Pesakh
14 Nisan 5780/8 April 2020 nampaknya menjadi sebuah penanda yang membedakan
dengan Pesakh sebelum atau sesudahnya. Perayaan Pesakh tahun ini ditandai
sebuah keprihatinan yang mendalam dikarenakan menyebarluasnya pandemi Covid-19
atau virus Corona sejak Februari 2019 yang bukan hanya meluluh lantakan Cina
sebagai negeri awal yang dinyatakan mengalami dampak terbesar pandemi ini namun
sudah menyebarluas sampai Eropa, Amerika, Asia bahkan Indonesia.
Sampai
kotbah ini dibuat, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia berdasarkan laporan www.worldometers.info telah
mencapai 1.276.732 kasus dengan
memakan korban jiwa sebanyak 69.529
jiwa dan orang yang mengalami kesembuhan sebanyak 265.956 jiwa. Adapun negara dengan kasus terbanyak mengalami
Covid-19 adalah Amerika dengan 336.851 kasus dan memakan korban kematian
sebanyak 9.620 jiwa. Angka kedua diduduki Spanyol dengan jumlah kasus 131.646
jiwa dan memakan korban 12.641 jiwa. Sedangkan Italia menduduki peringkat
ketiga dengan 128.948 kasus dan korban jiwa sebanyak 15.887 jiwa. Bagaimana
dengan Indonesia? Indonesia berada di urutan ke-38 dengan jumlah kasus 2.273
dan memakan korban jiwa sebanyak 198 orang.
Kasus
wabah yang mematikan penduduk dunia bukan kali ini saja. Tahun 1347-1351, Eropa
mengalami pagebluk yang dikenal dengan Black Death (Wabah Hitam) yang menghabisi
30% sampai 60% penduduk Eropa. Secara umum, wabah tersebut telah mengurangi
sekitar 475 juta penduduk menjadi 350-375 juta penduduk pada Abad ke-14 Ms. Wabah Kolera terjadi tahun 1817-1823. Pandemi
kolera pertama dimulai di Jessore, India, dan menyebar ke sebagian besar
wilayah dan kemudian ke daerah tetangga. Itu adalah yang pertama dari 7 pandemi
kolera utama yang telah menewaskan jutaan orang. Kemudian Flu Spanyol terjadi dari tahun 1918-1920 yang mulai menyebar di Amerika
Serikat, muncul di Afrika Barat dan Prancis, lalu menyebar hampir ke seluruh
dunia. Diperkirakan 50 sampai 100 juta orang di seluruh dunia meninggal.
Kemudian menyusul penyakit SARS pada
tahun 2002-2003 yaitu sindrom pernapasan akut yang parah adalah penyakit yang
disebabkan oleh salah satu dari 7 coronavirus yang dapat menginfeksi manusia. Kemudian
virus Ebola tahun 2014-2016 di
sebuah desa kecil di Guinea pada tahun 2014 dan menyebar ke beberapa negara
tetangga di Afrika Barat.
Siklus
kasus pandemik bisa terjadi sewaktu-waktu dan dari waktu ke waktu. Teknologi
kedokteran modern yang sudah ditemukan membantu meminimalisir jumlah korban
berbagai penyakit modern yang berkembang namun tidak mampu mengeliminir
keberadaan wabah dan penyakit.
Kenyataan
ini memperlihatkan betapa kemampuan manusia modern terbatas dan betapa
rentannya kehidupan diluluhlantakkan bukan hanya oleh kekuatan alam namun
kekuatan non alam termasuk melalui virus, bakteri yang menyebabkan pandemi
mematikan.
Apa
yang bisa kita lakukan di tengah-tengah situasi mengerikan bahkan dapat
mematikan ini? Bukankah korban kematian karena Covid-19 tidak pandang bulu.
Covid-19 tidak memandang agama, ras, suku, semuanya berotensi mengalami wabah
bahkan mengalami kematian. Bukankah kita sudah mendengar seorang pendeta yang
terjangkit virus Covid-19 dan telah meninggal namun kemudian menulari 200-an
umatnya yang tersisa?
Dimanakah
Tuhan dan kuasa-Nya jika demikian? Bukankah Tuhan telah berjanji jika menyebut
dan memanggil nama-Nya serta berlindung pada-Nya akan mendapatkan keluputan dan
terbebas dari malapetaka dan wabah penyakit? Jika orang beriman saja dapat
mengalami tertimpa wabah, bagaimana dengan orang yang tidak beriman?
Sebaiknya
kita menunda pertanyaan-pertanyaan eksistensial di atas. Jika Anda dan kita
semua dapat mengalami penyakit yang paling ringan seperti influenza dan batuk,
maka mengapa kita harus mempertanyakan kuasa Tuhan yang dianggap tidak mampu
memberikan perlindungan?
Jika
Anda dan kita semua pernah mengalami kecelakaan lalu lintas entah ringan atau
berat, maka untuk apa kita bertanya mengenai kuasa dan perlindungan Tuhan?
Jika
kita berpotensi mengalami sakit penyakit – entah ringan ataupun berat – apakah
lantas kita disebut orang tidak beriman? Atau jika kita sudah beriman dan
mempercayai kuasa dan mukjizat Tuhan lantas kita tidak mungkin sama sekali
tidak dapat disentuh oleh sakit penyakit? Atau jika kita sudah beriman dan
mempercayai kuasa dan mukjizat Tuhan namun masih dapat terjangkit penyakit
apakah berarti Tuhan tidak berkuasa lagi?
Ada
banyak hal yang tidak bisa sepenuhnya kita mengerti mengapa semua itu harus
terjadi. Kesalahan kita adalah memastikan dan memutlakan segala sesuatu
termasuk penafsiran kita terhadap Tuhan dan kuasa-Nya. Hanya Tuhan yang mutlak
dan absolut.
Itulah
sebabnya dikatakan dalam Firman Tuhan, "Hal-hal
yang tersembunyi ialah bagi YHWH
Tuhan kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan
bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala
perkataan hukum Taurat ini" (Ul 29:29). Ada “hanistarot” (yang tersembunyi) dan “haniglot” (yang disingkapkan). Yang tersembunyi adalah sebuah
kawasan yang tidak bisa kita masuki karena kita tidak mampu memahami dengan
keterbatasan akal pikiran kita.
“Kenapa harus mereka yang terpilih untuk
menghadap?”, demikian penggalan lirik lagu Ebiet G. Ade
yang berjudul, “Masih Ada Waktu”. Apakah para pendeta, rohaniawan yang secara
luar biasa oleh Tuhan di bidang kesembuhan Ilahi dapat menjawab semua
pertanyaan eksistensial itu manakala mereka mengalami hal menyakitkan yang
dialami orang-orang lain? Jika mereka tidak bisa menjawab maka disitulah batas
kemampuan mereka dan kita manusia dalam menyelami kebesaran Tuhan dan misteri
rencana serta rancangan-Nya.
Hari
ini, kita memasuki Pesakh 14 Nisan
5780 di mana kita melakukan peringatan terhadap dua peristiwa bernilai historis (bersejarah) dan soteriologis (keselamatan). Pertama, peringatan terbebasnya leluhur
Israel kuno dari perbudakan Mesir dan terluputnya dari tulah maut melalui
pengolesan darah anak domba di palang pintu rumah orang Israel. Kedua, peringatan penderitaan dan
kewafatan Yesus (Yahshua) Sang Mesias yang menggenapi nubuatan para nabi
untuk membebaskan umat Tuhan dari perbudakan dosa yaitu maut.
Yahshua,
mengubah makna matsah (roti tidak
beragi) yang melambangkan penderitaan Mesir menjadi lambang dari “tubuh-Nya”
yang akan dikorbankan dan anggur menjadi lambang dari “darah-Nya” yang
ditumpahkan bagi penghapusan dosa umat manusia.
Namun
tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kita merayakan dalam sejumlah
keterbatasan. Kita tidak bisa melaksanakan jamuan Pesakh ini bersama-sama umat
yang lain dalam rumah ibadah melainkan dalam rumah-rumah tinggal kita
masing-masing.
Dalam
situasi yang diliputi ketidakpastian dan ketakutan ini, marilah kita menjadikan
momentum Pesakh 14 Nisan 5780 sebagai sebuah pembaruan dan deklarasi iman. Mungkin hari-hari kemarin kita
mengalami keterkejutan dan keguncangan iman melihat serangan virus yang
mematikan banyak orang. Perayaan Pesakh memperbarui keyakinan kita bahwa Tuhan
YHWH di dalam Yesus (Yahshua) Sang Mesias masih sanggup dan berkuasa untuk melindungi
umat yang dikasihi-Nya dan berseru kepada nama-Nya. Perayaan Pesakh
menghidupkan kembali pengharapan kita akan kasih dan kuasa serta
penyertaan-Nya.
Seperti
darah anak domba meluputkan anak sulung Israel dari maut, demikianlah kita
menaruh percaya bahwa darah Anak Domba berkuasa bukan hanya menghapus upah dosa
yaitu maut melainkan berkuasa untuk memberikan perlindungan terhadap wabah
malapetaka serta bencana sakit penyakit.
Jika
anak-anak Tuhan diijinkan mengalami sakit penyakit ini, percayalah kuasa Tuhan
akan memberikan pertolongan. Jikapun Tuhan mengijinkan yang lebih buruk terjadi
dari yang kita harapkan, bersikaplah seperti Sadrach, Mesakh, Abednego (sahabat
Daniel), “Jika Tuhan kami yang kami puja
sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang
menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak,
hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku,
dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirika itu” (Dan 3:17)
Marilah
kita memecah roti tidak beragi (matsah) dan meminum anggur dengan sebuah
keyakinan bahwa di dalam persekutuan terhadap penderitaan dan kematian Yesus (Yahshua) Sang Mesias di kayu salib dan kebangkitan-Nya yang akan kita peringati dalam
Perayaan Buah Sulung (Yom ha Bikurim), kita akan menerima perlindungan sejati.
Kita akan menerima kesembuhan. Kita akan mendapatkan kehidupan abadi.
Perayaan
Pesakh dengan memecah roti dan meminum anggur di rumah-rumah bersama keluarga,
secara langsung dan tidak langsung telah meningkatkan stamina spiritual dan
stamina mental kita sehingga kita siap dan sanggup menghadapi situasi
pertempuran menghadapi pandemi Covid-19 di yang menghantui negara dan kota
serta masyarakat kita.
Kiranya
YHWH, Bapa Surgawi dan Tuhan Pencipta langit dan bumi memberkati dan melindungi
kita dalam nama Yesus (Yahshua) Sang Mesias, Putra-Nya Yang Tunggal, Sang Firman Hidup,
Juruslamat kita. Kiranya pandemi Covid-19 segera berlalu dari negara dan kota
serta masyarakat kita sehingga kehidupan menjadi normal seperti sedia kala.
Pdt. Teguh Hindarto, S.Sos., MTh.
No comments:
Post a Comment