Friday, June 13, 2025

HIDUP KERAP MEMBERIKAN PERTANYAAN JEBAKAN

Suatu ketika, CEO (Chief Executive Officer, alias pemegang kekuasaan tertinggi dalam perusahaan) perusahaan ingin mempekerjakan seorang pemuda yang cerdas untuk proyek barunya yang akan datang. Ia harus memastikan bahwa orang tersebut harus memiliki rasa ingin tahu dan harus memiliki kemampuan untuk berpikir out of the box alias di luar kotak.

Ia menyadari bahwa untuk mengidentifikasi pelamar yang paling cerdas dan paling ingin tahu di antara banyak pelamar, ia perlu merevisi metode bertanyanya agar lebih kreatif dan konvensional. Jadi, wawancara pun dimulai dan sebagian besar pelamar kerja terkejut karena ia akan meminta mereka untuk memilih dari pilihan yang diberikan.

Ia memulai bertanya demikian, "Saya punya satu pertanyaan yang sangat sulit dan sepuluh pertanyaan yang mudah. ​​Mana yang akan Anda pilih?" Jawaban sebagian besar pelamar dapat diprediksi - mereka memilih sepuluh pertanyaan yang mudah dan sedikit yang memilih yang sulit, tidak dapat menjawab dengan benar, sampai satu pelamar masuk dan memberikan jawaban mengejutkan. Ketika ia masuk,CEO tersebut bertanya apakah ia lebih suka satu pertanyaan yang sulit atau sepuluh pertanyaan yang mudah.

Pelamar itu berkata, "Yang sulit". CEO melanjutkan, "Apa yang lebih dulu - siang atau malam?" CEO tahu ini adalah pertanyaan jebakan dan menunggu pelamar melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan orang lain. Pelamar itu menjawab, "Siang lebih dulu". CEO berkata, "Lho, bukankah siang datang setelah malam. Bagaimana Anda bisa membuktikannya?" Pelamar itu dengan cepat menjawab, "Anda hanya mengatakan satu pertanyaan sulit, bukan dua". CEO itu tahu bahwa ia telah menemukan manajer proyek barunya. Dengan tersenyum lebar dia menjabat pelamar tersebut dan berkata, “Selamat!”

Nilai moral apa yang bisa kita peroleh dari kisah di atas? Pertama, orang-orang terpintar bukanlah mereka yang memiliki jawaban terbanyak, sebaliknya tetapi mereka yang memahami pertanyaannya. Kedua, keyakinan, kejelasan, dan ketenangan pikiran sering kali berbicara lebih keras daripada pengetahuan. Ketiga, hidup terus memberi kita pertanyaan jebakan. Belajarlah untuk menanggapi bukan bereaksi. Keempat, jangan pernah mencoba untuk menjelaskan secara berlebihan. Berpikir, berhenti sejenak. Bersikaplah tepat.

Kita garis bawahi point ketiga bahwa hidup terus memberi kita pertanyaan jebakan. Benarkah? Sering kali kita tidak meyadari jika kerap diperhadapkan pada sebuah pertanyaan jebakan melalui berbagai pilihan-pilihan yang harus kita ambil dalam hidup ini. Ambil contoh, “Apakah saya harus menerima uang ratusan juta rupiah di bawah tangan untuk meloloskan perkara hukum seseorang?” Sebagai hamba hukum (entahkah polisi, jaksa, hakim) Anda diberikan pada pilihan-pilihan sulit dan menjebak. Jika Anda menerima uang suap, berpotensi ketahuan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan bermasalah di kemudian hari namun di sisi lain mendapatkan uang lebih dengan cepat dan lebih besar dari gaji Anda. Bukankah kasus kerap membuat kita terjebak pada pilihan jawaban dan tindakan yang keliru?

Ambil contoh lagi, “Apakah saya harus melepaskan keyakinan Kristiani saya ketika syarat sebuah pencalonan dalam bursa politik kepala daerah harus mensyaratkan mengikuti agama mayoritas, meskipun secara tertulis tidak ada aturan tersebut?” Sebagai seorang calon kepala daerah Anda diperhadapkan pada pertanyaan dan pilihan yang sulit serta menjebak hidup Anda. Jika Anda memilih melepaskan keyakinan Kristiani dan kemudian terpilih, secara keimanan telah melepaskan janji keselamatan dan hidup kekal namun Anda memiliki kekuasaan yang Anda inginkan.

Amsal 19:2 berkata, “Tanpa pengetahuan kerajinanpun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah”. Yakobus 1:19 berkata pula, “Hai saudara-saudara  yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata…”. Kita semua akan menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan di mana kita harus memilih dan pilihan yang kita putuskan tentu akan membawa konsekwensi, menguntungkan atau merugikan. Ada kalanya kita akan memberikan jawaban dan pilihan yang keliru dan membawa kerugian. Namun demikianlah hidup akan selalu memberikan kita pertanyaan dan pilihan yang menjebak.

Dalam hal ini kita memerlukan ketenangan dan hikmat Tuhan. Itulah sebabnya nilai moral kedua dari kisah yang telah kita dengar adalah keyakinan, kejelasan, dan ketenangan pikiran sering kali berbicara lebih keras daripada pengetahuan. Yesaya 30:15 berkata, Behasqet uvevitkhah tihyeh gevuratekem (dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu). Pengkotbah 4:6 menuliskan, Tov melo kaf nakhat mimelo khafenayim ‘amal ureut ruakh (segenggam ketenangan lebih baik dari pada dua genggam jerih payah dan usaha menjaring angin).

Menjadi tenang itu tidak tiba-tiba. Tidak ada sekolahnya untuk menjadi tenang. Kita harus berlatih menjadi tenang dengan cara tidak bereaksi berlebihan saat situasi yang memojokkan datang dalam hidup kita. Bereaksi tenang agar berfikir serta memberikan respon dengan tenang. Persoalan dalam hidup adalah medan latihan kita untuk menjadi tenang.

Sebagaimana Yesus Sang Mesias dan Junjungan Agung Ilahi kita menjawab “ada tertulis” ketika diberikan pertanyaan jebakan dan pilihan yang melenakan oleh Iblis/Satan, demikianlah kita belajar untuk mencari hikmat dan pengetahuan Tuhan melalui sabda-Nya saat kita diperhadapkan pada situasi kehidupan yang menjebak dan menyudutkan diri kita.

No comments:

Post a Comment