Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda berjumpa dan berjabatan tangan dengan seseorang yang sangat penting dan tersohor, entahkah di bidang politik, ekonomi, akademik di negeri ini? Katakanlah dia seorang presiden, menteri, gubernur, bupati, tokoh pendidikan bahkan artis? Anda bukan hanya senang namun bisa jadi Anda akan mengabadikan momentum tersebut dengan berfoto bersama dan selfie dengan mereka. Anda pun tentu akan bercerita pada teman-teman bahwa Anda bahagia karena dapat berjumpa secara pribadi dan mengenal lebih dekat dengan tokoh tersebut. Sebelum berjumpa dengannya Anda hanya melihat dan mendengar dari televisi atau koran serta majalah. Pengalaman yang berbeda Anda rasakan saat berjumpa langsung, berjabat tangan, berbincang-bincang bahkan berfoto bersama.
Demikian pula kisah Ayub dan sejumlah peristiwa yang menyakitkan yang harus dialaminya. Ayub dikenal karena kesalehannya terhadap Tuhannya dan kerap mendoakan keluarganya agar diberkati dan dilindungi. Bahkan ketika bencana demi bencana tiba melucuti kemuliaan Ayub, dia tetap setia pada Tuhannya hingga membuat kesal istrinya yang akhirnya melontarkan kalimat kasar, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Tuhanmu dan matilah!” (Ayb 2:9).
Bahkan ketika Ayub harus mendapatkan nasihat dan tudingan dari sahabat-sahabatnya, dia tetap bertahan. Namun karena Ayub manusia biasa, dia pun sampai pada batas kemampuannya bertahan dan setengah menyalahkan Tuhan dalam semua peristiwa yang dialaminya. Hanya setelah Tuhan menyampaikan sabda-Nya, Ayub terbuka dan mengalami pencerahan dan mencabut semua perkataannya yang keliru tentang Tuhan Yahweh. Ternyata, penderitaan telah mendatangkan pencerahan pada diri Ayub, sehingga pengenalannya tentang Tuhan semakin bertambah dengan mengatakan, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau”.
Penderitaan adalah keadaan sementara dan bukan pertanda kutukan Tuhan. Pemahaman positivistik dan positivisme yang dipopulerkan para penganjur Injil Kemakmuran kerap memanipulasi pernyataan Yesus “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10). Berangkat dari ayat ini lantas ditafsirkan secara sederhana dan dangkal serta hitam putih sbb: "miskin dan menderita" = "dikutuk Tuhan" dan "kaya dan sukses materil" = "diberkati Tuhan. Kata “kelimpahan” di sana diartikan secara materialistik belaka padahal kata “hidup” yang dipergunakan di sana bukan bios (hidup dalam kategori dunia fisik) melainkan zoe (hidup dalam kategori bernilai kekekalan). Dalam Kitab Perjanjian Baru kata yang diterjemahkan dengan “hidup” memiliki tiga kata Yunani yang berbeda makna dan kualitasnya yaitu Bios (Luk 8:14), Psuche (Mat 16:25), Zoe (Yoh 1:14;10:10). Padahal sudut pandang yang benar adalah sebagaimana diungkapkan dalam petikkan bait lagu yang dinyanyikan di gereja Protestan, “suka dan derita bergantian, memperkuat imanku” dan ini menggemakan kedaulatan Tuhan dalam memelihara kehidupan umat-Nya dalam segala situasi (Rm 8:28).
Ayub mengalami perjumpaan dan pengalaman pribadi dengan Tuhannya dalam penderitaan dan kesesakkan. Kita tidak perlu mencari-cari penderitaan untuk memperoleh pencerahan dan pengenalan yang intim dengan Tuhan namun saat kita diijinkan mengalami peristiwa yang pahit, bersiaplah untuk menerima kemuliaan yang menambah pengenalan kita akan Tuhan Yahweh.
No comments:
Post a Comment