Kekristenan kerap
dituding tidak memiliki syariat atau aturan, baik aturan ibadah, aturan
kehidupan keseharian mulai dari kelahiran hingga kematian bahkan pembagian
warisan.
Tudingan ini tidak sepenuhnya keliru karena masih banyak orang-orang
Kristen yang beranggapan bahwa kekristenan bukan agama dengan seperangkat
peraturan melainkan hubungan pribadi dengan Tuhan. Dibalik pemahaman yang
terlihat mulia ini justru bukan didasarkan pemahaman yang benar tentang iman
kristen.
Bukankah Yesus bersabda, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Luk 5:20). Jika kita membaca dengan seksama sabda Yeshua, maka beliaupun menegakkan syariat sebelumnya yaitu Torah karena beliau hadir bukan untuk meniadakkan Torah (Mat 5:17-18). Termasuk masalah warisan.
Sekalipun
Yesus mengalihkan kepada isyu ketamakan saat ada seseorang bertanya padanya
perihal pembagian warisan (Luk 12:13), itu dikarenakan penanya nampaknya bukan
hendak mendapatkan keadilan dalam pembagian warisan melainkan dilandasi
motivasi ketamakan (Luk 12:15).
Berbicara perihal warisan, Torah mengatur
perihal pembagian warisan sbb: Pertama,
warisan harus diturunkan pada anak kandung bukan anak sambung sebagaimana
dikatakan, “Tetapi datanglah firman
Yahweh kepadanya, demikian: "Orang ini tidak akan menjadi ahli warismu,
melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu” (Kej
15:4).
Kedua, anak sulung berhak
mendapat dua kali lipat sebagaimana dikatakan, “...maka pada waktu ia membagi warisan harta kepunyaannya kepada
anak-anaknya itu, tidaklah boleh ia memberikan bagian anak sulung kepada anak
dari isteri yang dicintai merugikan anak dari isteri yang tidak dicintai, yang
adalah anak sulung. Tetapi ia harus mengakui anak yang sulung, anak dari isteri
yang tidak dicintai itu, dengan memberikan kepadanya dua bagian dari segala
kepunyaannya, ...” (Ul 21:15-17).
Ketiga,
bila suami meninggal dan tidak memiliki anak laki-laki maka berpindah pada anak
perempuan (Bil 27:1-11) dan jika tidak berputra maka jatuh pada kerabatnya (Bil
27:8-11).
Prinsip pembagian warisan adalah keadilan dan jangan merugikan kedua
belah pihak yang dibagi atas dasar lebih menyukai yang satu daripada yang lain.
No comments:
Post a Comment