Siapa
yang dimaksudkan dengan “orang berdosa” dalam
kalimat, “...banyak pemungut cukai dan orang berdosa makan
bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya” (Mrk 2:15)? TaNaKh berulang kali menyebut istilah “orang berdosa” (khataim, Mzm 1:1; 51:15, Ams 23:17,
Pengk 8:12).
Orang-orang berdosa tentu saja mereka yang dikategorikan melakukan
pelanggaran Torah dan menyimpang dari nilai serta moral yang telah ditetapkan
untuk dipatuhi. Bisa jadi mereka penjudi, perampok, pemabuk, pezinah, penipu.
Dalam konteks Kitab Perjanjian Baru, orang-orang Farisi mengategorikan para
pemungut cukai termasuk orang-orang berdosa (hamartoloi, Luk 19:7). Sangat umum terjadi
bahwa penyelewengan merajalela di rumah cukai, seperti misalnya penindasan,
pemaksaan, dan suap atau pemerasan, serta pemfitnahan (Luk 3:13-14).
Pemungut
cukai yang setia dan adil begitu jarang didapati, bahkan di Roma, sehingga
Sabinus yang berhasil menjaga nama baiknya di rumah cukai, diberikan
penghormatan setelah kematiannya dengan prasasti yang berbunyi, Kalōs telōnēsanti (Di sini terbaring
seorang pemungut cukai yang jujur).
Sebab orang Yahudi memiliki kebencian khusus terhadap pemungut cukai
dan rumah cukai, yang bagi mereka merupakan penghinaan atas kebebasan bangsa
mereka dan tanda perbudakan mereka, dan oleh karenanya mereka melontarkan nama
buruk ke atas pemungut cukai, serta menganggap sebagai kejahatan besar bila
terlihat berada bersama mereka. Namun Yesus kerap kali
kedapatan berada di antara mereka, baik dalam sebuah percakapan maupun makan
bersama mereka (Mrk 2:16, Luk 7:37).
Namun apa yang dilakukan Yesus bukan sebuah
tindakkan untuk berkompromi dan membiarkan dosa merajalela dalam kehidupan
seseorang melainkan untuk memperlakukan mereka sebagai manusia yang butuh
perhatian, sentuhan, penghormatan. Lebih dari itu semua, Yesus memiliki
misi/tujuan yaitu untuk mengeluarkan mereka dari perbudakan dosa dan memasuki
kehidupan yang wajar sesuai sabda Tuhan.
Itulah sebabnya saat Yesus dituduh
“makan dengan orang berdosa” oleh orang-orang Farisi, beliau berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib,
tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan
orang berdosa” (Mrk 2:17). Kesucian dan kesalehan yang kita pelihara bukan
untuk menjauhkan kita dari hubungan sosial dengan orang berdosa. Sebaliknya
agar kita memahami dunia mereka dan membagi kasih-Nya.
No comments:
Post a Comment