https://someonewise.blog
Kitab Pengkotbah, dalam bahasa Ibrani
disebut Qohelet. Sebagaimana pada
Pasal 1:1 kitab ini memperkenalkan sbb: דברי קהלת בן־דוד מלך בירושׁלם
Divre Qohelet ben Dawid melek birushaim (Inilah
perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem). Dalam Kitab Septuaginta
yaitu Torah, Neviim, Ketuvim (TaNaKh) dalam bahasa Yunani diterjemahkan Ecclesiastes yang artinya “orang yang
berkumpul” dari akar kata “memanggil”.
Kata Qohelet
sendiri memiliki sejumlah makna yaitu: (1) orang yang mengumpulkan pendengar,
sehingga disebut sebagai guru, pengkhotbah, pendebat, dll. (2) kiasan untuk
orang yang mengumpulkan kebenaran, seorang filsuf atau orang bijak (3) orang
yang mengumpulkan pendapat berbeda dan memutuskan mana yang lebih akurat
Kitab Pengkhotbah, seperti Kitab Ayub,
harus ditafsirkan secara keseluruhan. Ini adalah fokus berkelanjutan pada
ketegangan eksistensi manusia. Pengkotbah selalu menggunakan frasa תחת השׁמשׁ - takhat hashemesh (di bawah matahari)
untuk menggambarkan persoalan-persoalan eksistensial yang dihadapi manusia
dalam keseharian seperti penderitaan, pekerjaan, harapan, kematian, hikmat
Tuhan.
Demikian pula saat kita membaca
Pengkotbah 9:1-12, kita diajak untuk memahami kehidupan keseharian dengan penuh
hikmat. Salah satunya adalah mengenai kesamaan nasib manusia (מקרה אחד -miqreh ekhad). Entahkah orang benar orang fasik atau
orang najis dan orang tahir serta orang jujur orang pendusta semua bernasib
sama. Lho? Jika nasib manusia sama lantas untuk apa menjadi saleh dan benar
serta kudus? Untuk apa menjadi orang jujur dan berdedikasi jika nasib manusia
ternyata sama?
Pernyataan bahwa nasib manusia sama
(Pengk 9:2-3) bukan hendak mengajarkan bahwa tidak perlu menjadi orang saleh
dan jujur namun ayat ini sebenarnya hendak menghadapmukakan setiap orang pada
sebuah kenyataan hidup yang tidak bisa dihindari entahkan dia saleh atau fasik,
jujur atau dusta yaitu bahwa manusia itu berpotensi menerima kenyataan yang
pahit dan bukan hanya kenyataan yang manis belaka. Itulah sebabnya dikatakan
dalam Pengkotbah 9:12 sbb, “Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti
ikan yang tertangkap dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang
tertangkap dalam jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang
malang, kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba”
Apa yang dimaksudkan dengan לעת רעה - le’et ra’ah (waktu malang)? Itu bisa
berarti sakit penyakit, kehilangan pekerjaan, menjadi korban fitnah, menjadi
korban penipuan, mengalami kecelakaan bahkan kematian. Siapakah yang dapat
menghindari semua itu dan memilih hanya satu bentuk kehidupan yaitu
keberuntungan? Bahkan kita sebagai orang Kristen atau anak-anak Tuhanpun tidak
pernah dijanjikan untuk hanya menjalani satu model kehidupan yaitu keberhasilan
dan keberuntungan saja
Ingatlah sabda Tuhan dalam Yesaya 45:6-7
yang berkata: “Supaya orang tahu dari terbitnya matahari sampai
terbenamnya, bahwa tidak ada yang lain
di luar Aku. Akulah YHWH dan tidak ada yang lain, yang menjadikan terang dan
menciptakan gelap, yang menjadikan nasib
mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah YHWH yang membuat semuanya ini"
Ingatlah sabda Tuhan melalui rasul
Paulus dalam Roma 8:28 yang berkata: “Kita tahu sekarang, bahwa Tuhan turut
bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang
mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Tuhan”
Dari penjelasan inilah kita sekarang
dapat memahami bahwa nasib manusia itu sama, tidak bisa menghindari “waktu
kemalangan” dan sewaktu-waktu dapat menghampiri kehidupan kita dan mengganggu
kenyamanan perjalanan iman kita.
Jika nasib manusia sama – entah orang
benar atau orang fasik – yaitu berpotensi mengalami “waktu kemalangan” lantas
apa yang membedakan antara orang benar dan orang tidak benar dalam menyikapi
situasi tersebut? Pertama, ראה חיים - Reeh khayim alias menikmati kehidupan yang
diberikan kepada kita sebagaimana dikatakan, “Nikmatilah hidup dengan isteri
yang kaukasihi seumur hidupmu yang sia-sia, yang dikaruniakan YHWH kepadamu di
bawah matahari, karena itulah bahagianmu dalam hidup dan dalam usaha yang
engkau lakukan dengan jerih payah di bawah matahari” (Pengk 9:9). Nikmatilah
kehidupan yang ada dihadapan kita dan yang saat ini kita jalani, entah suka
atau duka, entah menyenangkan atau menyedihkan. Jalani dan hadapi serta nikmati
saja karena inipun adalah karunia YHWH kepada kita
Jangan sampai tersandera oleh rutinitas
hidup, baik itu pekerjaan ataupun permasalahan. Kita harus bisa menikmati hidup
sekalipun kita mungkin disibukkan oleh rutinitas pekerjaan ataupun dihantam
persoalan yang membebani.
Kedua, כל אשׁר תמצא ידך לעשׂות בכחך - Kol asher
timtsa yadka la’asyot bekokhaka (Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu
untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga –Pengk 9:10). Sekalipun kita
diperhadapkan pada kenyataan yang sama yaitu sama-sama tidak bisa menghindari
“waktu kemalangan” yang tidak pernah kita tahu kapan kita hadapi, namun
janganlah membuat kita menyerah pada nasib begitu saja. Kita harus aktif
berkarya dan bekerja untuk memperbaiki kehidupan selain untuk mendapatkan
pemenuhan kebutuhan keseharian kita
Dua perkara inilah yaitu “menikmati
hidup” dan “mengerjakan apapun yang bisa dikerjakan” yang harus dilakukan oleh
anak-anak Tuhan “dibawah matahari”, sekalipun suatu saat “waktu kemalangan”
akan menghadang. Menatap kehidupan dan menghadapinya dengan sukacita, penuh
penyerahan pada kuasa surgawi serta keberanian.
No comments:
Post a Comment