Turbulensi adalah perubahan kecepatan aliran udara yang sering terjadi pada skala kecil, jangka waktu yang pendek, serta acak. Dengan kata lain, ketika kecepatan aliran udara dan/atau arah pergerakannya berubah dengan cepat, maka pada saat itu dapat dikatakan telah terjadi turbulensi udara (Wagtendonk, 2003).
Gangguan
pada pergerakan udara atau turbulensi ini dapat terjadi pada area yang berawan
ataupun yang tidak berawan. Tingkat keparahan turbulensi secara langsung
tergantung daripada kecepatan berapa aliran udara itu berubah. Tidak hanya itu,
ada juga persepsi yang berkembang bahwa bobot pesawat yang masuk ke dalam
turbulensi itu juga mempengaruhi tingkat keparahannya.
Pesawat dengan bobot
ringan tentu akan menerima dampak yang lebih ringan ketimbang pesawat berbobot
berat ketika keduanya masuk ke dalam tingkat turbulensi tertentu (yang sama). Tingkat turbulensi tidak sama mulai dari tahap ringan
sedang hingga berat yang mengakibatkan kecelakaan yang mematikan pada pesawat.
Bukan hanya pesawat yang dapat mengalami turbulensi tapi kehidupan manusia
terkadang harus mengalami turbulensi. Turbulensi itu bisa datang dari pekerjaan
(pemutusan hubungan kerja, pemecatan, persaingan bisnis yang keras), rumah tangga
(perselisihan, perselingkuhan, perceraian), kondisi fisik (sakit penyakit yang
tiba-tiba menyergap).
Turbulensi dalam kehidupan digambarkan dalam kata yom
tsara (hari kesesakkan) sebagaimana dikatakan dalam Amsal 24:10, “Jika engkau tawar hati pada masa
kesesakan, kecillah kekuatanmu”. Sebagaimana seorang pilot harus dapat
mengatasi berbagai turbulensi yang terjadi dalam pesawat yang dikendarainya
sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap keselamatan seseorang demikianlah
setiap anggota rumah tangga khususnya kepala rumah tangga harus dapat mengatasi
situasi saat turbulensi datang.
Kepanikkan hanya semakin memperparah kondisi
dan menyebabkan kehancuran yang tidak seharusnya terjadi. Oleh karenanya saat
turbulensi kehidupan terjadi (yom tsara
– hari kesesakkan) maka sikap yang tepat akan menghasilkan kekuatan dan
stabilitas serta mengembalikan normalitas. Istilah “tawar hati” atau lebih
tepatnya “bersikap lemah” (hitrapita) maka akan menghasilkan kekuatan yang
kecil dan tidak maksimal untuk menghadapi turbulensi kehidupan.
Jangan
menghindari masalah dan jangan mencari-cari masalah namun saat masalah tiba
maka hadapilah...
No comments:
Post a Comment