Ada yang menarik saat saya sedang mempersiapkan materi study trip atau jalan-jalan sambil belajar sejarah kota. Tema yang sedang saya kaji adalah melakukan perjalanan sejarah ke beberapa lokasi tempat ibadah lintas agama dimana bangunan yang menjadi tempat beribadah memiliki nilai sejarah karena telah dibangun sangat lama.Dimana sisi menariknya? Jadi begini, salah satu lokasi kunjungan adalah ke Gereja Kristen Jawa di Gombong termasuk yang ada di Patemon.
Gereja Kristen Jawa di Patemon ternyata memiliki usia yang sangat tua yaitu 93 tahun. Nama wilayah ini dahulu disebut jemaat Kristen di Wera. Data ini saya peroleh saat saya menemukan artikel berjudul, Zending Friesland yang dimuat dalam majalah Het Zendingsblad van de Gereformeerde Kerken in Nederlandsch ( No 3 , Maart 1933 ) di mana di dalamnya tiba-tiba bahwa jemaat yang bermula berkumpul berkumpul di bawah bimbingan guru Hollandsch Inlandsch School (HIS) bernama Johanes Sapin di sekolah tersebut lama kelamaan berkembang. Sekolah milik Misi ini Didirikan tahun 1913 di Gombong.
Lama kelamaan jemaat di Wera semakin bertambah dan membutuhkan sebidang lahan baru dan bangunan mandiri untuk tempat beribadah. Jemaat mengajukan dana kepada Badan Misi yang berkarya di wilayah Kebumen dan Gombong dan disetujui, Hasil jemaat menabung dan menyumbangkan dana berhasil mengumpulkan sejumlah uang untuk membangun tempat beribadah.
Namun saat hendak melakukan pembangunan, salah satu jemaat mengajukan sebuah pertanyaan yang kurang lebih mengingatkan bagaimana mungkin kita akan membuat rumah ibadah namun mengabaikan nasib seorang janda miskin yang menjadi anggota jemaat yang tidak memiliki rumah yang layak.
Setelah pertimbangan yang matang, ambil keputusan dengan suara bulat untuk membangun rumah bagi perempuan miskin terlebih dahulu. Bagaimana mungkin mereka mencintai Tuhan, yang tidak mereka lihat, jika mereka tidak menyediakan rumah bagi saudara mereka yang miskin, yang mereka lihat? Bukankah Yesus sendiri telah mempercayakan orang-orang miskin kepada gereja-Nya untuk dirawat? , demikian tulis artikel dalam majalah Misi terbitan tahun 1933 tersebut.Majalah Misi tersebut melanjutkan dengan keterangan, " Jadi sebuah rumah kecil pertama kali dibangun untuk janda miskin di halaman yang diperuntukkan bagi gereja ”.
Singkat cerita setelah jemaat berhasil membangun, maka mereka kembali mengumpulkan uang dan dibantu oleh sejumlah orang Belanda Kristiani serta beberapa donatur sehingga bisa membangun gedung gereja di Wero yang sekarang bernama GKJ Patemon di Gombong tersebut.
Yang menarik disimak bukan sekedar informasi berharga yang memberikan keterangan penting mengenai perkembangan jemaat Kristiani di Gombong dan kapan bangunan gereja didirikan namun seberapa sensitifitas umat yang berani berniat membangun rumah ibadah hanya untuk seorang janda miskin (arme weduwe)? Saya tidak terfikir jika peristiwa nyata ini terjadi di masa kini, nampaknya tidak mudah untuk dilakukan yaitu mengakhiri pembangunan gereja pembangunan hanya demi seorang janda miskin.
Istilah melayani para janda (Ibr: Almanah ) dan anak yatim (Ibr: yatomim ) sebagaimana memberikan sedekah, merupakan istilah yang juga kurang populer dalam lingkungan “Gereja Kristen”. Pengaruh Teologi Sukses yang menjadikan kekayaan materi sebagai ukuran bahwa seseorang telah sungguh-sungguh memberi dan meningkat dengan berlimpah, mengakibatkan isu mengenai relevansi pelayanan terhadap para janda dan anak yatim menjadi terabaikan.
Peristiwa menarik yang saya kutip di atas mengingatkan kita bagaimana seharusnya Gereja sebagai persekutuan umat yang telah ditebus dan sekaligus sebagai sebuah institusi keagamaan menaruh perhatian terhadap pelayanan para janda maupun anak-anak yatim. Kitab TaNaKh atau Perjanjian Lama menuliskan sabda Tuhan demikian
"Seseorang janda atau anak yatim janganlah kamu tindas. Jika kamu memang menindas mereka ini, tentulah Aku akan mendengarkan seruan mereka, jika mereka berseru-seru kepada-Ku dengan nyaring. Maka murka-Ku akan bangkit dan Aku akan membunuh kamu dengan pedang, sehingga isteri-isterimu menjadi janda dan anak-anakmu menjadi yatim" (Kel 22:22-24)
“Belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!” (Ya 1:17)
“Janganlah menindas janda dan anak yatim, orang asing dan orang miskin, dan janganlah merancang kejahatan dalam hatimu terhadap masing-masing.” (Zak 7:10)
Bagaimana dengan ajaran Yesus dan rasul-rasulnya terkait para janda dan anak yatim? Yakobus 1:27 menuliskan demikian, “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Tuhan, Bapa kita, mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga agar dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia”
Ketika saya kuliah Teologi di Yogakarta, masih tergiang pelajaran mengenai Tri Tugas Gereja yaitu Marturia (kesaksian), Koinonia (persekutuan) serta Diakonia (pelayanan kesejahteraan). Apakah gereja kita hanya menekankan pertobatan orang-orang untuk mengikut Yesus dan masuk gereja? Itu baik namun itu baru aspek marturia . Apakah gereja kita menekankan kesalehan dan menjauhi perbuatan tercela? Itu baik namun itu baru aspek koinonia . Apakah gereja kita memiliki program yang menaruh perhatian pada nasib para janda dan anak-anak yatim?
Saya terkagum-kagum saat menemukan sebuah sekolah swasta non Kristen yang membebankan biaya pendidikan ketika anak yang masuk bersekolah di sana berstatus anak yatim piatu. Bagaimana dengan gereja dan yayasan berbasis Kristiani?
Marilah kita menjadikan pelayanan terhadap para janda dan anak yatim, sebagai bagian integral dari pelayanan Kristiani. Khususnya bagi institusi gereja yang telah mapan secara organisasi dan ekonomi.
Jika kita menaruh perhatian terhadap apa yang Tuhan YHWH Sang Bapa Surgawi di dalam Yesus Sang Mesias dan Sang Putra serta Junjungan Agung Yang Ilahi kehendaki –yaitu melayani para janda dan anak yatim- kita telah menyelaraskan diri dengan apa yang dikehendaki-Nya. Inilah Jalan YHWH dan inilah Jalan Mesias, jalan para nabi dan orang yang benar terdahulu
No comments:
Post a Comment