Keledai favorit seorang
pria jatuh ke dalam sebuah lubang yang dalam. Dia tidak bisa menarik keledai
tersebut keluar, tidak peduli seberapa keras ia mencobanya. Oleh karena itu, ia
memutuskan untuk mengubur keledainya hidup-hidup.Tanah mulai ditimbun ke lubang
tempat keledai berada dari atas.
Keledai yang merasa tertimpa tanah,
menggoyangkan tubuhnya untuk menjatuhkan tanah di atas tubuhnya, dan melangkah
di atas tanah tersebut. Tanah berikutnya ditimbun kembali ke dalam lubang.
Keledai itu mengibaskan kembali tubuhnya dan menaiki tanah tersebut. Semakin
tanah ditimbun, semakin tinggi tanah tersebut naik. Menjelang siang, keledai
itu dapat keluar dari lubang, lalu merumput di padang rumput hijau. Hidup itu
bagai mata pedang dan kepingan uang.
Tidak hanya satu sisi saja. Ada suka ada
duka, ada derita ada bahagia, ada kesulitan ada kemudahan, ada kegagalan ada
keberhasilan. Keduanya kesatuan dari kepingan uang dan kesatuan dari ketajaman
pedang.
Beberapa orang kerap menghindari yang namanya kesukaran dan kegagalan. Mengapa mereka menghindari? Karena kegagalan itu menyakitkan. Karena kesukaran
itu melelahkan. Beberapa orang hanya menginginkan satu kepingan kehidupan yaitu
kesuksesan, kekayaan, keberhasilan, kenyamanan.
Padahal jika diteropong dengan
seksama, kesuksesan dan kekayaan seseorang (terlepas ada sejumlah orang yang
meretas dan menyintas dengan melakukan pekerjaan yang tidak halal) hanyalah
penampakkan terakhir dirinya di puncak pendakian. Namun orang tidak
memperhatikan seberapa banyak orang yang telah mencapai puncak melewati rute
pendakian dan seberapa banyak tempat yang bisa menjebak dan menjatuhkannya
berhasil dilewatinya.
Oleh karena itu, saat kesulitan dan persoalan datang,
disitulah ada sebuah kesempatan disediakan bagi kita untuk lolos dan keluar dari
jebakkan kesulitan atau justru semakin terpuruk dan terkubur dalam persoalan.
Seperti keledai yang terperosok, saat butiran tanah keputusasaann yang
dilemparkan sang tuan berniat menguburnya, dia justru mengibaskankan tanah yang
mengenai tubuhnya dan menepi untuk kemudian menaiki dan menjadikannya tangga
agar dia bisa sampai ke tepian lubang yang sanggup dia lompati.
Bukankah sudah
dikatakan, “...Pada waktu kamu dicobai Ia
akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”
(1 Kor 10:13). Ketika persoalan datang, fikirkanlah “jalan keluar” (ekbasis, Yun) yang telah disediakan
Tuhan agar kita temukan
No comments:
Post a Comment