Amsal 24:10
Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang
bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung
banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang
tampak seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu, orang itu
menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan
seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil
segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana
rasanya..”, ujar Pak tua itu. “Pahit.
Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping. Pak Tua itu,
sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga
di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan,
dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu, lalu
kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu,
dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan
telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga
ini, dan minumlah”. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata
lagi, “Bagaimana rasanya?”. “Segar.”,
sahut tamunya. “Apakah kamu merasakan
garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi. “Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda dan berkata, “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan,
adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa
pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita
rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu,
akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan
tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan
dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu
menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Hatimu, adalah wadah itu.. Jadi, jangan
jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam
setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”.
Yang terpenting bukan banyaknya problem namun bagaimana hati kita merespon
problem hidup karena respon hati kita menentukkan tindakan kita (Ams 24:11).
No comments:
Post a Comment