Bagaimana implementasi terhadap Torah dalam kehidupan umat Perjanjian Baru, jika memang tidak dibatalkan? Apakah kita harus melaksanakan sabat sebagaimana orang Yahudi? Apakah kita harus melaksanakan sunat, puasa, sedekah, sebagaimana diatur dalam Torah? Untuk memahami bagaimana Torah diberlakukan dalam konteks Perjanjian Baru atau dalam konteks kehadiran Mesias yang dijanjikan, yang telah mati dan bangkit dari kematian serta duduk disebelah kanan Bapa di Surga, marilah kita melihat beberapa rujukan teologis berikut.
Pertama, dalam Kisah Rasul 21:20 dijelaskan, “Pada keesokan harinya pergilah Paulus bersama-sama dengan kami mengunjungi Yakobus;semua penatua telah hadir disitu. Paulus memberi salam kepada mereka, lalu menceritakan dengan terperinci apa yang dilakukan Elohim diantara bangsa-bangsa lain oleh pelayanannya. Mendengar itu mereka memuliakan Elohim. Lalu mereka berkata kepada Paulus: Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara Torah”.
Ayat tersebut memberikan penegasan pada kita bahwa orang-orang Yahudi, segmen utama dalam pemberitaan Injil, banyak yang menjadi percaya, bahkan beribu-ribu. Mereka dengan kesungguhan memelihara Torah. Kata yang diterjemahkan “beribu-ribu” digunakan kata Murias yang bermakna “tidak terhitung jumlahnya sebagaimana laporan berikut:1
- (as a calculated number) ten thousand, myriad (Ac 19:19); angka yang dapat dihitung, sepuluh ribu, miriad [Kis 19:19]
- (as a non-calculated number) countless, cf the English idiom “zillions,” (Lk 12:1; Ac 21:20; Heb 12:22; Jude 14; Rev 5:11(2xs)); angka yang tidak terhitung, dengan idiom bahasa Inggris ‘zillion’ [Luk 12:1, Kis 21:20
- countless (Rev 9:16), for another interp; dismuriades muriadoun, tidak terhitung banyaknya (Why 9:16)
Kata yang diterjemahkan “rajin”, menggunakan kata “enthusiast, adherent, zealot (Ac 21:20; 22:3; 1Co 14:12; Gal 1:14; Tit 2:14; 1Pe 3:13) 2: antusias, sungguh-sungguh. Orang-orang Yahudi “yang tidak terhitung jumlahnya” dengan “sungguh-sungguh” atau “antusias” memelihara Torah. Apa artinya? Bahwa Torah tetap diberlakukan atau difungsikan sebagai standar iman dan moral pengikut Mesias. Yesus tidak membawa agama dan kitab yang baru. Yesus menegaskan apa yang tertulis dalam Torah mengenai diri-Nya. Yesus selalu menunjuk pada Torah sebagai standar perilaku orang beriman (Luk 4:1-13).
Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Kekristenan masa kini. Rata-rata publik Kekristenan tidak mengerti keberadaan Torah bahkan cenderung meremehkan Torah dan memahaminya sekedar ritual yang legalistik yang telah digantikan dengan hukum kasih yang diajarkan Yesus. Pengikut Mesias Abad 1 Ms adalah orang Yahudi yang tidak terhitung banyaknya dan setia, antusias, sungguh-sungguh memelihara Torah. Konsekwensi logisnya, mereka tetap beribadah Sabat sebagaimana diatur dalam Torah, melaksanakan doa tiga kali sehari sebagaimana diatur dalam Torah, melaksanakan hari-hari raya yang diperintahkan Yahweh dalam Torah, melaksanakan sunat sebagaimana menjadi perjanjian Yahweh dengan keturunan Abraham secara daging, dll.
Kedua, Dalam Sidang di Yerusalem sekitar tahun 50 Ms (Kis 15:19-21) ditetapkan suatu keputusan mengenai Goyim (non Yahudi) yang percaya pada Mesias sbb : “Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Tuhan, tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan ditiap-tiap kota dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat"
Ayat diatas memberikan penjelasan pada kita bahwa orang percaya non Yahudi jika beribadah bukan di gedung ‘gereja’ sebagaimana anggapan Kekristenan masa kini, namun di Sinagog. Kata yang diterjemahkan “rumah-rumah ibadat”, dalam naskah Yunaninya, Sunagogeis yang bermakna Sinagog-sinagog. Ini memberikan petunjuk historis bahwa Kekristenan non Yahudi berakar pada Yudaisme dan menempel pada Israel sebagai sumber spiritual. Non Yahudi yang telah percaya Mesias tetap menerima beberapa aturan yang bersumber dari Torah, yaitu (1) tidak makan daging yang dicemari berhala (2) menghindari percabulan (3) tidak makan daging yang mati dicekik (4) tidak makan darah. Mengapa hanya empat? Ini aturan transisi dan bukan keputusan final. Mereka akan belajar tentang berbagai auran lainnya mengenai Torah, di Sinagog. Dengan kata lain, untuk keperluan darurat, non Yahudi diperintahkan untuk memelihara empat aturan dsar dan untuk selanjutnya, mereka akan belajar lebih banyak mengenai aspek yang diatur dalam Torah, di Sinagog. Kedua pemaparan ayat diatas memberikan petunjuk pada kita bahwa Torah tetap memiliki relevansi di zaman Perjanjian Baru. Torah, dipelihara baik oleh Yahudi maupun non Yahudi yang telah mempercayai Yesus sebagai Mesias.
Bagaimana kita mengenali berbagai aspek penting dari Torah yang harus dipelihara oleh orang beriman? Dengan merujuk pada berbagai surat Rasul Paul, kita akan mendapatkan keterangan informatif mengenai pelaksanaan Torah dalam kehidupan orang beriman. Paulus memberikan rambu-rambu kepada Yahudi dan non Yahudi untuk melakukan Torah, dalam terang kematian dan kebangkitan Yesus dari kematian serta kenaikkan-Nya ke Sorga. Dalam sidang para rasul (dimana Paulus turut serta) diputuskan agar “tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Tuhan” (Kis 15:19). Tidak dengan serta merta bangsa non Yahudi melakukan secara literal berbagai aspek dalam Torah yang berhubungan dengan orang Yahudi. Sebagai contoh, pelaksanaan sunat. Tidak ada keharusan yang mengikat bahwa non Yahudi harus sunat sebagaimana orang Yahudi. Uraian mengenai hakikat sunat akan dibahas dalam tulisan yang terpisah. Rasul Paul memberikan penegasan mengenai pelaksanaan sunat bagi Yahudi dan non Yahudi, sbb :
- Orang yang dipanggil mengikut Yesus dalam keadaan bersunat, biarlah tetap mempertahankan tanda sunat dan jangan menghilangkannya. Bagi yang dipanggil tidak dalam keadaan bersunat, jangan menyunatkan dirinya (1 Kor 7:18-19)
- Orang non Yahudi yang percaya pada Yesus dianggap telah bersunat hati, karena telah menerima Yesus (Kol 2:11, Rm 2:26)
- Untuk beroleh pembenaran dan keselamatan sorgawi, bukan melalui sunat melainkan iman kepada Yahweh yang telah menyatakan diri-Nya dalam Yesus Sang Mesias (Rm 4:11, Rm 3:20)
- Yang terutama bukanlah bersunat atau tidak bersunat, melainkan iman supaya beroleh keselamataan surgawi (Gal 6:15, Gal 7:19)
- Keselamatan surgawi tidak membedakan bagi golongan yang bersunat dan tidak bersunat, karena Yesus telah mati dan bangkit dari kematian untuk mereka yang beriman pada-Nya (Kol 3:11)
- Jangan memaksa orang yang sudah percaya pada Yesus untuk menyunatkan dirinya karena hal itu berarti meremehkan pengorbanan tubuh Yahshua (Gal 6:12)
Bagaimana kita memahami surat-surat Paulus diatas yang seolah-olah mengecilkan nilai sunat dalam Torah? Perlu diketahui sebelumnya bahwa berbagai reaksi keras rasul Paulus yang nampak dalam berbagai suratnya merupakan “reaksi teologis” terhadap sikap beberapa golongan Farisi yang memaksakan kepada non Yahudi bahwa untuk mendapatkan keselamatan, harus melaksanakan sunat (Kis 15:1-2).
Rasul Paul bukan menentang sunat, karena dia pun menyunatkan Timotius (Kis 16:3). Ayah Timotius orang Yunani dan Ibunya Yahudi (Kis 16:1). Namun Paul menentang pemaksaan sunat terhadap non Yahudi dengan alasan keselamatan. Sunat memiliki nilai yang signifikan terhadap keturunan Abraham secara lahiriah (termasuk dirinya), karena sunat merupakan tanda perjanjian antara Yahweh dengan Abraham yang beriman (Rm 4:11). Namun sunat bukan tanda dan jaminan bahwa seseorang telah dibenarkan atau mendapatkan keselamatan. Maka bangsa non Yahudi tidak terlalu dibebani dengan sunat. Jika mereka menghendaki sunat, diperbolehkan, dengan catatan bukan untuk mendapatkan keselamatan. Jika tidak, maka tidak perlu dipaksa dan diintimidasi dengan mengatakan tidak mendapatkan keselamatan.
Bagaimana dengan aspek lain dari Torah, seperti Sabat, Tujuh Hari Raya, Tefilah, Berpuasa, Memelihara Hukum Kashrut ? Mengenai Sabat, Rasul Paul dan rasul-rasul lainnya tetap beribadah Sabat dan mengajar di hari sabat (Kis 13:14-15, Kis 14:1). Apa yang dilakukan para rasul meneladani Sang Guru, yaitu Yesus Sang Mesias sendiri yang dengan taat memelihara Sabat (Luk 4:16, Luk 14:1). Mengenai Tefilah tiga kali sehari, Para Rasul melaksanakan dengan taat sebagai bentuk disiplin rohani (Kis 3:10, Kis 10:3,9). Mereka meneladani Yesus yang juga melaksanakan Tefilah tiga kali sehari (Mrk 1:35, Mrk 6:46, Luk 6:12). Mengenai Tujuh Hari Raya (Im 23: 1-44), para rasul tetap memelihara ketetapan mengenai hari raya Paskah, Roti Tidak Beragi, Buah Sulung, Pentakosta, Pendamaian, Peniupan Sangkakala, Pondok Daun sebagaimana diatur dalam Torah (Kis 20:16, 1 Kor 16:8).
Rasul Paul meneladani Mesias yang juga melaksanakan hari-hari raya [Yoh 7:2]. Tujuh hari raya menunjuk pada kehidupan dan karya Sang Mesias (Kol 2:16-17) maka dari itu perlu dipelihara dalam terang Mesias yang telah bangkit dari kematian. Mengenai makanan Kashrut (yang diijinkan dimakan, Im 11:1-47) para rasul pun memelihara perintah tersebut. Ketika rasul Paul menerima penglihatan di Yope mengenai makanan tahor (bersih) dan tame (kotor) yang diperintahkan Yahweh untuk dimakan, dia menolaknya dengan mengatakan “Tidak, Tuhan, tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang kotor dan tidak bersih” (Kis 10:14). Dalam versi The Orthodoxs Jewish Brit Chadasha diterjemahkan sbb : “Namun Kefa berkata, ‘Chalilah li, Adonoi! Karena aku tidak pernah memakan basar pigul (daging yang kotor) atau sheketz tameh (hewan yang kotor, Im 11:4-8, 13-20; 20-25; Ul 14:3-20; Yehz 4:14)3. Demikian pula mengenai darah. Para rasul telah berketetapan bahwa orang-orang yang beriman (Maaminim) tidak diperbolehkan untuk memakan darah (Kis 15:20) karena memang darah bukan makanan atau minuman. Torah berkata bahwa darah adalah “nyawa mahluk” (Im 17:14, Kej 4:10), “terlarang” (Kej 9:4, Im 7:26, Im 19:26, Ul 12:16), “tindakan yang dikategorikan berdosa” (1 Sam 14:32, Yehz 33:25).
Demikianlah ulasan mengenai Torah dan Kasih Karunia. Kasih karunia tidak meniadakan Torah. Kasih karunia merupakan lengan lain dari Yahweh Bapa Surgawi selain lengan yang satu yaitu Torah. Baik Torah maaupun Kasih Karunia datang dari sumber yang sama, yaitu Yahweh. Yahweh mempercayakaan Torah melalui Musa, hamba-Nya. Yahweh mempercayakan Kasih karunia melalui Yesus Putra-Nya, Sang Firman, Sang Mesias. Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia dalam Yohanes 1:17 terkesan memisahkan dan mendudukan yang satu lebih tinggi dari yang lain. Dalam naskah Yunani tertulis, “oti ho nomos dia Mouseos edothe, he Kharis kai he Aletheia dia Iesou Christou egeneto”. Tidak ada kata “tetapi” (alla) dalam naskah Yunani. Ini menunjukkan pada kita bahwa baik Torah maupun Kasih Karunia merupakan perwujudan Kasih Yahweh bagi dunia yang telah jatuh dalam dosa Adam dan Hawa. Bahkan setelah kita menerima Yesus sebagai Mesias, kita pun tetap memelihara Torah dalam terang kematian dan kebangkitan-Nya dari kematian.
No comments:
Post a Comment