Peristiwa kelahiran Yesus sebagaimana dilaporkan dalam Lukas 2:1-20 masih menjadi topik perdebatan tiada habisnya di antara umat Kristiani. Di beberapa group media sosial masih sering terjadi silang sengketa menyatakan pendapatnya yang paling benar perihal kapan tepatnya Yesus lahir. Apa yang diperdebatkan? Frasa, “Hari ini telah lahir bagimu Juruslamat” (Luk 2:11). Kapankah tepatnya yang dimaksudkan dengan "hari ini?"
Pandangan mainstream (arus utama) meletakkan
Tanggal 25 Desember sebagai hari kelahirannya. Namun demikian pandangan ini
kerap dituding sebagai pengaruh tanggal kelahiran Dewa Matahari bangsa Romawi
yang diubah menjadi hari kelahiran Yesus dikarenakan Kaisar Konstantinus naik
tahta dan menjadikan Kekristenan agama negara.
Sejumlah pandangan baru berkembang seiring tumbuhnya komunitas Messianic Judaism/Messianic Jewish (yaitu orang-orang Yahudi yang telah menerima Yeshua namun tetap mempertahankan adat istiadat Yahudi) dan Hebrew Root Christian (yaitu komunitas Kristen yang merespon pemahaman dan ajaran komunitas Messianic Judaism/Messianic Jewish dan melakukan sejumlah praktik peribadatan dengan mengedepankan aspek-aspek Semitik Yudaik). Komunitas Messianic Judaism/Messianic Jewish dan Hebrew Root Christian meyakini Yesus lahir pada bulan September akhir atau Oktober awal bertepatan dengan perayaan Pondok Daun (Sukot). Bahkan di Indonesia ada juga gereja yang merayakan kelahiran Yesus Sang Juruslamat pada bulan Maret dengan mengajukan sejumlah dalil dan bukti dari teks Injil.
Persoalannya, Kitab Injil tidak memberikan penjelasan eksplisit perihal tanggal dan bulan Yesus lahir selain konteks sosial politik dan sosial budaya yang melatarbelakangi kelahiran Yesus. Namun demikian, kelahiran Yesus bukan peristiwa mitologis melainkan peristiwa historis yaitu, “Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia...” (Luk 2:1).
Kita mengetahui dari catatan sejarah
bahwa Kaisar Agustus memerintah dari tahun 63 sM – 14 Ms namun kapan peristiwa
sensus itu dilaksanakan? Disitulah perdebatan terjadi sampai hari ini.
Masing-masing kelompok memiliki argumen dan perhitungannya masing-masing dengan
titik berangkat teks dan ayat yang sama.
Terlepas dari semua perdebatan dan apa yang kita yakini. Satu hal tidak dapat disangkal bahwa Yesus sudah lahir sebagiaman dikatakan:
οτι ετεχθη υμιν σημερον σωτηρ ος εστιν χριστος κυριος εν πολει δαυιδ
Hoti etechthe humin semeron Soter, hos estin Christos Kurios en polei David
כי היום ילד לכם מושיע אשר הוא המשיח האדון בעיר דוד׃
Ki hayom yulad Moshi'a asher hu ha Mashiakh ha Adon ba'ad dor
Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Mesias (Kristus), Tuan di kota Daud
Yesus lahir dengan satu maksud dan tujuan Ilahi. Apakah itu? Lahirnya “Juruslamat” (soterios) sebagai sebuah “kesukaan besar” (charan megalen). Mengapa kelahiran Juruslamat, Mesias, Tuan di kota Daud yaitu Betlehem menjadi sebuah kesukaan besar bagi dunia? Karena peristiwa itu telah dinubuatkan ratusan tahun sebelumnya oleh para nabi dan menjadi sebuah pengharapan bagi umat Israel.
Salah satu nubuat itu tertulis dalam Mikha 5:1 sbb: "Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala".
Nubuat ini secara detail memprediksikan kota kelahiran dan apa yang dilakukannya kelak serta sifat keilahian dan kemanusiaan dari seorang yang dinantikan oleh bangsa Israel. Sosok Yesus dalam Kitab Injil benar-benar memenuhi keseluruhan detail nubuat tersebut dan nubuat-nubuat yang tersebar dalam Kitab TaNaKh (Torah,Neviim, Ketuvim atau Kitab Perjanjian Lama).
Masih banyak nubuat-nubuat lainnya dalam TaNaKh yang merujuk pada figur Mesias (Yang Diurapi) dan terpenuhi dalam diri Yesus dari Nazaret.
Kembali kepada frasa "hari ini" yang masih diperdebatkan hingga kini. Apapun perbedaan perhitungan untuk menentukan kapan yang dimaksudkan "hari ini", hendaklah tidak menutupi fakta bahwa Mesias telah lahir ke dunia. Sang Firman Tuhan telah menjadi manusia dan berdiam di antara kita (Yoh 1:14).
Sungguh tidak elok jika setia jatuh 25 Desember justru dijadikan momentum silang sengketa mempersoalkan kelahiran Sang Juruslamat. Bukankah lebih baik dan bijaksana sebagai umat Kristiani yang tidak mempercayai kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember turut berbahagia dan memberikan ucapan selamat kepada mereka yang meyakini dan merayakannya? Bukankah memang Yesus telah lahir? Yang berbeda hanya penetapan kapan Yesus lahir ke dunia.
Tanpa kelahiran tidak ada kewafatan dan
kebangkitan serta kenaikan ke sorga dari Sang Juruslamat kita, Yesus Sang
Mesias (Yahshua ha Mashiakh). Oleh karena itu, sebagaimana kewafatan dan
kebangkitan serta kenaikan Yesus diperingati sebagai peristiwa monumental dalam
kehidupan spiritual umat Kristiani, maka kelahiran sebagai pembuka semua karya
Mesianis yang akan dilakoni (kematian dan kebangkitan serta kenaikan)
selayaknya diperingati dengan khusyuk dan khidmat.
Marilah kita hayati kembali maksud dan tujuan Ilahi ini sebagai sebuah pesan bagi dunia yang gelap telah menerima terang. Kelahiran Sang Juruslamat adalah Kabar Baik bagi dunia. Itulah sebabnya saat malaikat menjumpai para gembala dan bersabda, dalam teks Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani dituliskan ευαγγελιζομαι (euanggelizomai) yang artinya "Aku menyampaikan Kabar Baik". Dunia saat ini dipenuhi dengan kabar buruk tentang perang, kelaparan, wabah penyakit, pemanasan global dll. Dunia selalu membutuhkan kabar baik. Kelahiran Yesus adalah Kabar Baik (euanggelion).
Perayaan kelahiran Sang Juruslamat (terlepas adanya sejumlah perbedaan pemahaman perihal tepatnya kelahiran Yesus) hendaklah menjadi momentum bagi kita bersama untuk membawa terang ajaran Yesus pada dunia yang dikuasai kegelapan. Janganlah hendaknya pesan dan makna kehadiran Sang Firman yang menjadi manusia tertindih oleh hingar bingar perayaan penuh pesta pora.
Sudah menjadi rahasia umum – khususnya di negara Barat – bahwa “christmass” identik dengan “consumerism” dan kenyataan ini banyak membebani masyarakat yang tertekan dengan kehidupan sistem sosial budaya dan sosial ekonomi bercirikan kapitalisme ini.
Seseorang yang tidak terlalu religius dan tinggal di Belanda menuliskan kesannya mengenai “christmass” saat dirinya menghabiskan waktu berjalan-jalan di Amsterdam. Ada sebuah dekorasi lampu terpampang di atas bertuliskan, K. Shop. Never Stop (Kilo. Belanja. Tiada Henti). Dalam artikelnya yang berjudul, The Curse of Christmas Consumerism dia menulis sbb:
Karena ini adalah bagian dari dekorasi Natal, saya kira ini sekarang benar-benar semangat Natal. Dan ini adalah bagian yang paling tidak saya sukai. Konsumerisme tanpa akhir (The endless consumerism). Sebagian besar teman saya sudah mengeluh tentang Desember yang sangat mahal. Beberapa dari mereka mencelupkan ke dalam tabungan mereka (setidaknya bukan ke dalam hutang…) untuk dapat membayar seluruh kejahatan (shenagigans). Dan menurutku itu gila” (https://medium.com/live-your-life-on-purpose/the-curse-of-christmas-consumerism-8f5f1989842f).
Lain lagi dengan seseorang yang peduli dengan lingkungan dan perubahan iklim dan tinggal di Amerika dalam artikelnya berjudul, Don''t Let Consumerism Consume Your Holiday, menyoroti ekses konsumerisme dibalik “christmas” berupa pembakaran emisi karbon yang mempengaruhi iklim sbb:
Dengan Thanksgiving, Black Friday, dan Cyber Monday, hiruk-pikuk belanja liburan telah resmi dimulai di Amerika Utara (dan semakin meningkat di seluruh dunia - terima kasih, globalisasi). Dari sini hingga Tahun Baru, kami akan berbelanja online, bepergian ke mal, membuat dan memeriksa daftar Natal (dua kali) dan menemukan cukup uang untuk membeli semuanya.
Tapi semua barang itu belum tentu baik untuk planet ini. Seperti penambahan berat badan, stres, dan mabuk makanan yang kita alami setelah musim makan berlebihan, konsumerisme juga dapat memiliki efek berbahaya yang serupa pada kesehatan jangka panjang dunia kita (consumerism can have similarly harmful effects on the long-term health of our world) (https://www.earthday.org/dont-let-consumerism-consume-your-holiday/).
Kita hidup di abad di mana sistem kapitalisme telah menjadi sistem dan model ekonomi yang diterima luas. Kita tidak perlu menyangkal dan mengutuk sistem eknomi ini selain mengendalikan diri dan bijaksana membelanjakan uang untuk kebutuhan kita. Termasuk bijaksana membelanjakan uang di setiap perayaan keagamaan.
Perayaan kelahiran Sang Juruslamat seharusnya lebih berkarakter Kristiani daripada menekankan simbol-simbol kebudayaan luar yang bercorak konsumerisme dengan melakukan sejumlah kegiatan al., berbagi derma terhadap orang yang tidak mampu, mengunjungi panti asuhan dan para janda di rumah-rumah jompo. Setidaknya berbagi kebaikan dengan tetangga terdekat kita.
Di masa pandemi Covid-19, yang menjadi
kabar buruk bagi dunia, marilah kita membawa Kabar Baik dan Kabar Kesukaan
bahwa dalam Yesus Sang Mesias dan Juruslamat serta Junjungan Agung Yang Ilahi
ada kedamaian, kekuatan, keselamatan serta kesembuhan. Tuhan menolong kita.
No comments:
Post a Comment