Kita tentu pernah mendengar lirik lagu pujian sbb: “Tak pernah Tuhan janji/ Hidupku takkan
berduri/ Tak pernah Dia janji lautan tenang/Tetapi Dia berjanji kan selalu
sertaku/ Dan menuntun jalan hidupku slalu/ Janji-Nya Dia atur langkahku/
Janji-Nya Dia pegang tanganku……….dst.
Ya, hidup tidak selalu indah dan
menyenangkan. Sebagaimana roda berputar tidak selalu di atas. Ada kalanya di
bawah. Saat kita menengokkan wajah kita di jendela kereta api, kadang kita
melihat sawah menghampar dan padi menghijau meneduhkan mata dan jiwa. Namun ada
saatnya kita melihat pemandangan gersang membentang di pematang atau kumuh
sebuah kelompok masyarakat yang dilewati laju kereta.
Mazmur 23:1 mengatakan, “YHWH roi, lo ekshar” (Yahweh adalah
gembalaku, takkan kekurangan aku). Bahkan dilanjutkan dengan kalimat yang
memberikan janji-janji indah, “Dia membaringkan”, “Dia membimbing”, “Dia
menyegarkan”, “Dia menuntun”. Kalimat yang mengindikasikan keberhasilan,
kemenangan, kenyamanan bukan? Namun saat membaca Mazmur 2:4, “ki elek be ge tsalmawet” (Sekalipun aku berjalan
dalam lembah kekelaman). Apa artinya? Ada saatnya kenyamanan kita terusik,
kemapanan kita tergoncang. Kita diijinkan memasuki “lembah kekelaman” (situasi
krisis).
Menjadi orang Kristen bukan berarti kita tidak tersentuh penderitaan dan krisis. Tidak selalu berkemenangan dan berhasil terus menerus. Yang membedakan adalah sikap kita dalam merespon dan menghadapinya.
Haruslah kita menguatkan
iman dan pengharapan serta berkata, “aku
tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang
menghibur aku”. Sikap ini muncul dikarenakan kita percaya bahwa Tuhan
YHWH adalah Gembala kita dan Yesus Sang Mesias Juruslamat kita, sehingga
sekalipun kita mengalami krisis, pada akhirnya kita tetap tidak akan
berkekurangan (lo ekshar).
Kita tengah menutup akhir hari dan akhir tahun. Kita
tidak pernah tahu keberuntungan dan kerugian apa yang akan menantikan di hari
depan. Kita tidak perlu menyombongkan keyakinan kita tentang hari esok (Yak
4:13).
Semua kemungkinan akan terjadi sebagaimana telah terjadi sebelumnya
(suka-duka atau untung-rugi). Yang terpenting adalah keyakinan pada Tuhan dan
penyandaran sepenuhnya pada penyertaan-Nya agar kita senantiasa siap bukan
hanya untuk menerima kebaikan melainkan keburukkan sekalipun tidak kita
inginkan (Yes 45:7). “Biarlah hatimu hidup
untuk selamanya” (Mzm 22:26)
No comments:
Post a Comment