam gelas dan
sejumlah media lainnya.
Kita tentu masih ingat mengapa Raja Saul
mencari pemanggil arwah di En Dor bukan (1 Samuel 28:1-7)? Dia takut akan masa
depan diri dan legacy-nya yang terancam
oleh popularitas Daud.
Beberapa hari lalu kita dikejutkan
dengan kasus bunuh diri yang menimpa seorang mahasiwi kedokteran sebuah
universitas ternama di Surabaya. Perempuan berusia 21 tahun itu pernah
mengungkapkan kepada temannya melalui pesan whatsapp dan mengaku bahwa dirinya takut
tidak bisa sukses di masa depan hingga takut tidak mempunyai kekasih.
Haruskah kita takut dan kuatir dengan
masa depan? Tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut. Tidak sesederhana dengan
menjawab “ya” atau “tidak”. Bagaimanapun masa depan adalah suatu keadaan yang
harus difikirkan sejak sekarang karena apa yang terjadi di masa depan sedikit
banyak dipengaruhi oleh apa yang kita kerjakan di sini dan di masa kini.
Namun jika masa depan sedikit banyak
dipengaruhi (bukan “ditentukan” lho ya?) apa yang kita kerjakan di sini dan di
masa kini, lantas mengapa kita tidak memfokuskan dengan memaksimalkan apa yang
bisa kita kerjakan di masa kini?
Ya, kita sebaiknya memfokuskan pada apa
yang bisa kita lakukan dengan semaksimal mungkin di masa kini tinimbang
terpenjara dan dibayangi ketakutan pada apa yang belum tentu terjadi di masa
depan. Bukankah telah disabdakan, “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi YHWH
Tuhan kita, tetapi hal-hal yang
dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya,
supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini” (Ulangan 29:29)
Jika kita harus memfokuskan energi kita
dan memaksimalkan semua potensi dan sumber daya kita untuk menghadapi kehidupan
di sini dan di masa kini, lantas kekuatan seperti apa yang kita butuhkan dan
seberapa besar yang kita perlukan?
Kekuatan yang kita perlukan hanyalah
kerelaan, keikhlasan, keberanian menerima apapun yang terjadi dalam hidup, baik
atau buruk, suka atau duka. Kita selalu menjawab “ya” pada seluruh situasi
kehidupan.
Kita belajar dari sikap Yesus Sang
Mesias dan Juruslamat kita saat berdoa di Taman Getsemani menjelang penangkapan
dan penyaliban yang harus dialami-Nya. Dia berdoa demikian, “Ya Bapa-Ku,
jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang
Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26:39)
Sebagaimana Yesus mempersilahkan
kehendak Bapa-Nya yang harus terjadi pada diri-Nya melalui peristiwa yang
menyakitkan, demikianlah kita mengembalikan segala sesuatu yang kita jalani
hari ini pada Tuhan. Jika Dia berkehendak memberikan kebahagiaan, berkat dan
kelimpahan melalui cara yang menyakitkan dan merugikan dalam hidup kita, maka
biarlah kita berkata seperti Yesus, “janganlah seperti yang Kukehendaki,
melainkan seperti yang Engkau kehendaki”
Kita tidak perlu tergoda dan merisaukan
apa yang akan terjadi di masa depan jika kita telah berupaya semaksimal mungkin
memfokuskan energi hidup di sini dan masa kini. Baiklah kita berdoa dan
berpengharapan bahwa dibalik semua yang telah kita kerjakan dan apapun yang
kita alami saat ini, kehendak Tuhan sedang dinyatakan pada diri kita.
Berkatalah que sera-sera alias yang terjadi terjadilah dalam hidup kita,
asalkan itu semua seperti yang Dia kehendaki. Kita berkata que sera-sera bukan karena kita menjalani hidup asal-asalan atau
bagaimana nanti namun dengan sebuah pengharapan bahwa yang terjadi biarlah
terjadi sesuai kehendak Tuhan.
No comments:
Post a Comment