Mengapa Kekristenan Merayakan Tujuh Hari Raya YHWH?
Perayaan Sukot kembali menghampiri kehidupan kita yang jatuh pada tarikh Masehi masa kini yaitu 20-27 September 2021. Perayaan yang telah berusia 5782 ini (setidaknya menurut perhitungan orang-orang Yahudi penganut Yudaisme) memang lekat dengan perayaan orang Yahudi penganut Yudaisme.
Apakah hubungan Hari Raya Sukkot dengan Kekristenan? Layakkah kita merayakan Sukot? Sebelum menjawab pertanyaan ini, setidaknya kita harus memberikan jawaban dan tanggapan yang muncul dari kalangan Yudaisme maupun Kekristenan garis utama. Seiring dengan hadirnya gerakan Messianic Jewish dan Hebrew Root Movement di berbagai belahan dunia maka lahirlah berbagai kesadaran dalam gereja baik dari lintas denominasi atau melepaskan dari denominasi lama untuk merayakan kembali Tujuh Hari Raya YHWH (Im 23:1-44).
Namun fenomena ini menimbulkan reaksi dari kalangan Yudaisme dengan mengajukan pertanyaan, bukankah Kekristenan sudah memiliki hari raya sendiri mengapa harus mengikuti perayaan-perayaan dalam Yudaisme? Bukan hanya dari kalangan Yudaisme namun dari kalangan Kekristenan arus utama mengajukan pertanyaan senada, bukankah Tujuh Hari Raya tersebut adalah perayaan Yudaisme dan Kristen telah memiliki hari rayanya sendiri baik Natal, Paskah, Pentakosta dll?
Bagaimana kita selaku umat Kristen yang bermazhab kembali ke akar Ibrani atau saya menyebutnya Mazhab Yudeo Kristen memberikan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas? Sederhana saja jawabannya. Bagi kalangan Yudaisme yang mempertanyakan keabsahan perayaan yang kita lakukan kita bisa mengajukan jawaban bahwa bagi kami Tujuh Hari Raya YHWH yang ditetapkan di Sinai dan diperintahkan untuk dilakukan leluhur Israel dan saat ini dipelihara dalam agama Yudaisme bukan sekedar sebuah peristiwa historis dan teologis antara Israel dan Tuhannya namun memiliki makna profetis dan merujuk pada figur Mesianis yang dijanjikan. Oleh sebab itulah dikatakan dalam Kolose 2:16-17 sbb:
Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Mesias/Kristus
Tidak sebagaimana banyak kalangan Kristen menafsirkannya, Kolose 2:16-17 bukanlah larangan agar orang Kristen melaksanakan perayaan yang ditetapkan oleh YHWH di Sinai namun perihal larangan agar jemaat Mesias non Yahudi jangan membiarkan diri mereka dihakimi oleh beberapa kelompok mazhab Yahudi yang menekankan praktek legalistik dalam pelaksanaan Torah yang dipaksakan terhadap jemaat non Yahudi.
Merayakan Tujuh Hari YHWH bukan hanya merayakan peristiwa historis untuk memperingati tindakan YHWH terhadap umat Israel kuno yang tergambar dalam perayaan-perayaan tersebut (Im 23:1-44) namun sekaligus merayakan peristiwa Kristologis dan Soteriologis yang dikerjakan oleh Yesus Sang Mesias yang terdesain/terpola dalam perayaan-perayaan tersebut.
Tidak mengherankan apabila rasul-rasul Yesus menghubungkan seluruh peristiwa Kristologis dan Soteriologis tersebut dengan tipologis dalam Tujuh Hari Raya sehingga muncul ayat-ayat sbb:
Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu (Luk 22:19-20)
Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Mesias (2 Kor 5:17)
Tetapi yang benar ialah, bahwa Mesias telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal (1 Kor 15:20)
Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Tuhan berbunyi, maka Junjungan Agung sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Mesias akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Junjungan Agung di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Junjungan Agung. Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan perkataan-perkataan ini (1 Tes 4:16-18)
Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia (1 Yoh 2:2)
Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Tuhan, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Tuhan ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Tuhan mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka , dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu” (Why 21:1-4)
Demikianlah jawaban dan pertanggungjawaban kita terhadap mereka yang menanyakan apa yang kita yakini dan lakukan dalam perayaan-perayaan yang sama namanya dengan yang dirayakan penganut Yudaisme namun berbeda dalam pemahaman dan penekanan teologisnya.
Adapun menjawab pertanyaan Kekristenan arus utama cukup dengan mengatakan bahwa jika kita merayakan Paskah dan Pentakosta padahal kedua hari raya ini menjadi bagian dari Tujuh Hari Raya YHWH (Pesakh [Paskah], ha Matsah [Roti Tidak Beragi], Bikurim [Buah Sulung], Shavuot [Pentakosta], Rosh ha Shanah [Tahun Baru Ibrani], Yom Kippur [Pendamaian], Shavuot [Pondok Daun]), mengapa kita hanya merayakan dua sementara yang sisa atau lima di antara lainnya tidak merayakan? Jika figur Yesus Sang Mesias tergambar dalam Tujuh Hari Raya YHWH mengapa kita tidak merayakan keseluruhan hari raya tersebut dengan memfokuskan pada karya Mesias di dalamnya?
Alasan berikutnya tentu saja Yesus merayakan Tujuh Hari Raya termasuk Sukkot, sebagaimana dikatakan “Dan pada hari terakhir, yaitu pada puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru: "Barangsiapa haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum! Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup." (Yoh 7:37-39).
Dengan kata lain, kita umat Kristen Mazhab Yudeo Kristen merayakan peristiwa Mesianis dalam bingkai Tujuh Hari Raya YHWH dan tidak terlepas dan melepaskan dari dari bingkai tersebut.
Mengapa Kekristenan Merayakan Sukot?
Sebagaimana sudah diketahui bersama bahwa Perayaan Sukot berkaitan dengan peringatan pemeliharaan Tuhan YHWH terhadap leluhur Israel selama berada di padang gurun dengan diperintahkan membuat kemah/tabernakel yang terbuat dari ranting dan daun-daun kering sebagaimana diperintahkan dalam Imamat 23:39-43 sbb:
Akan tetapi pada hari yang kelima belas bulan yang ketujuh itu pada waktu mengumpulkan hasil tanahmu, kamu harus mengadakan perayaan bagi YHWH tujuh hari lamanya; pada hari yang pertama haruslah ada perhentian penuh dan juga pada hari yang kedelapan harus ada perhentian penuh. Pada hari yang pertama kamu harus mengambil buah-buah dari pohon-pohon yang elok, pelepah-pelepah pohon-pohon korma, ranting-ranting dari pohon-pohon yang rimbun dan dari pohon-pohon gandarusa dan kamu harus bersukaria di hadapan YHWH Tuhanmu, tujuh hari lamanya. Kamu harus merayakannya sebagai perayaan bagi YHWH tujuh hari lamanya dalam setahun; itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya bagimu turun-temurun. Dalam bulan yang ketujuh kamu harus merayakannya. Di dalam pondok-pondok daun kamu harus tinggal tujuh hari lamanya, setiap orang asli di Israel haruslah tinggal di dalam pondok-pondok daun, supaya diketahui oleh keturunanmu, bahwa Aku telah menyuruh orang Israel tinggal di dalam pondok-pondok selama Aku menuntun mereka sesudah keluar dari tanah Mesir, Akulah YHWH Tuhanmu
Lalu apa keterkaitan perayaan Sukot dengan Kekristenan dan karya Mesianis Yesus? Beberapa tafsir yang berkembang di kalangan Messianic Jewish (gerakan keagamaan modern di antara penganut Yudaisme dan Yahudi yang menerima Yesus sebagai Mesias namun mereka tidak mengidentifikasikan diri mereka sebagai Kristen), perayaan Sukkot pun dihubungkan dengan kelahiran Sang Juruslamat.
Dalam Yohanes 1 ayat 14 dikatakan, “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”.Sepintas ayat ini hanya memberikan informasi kepada kita mengenai hakikat Mesias sebagai Sang Firman YHWH yang menjadi manusia. Dan ayat ini menjadi kredo dasar atau pengakuan akan Keilahian Mesias sebagai Sang Firman YHWH. Namun mari kita perhatikan satu kata dalam ayat 14 yaitu kata yang diterjemahkan dengan “diam”.
Kata Yunani eskenosen dari kata kerja skenoo yang artinya “membentangkan kemah”. Kata ini diterjemahkan dalam Hebrew New Testament, yaitu terjemahan dalam bahasa Ibrani modern untuk komunitas Yahudi, dengan kata yishkon dari kata shakan yang artinya “kemah”. Kata “Pondok Daun” dalam Imamat 23:42 dalam bahasa Ibrani disebut dengan sukkot dan oleh Septuaginta, terjemahan TaNaKh dalam bahasa Yunani pada Abad III sM, diterjemahkan dengan skenais dari kata skenoo.
Berdasarkan kajian kata dan bahasa di atas, maka Yohanes 1:14 dapat dibaca, “Firman itu telah menjadi manusia, dan berkemah di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”. Apa arti penting kata “berkemah” pada ayat 14? Pertama, Yohanes hendak memberikan pesan tersembunyi bahwa Yesus Sang Mesias lahir pada saat orang Yahudi merayakan sukkot atau eorte skenon. Data ini diperkuat bahwa pada hari kedelapan, Yesus di sunat di Bait Suci. Tradisi penyunatan tidak harus jatuh pada saat Shemini Atseret (hari kedelapan Sukkot) namun Lukas 2:21 pasti terkait, jika memang benar terbukti bahwa Mesias lahir pada saat orang Yahudi merayakan Sukkot.
Hal ini senada dengan kesaksian dalam Lukas 2:11, Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Mesias, Junjungan Agung, di kota Daud. Kapan persisnya yang dimaksud hari ini? Apakah pernyataan ini hanya merupakan pernyataan konotatif atau justru bersifat historis? Peristiwa yang benar-benar pernah terjadi? Perkataan hari ini bukan ungkapan konotatif melainkaan bersifat historis. Kata “hari ini” menunjuk pada konteks ruang dan waktu bahwa Mesias sebagai tanda keselamatan bagi dunia telah lahir, yaitu pada bulan Tishri saat orang-orang Yahudi merayakan Sukkot.
Kedua, bahwa Sang Firman menjadi manusia dan berkemah di antara manusia memberikan makna teologis yang mendalam bahwa YHWH telah melawat manusia, berdiam diantara manusia, menyatakan kemuliaan-Nya ditengah-tengah manusia.
Ada sebuah kesaksian sekunder yang menarik. Sekalipun ini bukan literatur Kristiani melainkan literatur rabinik Yudaisme dari era medieval (sekitar tahun 200 sd 1000-an) yang disebut Aggedeta de Shimon Kefa namun pengutipan nama Simon Kefa (Petrus) dan ungkapan pendek berikut ini memberikan indikasi bahwa umat Kristen awal yang semula berasal dari Yudaisme tetap merayakan (tujuh hari raya) namun dengan makna dan pengertian yang baru yang tertuju kepada Yahshua Yesus yang diyakini sebagai Mesias yang menggenapi nubuatan Torah.
Yang lebih menarik dalam petikan pernyataan yang di atas namakan Simon Kefa adalah menghubungkan perayaan Sukot (Pondok Daun) dengan kelahiran Yesus. Berikut petikannya:
Dan di sini dia memerintahkan kamu untuk tidak merayakan Hari Raya Roti Tidak Beragi melainkan merayakan hari kematiannya, dan sebagai ganti Hari Raya Pentakosta kamu akan merayakan empat puluh hari penampakan dan naik ke surga sesudahnya, dan sebagai ganti Hari Raya Pondok Daun kamu akan merayakan hari lahirnya (ubemaqom khag hasukkot tekhugo et yom liddto)
Sangat mungkin jika Yesus Sang Mesias memang dilahirkan saat orang-orang Yahudi merayakan Sukkot (Pondok Daun) dan Perayaan Pondok Daun pernah dirayakan oleh jemaat Kristiani perdana yang berlatar belakang Yahudi.
Merayakan Sukot sebagai puncak hari raya yang dimulai dari Pesakh, kita bukan hanya merayakkan apa yang telah Tuhan YHWH Sang Bapa Surgawi lakukan bagi umat yang dipilihnya yaitu Israel dengan mengeluarkan dari Tanah Perbudakkan di Mesir hingga tiba di padang gurun hingga memasuki Tanah Perjanjian, melainkan kita merayakan peristiwa Mesianis/Kristologis berkemah-Nya Sang Firman dalam wujud manusia Yesus Sang Mesias (Yoh 1:14) dan berkemah-Nya kemuliaan Tuhan dalam langit yang baru dan bumi yang baru kelak sebagaimana dikatakan Wahyu 21:1-3 sbb:
Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi. Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Tuhan, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Tuhan ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Tuhan mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka , dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu
Haruskah Kekristenan Meninggalkan Hari Raya Yang Lazim Dirayakan?
Tidak ada jawaban tunggal nan mudah untuk menjawab pertanyaan di atas. Ini tergantung pilihan dan keputusan masing-masing gereja. Secara pribadi, saya selaku gembala sidang sudah memutuskan sejak tahun 2019 lalu bahwa sekalipun kita mengacu pada ajaran Messianic Jewish dan Hebrew Root Movement dengan menamai karakteristik kekristenan kita dengan sebutan Mazhab Yudeo Kristen namun hari-hari raya Kristen yang telah lazim dirayakan sebagaimana kalender umum (Natal, Paskah, Kenaikan, Pentakosta) tetap dirayakan dengan mengadakan pertemuan ibadah. Apa tujuannya? Agar meminimalisir kesalahpahaman bahwa kita bukan Kisten dan menjadi jembatan komunikasi dengan gereja dan kekristenan lintas mazhab.
Menerjemahkan Pesan Sukot Dalam Konteks Keseharian dan Pandemi Covid-19
Sebagai umat Kristiani yang bercorak akar Ibrani – saya menyebutnya Mazhab Yudeo Kristen – kita sebaiknya menghentikan perdebatan teologis di antara gereja yang memiliki kesamaan corak Akar Ibrani (menjauhkan perdebatan nama Mesias Yahshua atau Yeshua, nama Tuhan Yahweh atau menggunakan gelar Adonai dll) ataupun yang memiliki perbedaan corak non Akar Ibrani (menjauhkan perdebatan apakah harus merayakan Natal atau Sukot dll). Mengapa? Dalam situasi zaman yang dipenuhi dengan hoax dan politik identitas, sejumlah perdebatan semacam di atas rawan dipolitisir dan dibenturkan satu sama lain sehingga menciptakan atmosfir konflik tinimbang kesatuan.
Sebagai umat Kristiani yang bercorak
akar Ibrani, kita sebaiknya lebih banyak memfokuskan bagaimana menghadirkan
nilai-nilai Kristiani kita dalam konteks kehidupan keseharian, baik di tempat
bekerja maupun di lingkungan di mana kita tinggal. Sabda Tuhan YHWH dalam
Yeremia 29:7, Usahakanlah kesejahteraan
kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada YHWH, sebab
kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu. Jika Tuhan meminta umat Israel di
pembuangan untuk dirshu et shelom ha ir (usahakanlah
kesejahteraan kota) dan hitpallu ba’adah et YHWH (berdoalah
untuk kota itu kepada YHWH) berarti Tuhan peduli terhadap kehidupan dan
memerintahkan umat-Nya berkontribusi terhadap kehidupan.
Jika Anda seorang pendidik, lakukanlah
tugas pekerjaan sebagai pendidik dengan nilai-nilai Kristiani. Jika Anda
seorang bankir, lakukanlah tugas dengan dedikasi serta kejujuran. Jika Anda
seorang pengusaha, bukan hanya sekedar mencari keuntungan melainkan
memperlakukan karyawan dengan adil dan humanis. Jika Anda seorang aparat
keamanan, lakukan tugas sesuai undang-undang dan tidak menjadikan kedudukan
untuk menindas yang lemah.
Dalam konteks masa kini di mana dunia
dan negara serta lingkungan di mana kita ada dicengkram bahaya pandemi yang
telah merobohkan sendi-sendi ekonomi dan menyebabkan jutaan nyawa terpapar
sakit bahkan kehilangan nyawa, marilah kita menjadi bagian dari solusi dan
bukan menjadi bagian dari masalah.
Percaya pada teori konspirasi mengenai
penyebarluasan virus dan upaya vaksinasi maka kita telah menjadi bagian dari
masalah yang semakin memperparah penangangan pandemi Covid-19. Dalam setiap
berita buruk dan menakutkan oleh karena Covid-19 selalu terbuka peluang
kehidupan.
Kemuliaan Tuhan bukan hanya berkemah di
dalam wujud Yesus Sang Mesias dan kemah sorgawi yang akan datang nanti namun di
masa kini kemuliaan Tuhan tetap dapat berkemah di dalam situasi krisis karena
pandemi. Marilah kita menjadi orang-orang Kristiani yang menghadirkan kemuliaan
Tuhan agar berkemah di bumi dalam situasi krisis dengan memberikan hidup kita
berkontribusi bagi perbaikan sendi-sendi kehidupan yang dihancurkan oleh
pandemi Covid-19, apapun latar belakang pekerjaan dan profesi kita.
Sebagaimana kita selalu berdoa,
“Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga”,
demikianlah seharusnya kita anak-anak Tuhan dan umat Kristiani memohon
kehadiran Tuhan dalam situasi krisis dan memakai kita menjadi alat-alat yang
berguna bagi kehidupan dunia.
Khag Sukot Sameakh 15-21 Tishri 5782
Selamat Merayakan Pondok Daun 20-27
September 2021
No comments:
Post a Comment