Setiap
barang selalu memiliki dua nilai dalam dirinya yaitu “nilai guna” dan “nilai
jual” atau “nilai ekonomi”. Nilai guna berbicara perihal fungsi dan kegunaan
sebuah barang atau benda. Pisau berfungsi dan berguna untuk mengupas,
menguliti, menyobek dll. Nilai ekonomi berbicara perihal harga sebuah barang
dalam kegiatan ekonomi dan pasar. Ini yang disebut dengan istilah “komoditas”
alias barang yang dapat diperjualbelikan. Pisau memiliki nilai jual karena ada
orang yang membelinya dan membutuhkannya sementara si pembeli tidak memiliki
pisau. Namun ternyata bukan hanya benda dan barang yang memiliki nilai guna dan
nilai jual, bahkan sejumlah situasi, kondisi, tindakan, peristiwa serta
perilaku keagamaan dapat menjadi sebuah nilai jual atau nilai ekonomi.
Kemiskinan sebagai kondisi bisa diubah menjadi nilai ekonomi oleh orang-orang
yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Tindakan seseorang yang kedapatan melakukan pelanggaran hukum atau pelanggaran
norma bisa memiliki nilai jual bagi sekelompok orang yang ingin memeras dan
memperoleh keuntungan pribadi. Ini yang diistilahkan dengan “komodifikasi”
alias proses menjadikan situasi, kondisi, tindakan, peristiwa serta perilaku
keagamaan menjadi sebuah “komoditas” yang mendatangkan nilai ekonomi. Bahkan
dalam keagamaanpun terjadi proses komodifikasi ini. Lihatlah sejumlah perilaku
suatu komunitas dan organisasi yang memperjualbelikan barang-barang yang
seharusnya memiliki nilai guna dalam ritual seperti “anggur” yang telah
didoakan dan diiklankan mendatangkan kesembuhan. Bukankah roti dan anggur dalam
Perjamuan Kudus selayaknya hanya dipergunakan saat itu untuk memperingati
kewafatan dan karya Mesianis Yesus dan bukan yang lain? Ada pula yang
mengiklankan dan menjual “darah Yesus”. Ada pula yang menawarkan kehebatan
pengkotbah dalam retorikanya atau kelebihannya di bidang kesembuhan. Ada pula
yang menawarkan kelengkapan fasilitas dan pelayanan gerejanya dibandingkan
gereja lainnya.
Efek kapitalisme global membentuk kultur atau kebudayaan
materialistik yang merasuk ke dalam kehidupan gereja modern sehingga ritual
ibadah mengalami komodifikasi. Ingatlah, ibadah bukanlah untuk mencari
keuntungan finansial sebagaimana dikatakan, “yang
mengira ibadah itu adalah suatu sumber keuntungan” (1 Tim 6:5)
No comments:
Post a Comment