Kapitalisme sebagai
sistem ekonomi sudah menjadi keniscayaan sejarah yang meresapi sendir-sendi
kehidupan ekonomi masyarakat dunia. Bahkan negara yang mengklaim ideologi dan
sistem ekonominya berbasis Komunisme saat inipun telah memeluk Kapitalisme
dalam kegiatan produksi dan perekonomiannya.
Salah satu dampak kapitalisme adalah
sikap hidup konsumer dan materialistik dan mengukur keberhasilan ekonomi
sebagai prestasi. Tidak mengherankan dibalik menjamurnya gereja-gereja yang
mengajarkan Injil Kemakmuran dan Teologi Sukses di Amerika yang juga mengimbas
ke Asia merupakan bagian dari gejala Kapitalisme yang telah menjadi norma
modern dalam kehidupan ekonomi.
Kapitalisme global bukan hanya mempengaruhi
pengajaran dalam gereja namun juga doa-doa yang dinaikkan. Doa yang dinaikkan
lebih ditujukkan dan ditekankan pada perolehan finansial, kesuksesan-kesuksesan
material, menuntut perubahan ekonomi melalui doa-doa yang diatasnamakan iman.
Doa meminta berkat finansial bukanlah sesuatu yang keliru sebagaimana Yesus
mengajarkan, “Berikanlah pada hari ini
roti (makanan) bagi kami” (Mat 6:11) namun bukan berarti doa hanya berfokus
pada meminta dan meminta pemenuhan kebutuhan yang bersifat material ataupun
kesuksesan material melainkan sebuah percakapan intim dengan Tuhan agar terjadi
sebuah transformasi kehidupan dan perilaku sebagaimana dikatakan oleh Brad
Young dalam bukunya, Meet the Rabbis: Rabbinic Thought and the
Teaching of Jesus, “Di dunia modern, tinimbang memfokuskan pada
kebutuhan pribadi, perhatian lebih dalam doa selayaknya ditujukkan untuk
menyingkirkan kebingungan, merenungkan Kitab Suci, konsentrasi satu fokus dan
mengarahkan hati pada surga, mendengar keheningan hadirat Tuhan dan mendengar
dari Tuhan. Dengan kata lain doa seharusnya merupakan peningkatan energi hidup
menuju tujuan keilahian yang lebih luhur melalui pencarian makna perjalanan
rohani dalam melayani panggilan Tuhan” (2007:14).
Doa bisa keliru dan doa
yang keliru (kakos aitesthe, Yun)
adalah doa yang hanya lahir dari hawa nafsu (hedone, Yun). Marilah kita berdoa bukan untuk memuaskan hawa nafsu
berupa ketamakkan mendapatkan segala sesuatu yang memuaskan keinginan kita melainkan
menjadi sarana untuk membangun komunikasi dan intimasi serta mendengar suara
dan hikmat Tuhan yang mengubah kesadaran dan perilaku kita agar menjadi lebih
baik.
No comments:
Post a Comment