Menjelang kewafatannya di kayu salib, sebait ucapan keluar dari mulut Yesus, "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Luk 23:34). Bagaimana mungkin kalimat tersebut dapat muncul dari seseorang yang telah mengalami hinaan dan hukuman yang tidak setimpal dengan apa yang dikerjakannya? Apakah Yesus mencuri sehingga layak dihukum? Apakah Yesus merampok dan membunuh sehingga harus dieksekusi mati? Bahkan sebelum penangkapan dan eksekusi, Yesus menjawab para prajurit Romawi yang hendak menangkapnya, “Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku duduk mengajar di Bait Tuhan, dan kamu tidak menangkap Aku” (Mat 26:55).
Orang yang mengalami luka dan sengsara di saat kematiannya, belum tentu ingat untuk mengampuni orang yang telah memperlakukannya secara tidak adil. Hanya kesedihan dan kekalutan bahkan meresa terdzolimi yang mungkin dipikirkannya. Namun Yesus melampaui batasan tersebut.
Dalam rasa sakit dan maut yang siap memisahkan roh dari tubuh, beliau menyampaikan kata-kata pengampunan. Ucapan Yesus di atas kayu salib memberikan pelajaran penting bagi kita untuk direnungkan. Pertama, mengampuni membutuhkan keberanian. Orang yang mengampuni bukanlah orang yang penakut dan takut menghadapi hukuman. Orang yang mengampuni adalah orang yang berani melawan dan melampaui batasan dirinya. Dia harus bergumul melawan keinginan dirinya untuk marah dan memusuhi serta mendendam pada orang yang menyakiti dirinya.
Kedua, pengampunan membutuhkan kekuatan. Orang yang mengampuni adalah orang yang kuat, bukan orang yang lemah. Dia memiliki kekuatan untuk melawan egosentrismenya yang menuntut balasan terhadap orang yang merancangkan kejahatan terhadap dirinya. Pengampunan digerakkan oleh kasih dan kekuatan Ilahi yang bukan hanya bersumber dari kekuatan diri sendiri.
Ketiga, pengampunan membebaskan. Mereka yang memberikan pengampunan pada orang yang bersalah dan meminta maaf adalah orang yang membebaskan dirinya dari belenggu kepahitan dan dendam yang merusak jiwa dan tubuh.
Peristiwa penyaliban dan kematian Yesus mungkin dianggap sebuah kegagalan dan kekalahan. Teriakan Yesus saat hendak menyerahkan nyawa-Nya kepada Sang Bapa mungkin dianggap kelemahan. Namun jika kita memahami dengan sungguh dari kedalaman hati, pernyataan Yesus di kayu salib yang memintakan pengampunan bagi orang-orang yang menyalibkan-Nya merefleksikan kekuatan yang luar biasa.
Yesus tidak sedang memperlihatkan kelemahan dan kekalahan. Sebaliknya Dia sedang memperlihatkan kekuatan dalam kelemahan. Kekuatan untuk memberikan pengampunan. Yesus telah memberikan teladan keberanian dan kekuatan melalui tindakkan memintakan pengampunan pada orang yang menyalibkan-Nya. Bagaimana dengan kita?
No comments:
Post a Comment