Saat Tuhan YHWH menciptakan manusia, Dia bersabda:
ויברא אלהים את־האדם
בצלמו בצלם אלהים ברא אתו זכר ונקבה ברא אתם
ויברך אתם אלהים ויאמר
להם אלהים פרו ורבו ומלאו את־הארץ וכבשׁה ורדו בדגת הים ובעוף השׁמים ובכל־חיה הרמשׂת
על־הארץ׃
(wayibra
Elohim et ha Adam betsalmo betselem Elohim, bara oto zakar uneqevah bara otam.
Wayevarek otam Elohim wayyomer lahem Elohim, pru urevu umilu et haarets
ukivsuha uredu bidgat khayim uve’of hashamayim uvekol khayah haromeshet ‘al
haarets - Maka Tuhan menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar
Tuhan diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Tuhan memberkati mereka, lalu Tuhan berfirman
kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap di bumi - Kej 1:27-28). Melalui pembacaan teks di atas, kita akan menelaah
beberapa hal penting sbb:
Makna Istilah “Adam”
Sebutan “ha Adam” (האדם) dalam
bahasa Ibrani memiliki beberapa pengertian. Pertama, menunjuk pada “Manusia”
yang diciptakan Tuhan baik laki-laki maupun perempuan, sebagaimana dijelaskan
dalam Kejadian 1:27. Hal ini ditegaskan kembali dalam Kejadian 5:2 sbb:
זכר ונקבה בראם ויברך אתם ויקרא את־שׁמם אדם ביום הבראם (zaqar uneqebah beraam wayevarek
otam wayiqra et shemam Adam, beyom hibaram - laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka. Ia memberkati mereka dan memberikan nama ‘Manusia’
kepada mereka, pada waktu mereka diciptakan). Kedua, menunjuk pada manusia
laki-laki pertama yang diciptakan Tuhan sebagaimana dikatakan: וייצר יהוה
אלהים את־האדם עפר מן־האדמה ויפח באפיו נשׁמת חיים ויהי האדם לנפשׁ חיה (wayitser YHWH
Elohim et ha Adam afar min ha Adamah, wayipakh beapaiw nishmat khayim wayehi ha
Adam lenefesh khayah - ketika itulah YHWH Tuhan membentuk manusia itu dari debu
tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu
menjadi makhluk yang hidup – Kej 2:7). Ketiga, menunjuk pada nama diri
manusia laki-laki setelah bagian dalam dirinya (rusuknya) diambil dan
diciptakan menjadi pasangan hidupnya sebagaimana dikatakan, וישׁמעו את־קול
יהוה אלהים מתהלך בגן לרוח היום ויתחבא האדם ואשׁתו מפני יהוה אלהים בתוך עץ הגן׃ (wayishme’u et
qol YHWH Elohim mithalek bagan, leruakh hayom, wayyithabe ha Adam weishtto
mipeney YHWH Elohim betok ets hagan - Ketika mereka mendengar bunyi langkah YHWH
Tuhan, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,
bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap YHWH Tuhan di antara
pohon-pohonan dalam taman – Kej 3:8).
Arti nama “Adam” sendiri sebagaimana dijelaskan
dalam Kejadian 2:7 berasal dari kata “Adamah” yang artinya “tanah”. Adapun nama
istri Adam dinamai oleh Adam dengan sebutan “Khawah” yang artinya “kehidupan”
sebagaimana dikatakan, ויקרא האדם שׁם אשׁתו חוה כי הוא היתה
אם כל־חי (wayyiqra ha Adam shem ishtto Khawah, ki hi
hayeta im kol khay -Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab
dialah yang menjadi ibu semua yang hidup – Kej 3:20).
Makna Istilah “Gambar dan Rupa
Tuhan”
Dalam Kejadian 1:26 dikatakan, “wayyomer Elohim, naasyeh adam betsalmenu kidemutenu…” (dan
berfirmanlah Tuhan, marilah kita menjadikan manusia berdasarkan gambar dan
keserupaan dengan Kita). Kata Ibrani “tselem” (צלמ) bermakna
“gambar/lukisan yang menyerupai aslinya” (1 Sam 6:5), “patung yang menyerupai
aslinya” (Bil 33:52, Yekhz 16:17). Septaginta menerjemah “tselem” dengan “eikona”
(εικονα - gambar). Sementara kata “demut” (דמות) bermakna
“keserupaan atau kemiripan dengan aslinya” (Yekhz 8:2, 2 Rak 16:10), “setara
dengan aslinya” (Yes 40:18). Septuaginta menerjemahkan demut dengan “homoisin”
(ομοιωσιν - kemiripan, kesehakikatan).
Arti bahwa manusia adalah gambar dan keserupaan
dengan Tuhan, bahwa manusia merupakan mahluk ciptaan yang menampilkan kemuliaan
Tuhan. Kemuliaan Tuhan tersebut, nampak dalam tiga perkara, yaitu: Pertama,
hakikat manusia, yaitu ciptaan yang bukan terdiri dari unsur tanah belaka namun
yang dihembusi “nefhes khaya” (nafas kehidupan) oleh Tuhan. Dalam Kejadian 2:7
dikatakan, “wayyitser Yahweh et ha adam
afar min ha adaman, wayipakh beapaiw nishmat khayim, wayehi haadam lenefesh
khaya”. Manusia dicipta dari unsur tanah, namun dia mulia karena dihembusi
nafas Tuhan, sehingga dia menjadi jiwa yang hidup. Manusia bukan sekedar mahluk
yang ada hanya karena dikatakan “yehi” (ada) maka “yehi” (ada) seperti binatang
dan tummbuhan. Manusia dibentuk dan diambil dari unsur bumi namun diberi
kemuliaan karena memiliki “nishmat Elohim” atau “nafas Tuhan”. Inilah yang
menyebabkan manusia memiliki dua kesadaran, yaitu kesadaran akan Tuhan di dalam
batin atau rohnya dan kesadaran akan alam semesta di dalam jiwa serta
pancaindra tubuhnya. Kedua, mandat manusia, yaitu
menerima mandat penatalayanan bumi dan mengelolanya, baik darat dan lautan.
Dikatakan dalam Kejadian 1:26 sbb: “…wayirddu
bidgat hayyam ubeof hashamayim uvabehema uvekal haarets uvekal haremesy
haromesy al ha arets” (supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala
binatang melata yang merayap di bumi). Ayat ini adalah sebuah mandat yang
diberikan pada manusia sebagai ciptaan yang mulia untuk “memerintah” (rada)
atas bumi dan seisinya sesuai dengan hakikat dirinya sebagai ciptaan yang mulia
dan bukan “mengeruk kekayaan alam sepuas-puasnya”.
Makna “Zaqar” dan “Neqebah”
Saat Tuhan menciptakan manusia menurut Rupa dan
Gambar-Nya, mereka telah dibedakan berdasarkan jenis kelamin mereka sebagaimana
dikatakan, ויברא אלהים את־האדם בצלמו בצלם אלהים
ברא אתו זכר ונקבה ברא אתם׃ (wayibra
Elohim et ha Adam betsalmo betselem Elohim, bara oto zakar uneqevah bara otam -
Maka Tuhan menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Tuhan
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka, Kej 1:27). Menariknya, jika pembedaan jenis kelamin manusia
dibedakan dengan istilah “zakar” (זכר) dan
“neqebah” (נקבה) dalam Kejadian 1:27, maka
dalam Kejadian 2:23 dipergunakan istilah “ish” (אישׁ) dan
“ishah” (אשׁה), sebagaimana dikatakan: ויאמר האדם
זאת הפעם עצם מעצמי ובשׂר מבשׂרי לזאת יקרא אשׁה כי מאישׁ לקחה־זאת (wayyomer ha
Adam, zot hapa’am etsem meatsamay ubasyar mibeshari, lezot yiqqare ishah, ki
meish luqohah zot - Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab
dialah yang menjadi ibu semua yang hidup).
Apa perbedaan antara “zakar” dan “neqebah” (Kej
1:27) dan “ish” dan “ishah” (Kej 2:23)? Istilah “zakar” dan “neqebah” lebih
menunjuk pada fungsi seksual serta organ reproduksi sementara istilah “ish” dan
“ishah” lebih menunjuk pada pasangan dari seseorang yang bersifat setara,
sejajar, sederajat. Kita akan buktikan bahwa istilah “zakar” dan “neqebah”
lebih menunjuk pada fungsi seksual serta organ reproduksi, karena kedua istilah
ini bukan hanya ditujukan pada manusia belaka melainkan pada hewan sebagaimana
dikatakan: “Dan dari segala yang hidup,
dari segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang ke dalam
bahtera itu, supaya terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau; jantan dan
betina harus kaubawa” (Kej 6:19). Perhatikan frasa “jantan dan betina harus
kaubawa” dipergunakan זכר ונקבה יהיו (zakar uneqevah yihyu). Dengan demikian istilah “zakar”
dan “neqebah” dapat dipergunakan untuk manusia dan hewan serta ditujukkan untuk
menamai organ dan fungsi seksual mahluk ciptaan Tuhan, entah manusia ataupun
hewan.
Sementara istilah “ish” dan “ishah” hanya
dipergunakan untuk manusia dan bermakna suatu pasangan yang menjalin relasi
atau hubungan yang setara, sederajat. Oleh karenanya kemudian istilah “ish” dan
“ishah” bukan hanya diterjemahkan laki-laki dan perempuan namun “suami” dan “istri”
sebagaimana dikatakan: “Sebab itu seorang laki-laki (אישׁ - ish) akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya (אשׁה -ishah), sehingga keduanya menjadi
satu daging”
(Kej 2:24).
Secara filosofis istilah “ish” dan “ishah” mengandung
makna bahwa keduanya tidak akan lengkap dan utuh jika tidak ada kehadiran satu
dengan yang lainnya. Manusia laki-laki dan perempuan saling melengkapi satu
dengan yang lainnya, khususnya dalam ikatan pernikahan. Kehadiran manusia
laki-laki dan perempuan yang saling melengkapi satu sama lain dirumuskan
kembali dalam Kejadian 2:18 sbb: "Tidak
baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan dia." Apa arti “penolong yang sepadan?”.
Untuk mendapatkan pemahaman mengenai istilah tersebut kita merujuk pada teks
berbahasa Ibrani yang menuliskan dengan istilah ezer kenegdo (עזר כנגדו) . Kata Ibrani ezer (עזר) muncul
dan diterjemahkan dalam Kitab Suci menjadi “penolong” namun tidak pernah
satupun mengindikasikan hubungan yang bersifat hirarkhis dan manipulatif serta
penundukkan (1 Raj 20:16, 2 Raj 14:26, Ayb 29:12, Mzm 30:11, Yes 31:3). Kata
Ibrani yang menunjukkan sifat hirarkhis dan ketundukkan adalah eved (hamba, budak -Kel 21:2, Mzm
116:16) dan shifkhat (hamba,pembantu,
budak perempuan - Kej 16:3). Banyak orang yang memahami perempuan, istri
sebagai obyek dari laki-laki, suami. Obyek hawa nafsu seksual, obyek pemerasan,
obyek kekerasan, obyek penindasan, obyek penipuan, dll. Namun Kitab Kejadian
2:18 memberikan penegasan bahwa perempuan, istri bukan obyek. Dia subyek dalam
rumah tangga yang setara dengan lelaki, suami. Kata neged dalam frasa ezer
kenegdo, bermakna “di hadapan”, “sesuai”, “cocok”.
Maka arti kehadiran
perempuan dalam rumah tangga seorang lelaki adalah penolong, pendamping yang
sejajar, setara, sesusai, cocok dengan dirinya (Band. Istilah Ish: Laki-laki dan Ishah: Perempuan). Dengan kata lain, keberadaan lelaki, suami,
tanpa seorang perempuan, istri tidaklah lengkap. Kehadiran perempuan dalam
kehidupan lelaki adalah untuk melengkapi kekurangan lelaki. Memperlakukan
perempuan sebagai pribadi yang dikuasai sepenuhnya, perlakuan kasar, perlakuan
represif justru menempatkan perempuan menjadi eved (hamba, pembantu, budak). Laki-laki, suami harus memperlakukan
istrinya sebagai ezer kenegdo dalam
mendayung bahtera rumah tangga dan menyelesaikan semua persoalan-persoalan
dalam hidup karena keberadaan keduanya saling melengkapi dan saling mengisi
seperti ungkapan syair berikut: “Wanita
diciptakan dari tulang rusuk pria/ bukan dari kepalanya untuk menjadi atasan/
bukan pula dari kaki untuk dijadikan alas,/ melainkan dari sisinya (tulang
rusuk) untuk menjadi mitra sederajat/ dekat pada lengannya tuk dilindungi / dan
dekat dihatinya tuk dicintai….. .”
Perintah Bereproduksi, Memenuhi,
Menaklukkan Bumi
Tujuan Tuhan YHWH menciptakan manusia dengan jenis
kelamin yang berbeda adalah untuk bereproduksi dan menghasilkan generasi
penerus yang diistilahkan dengan kata Ibrani “pru” (פרו) atau
“berbuah” yang oleh Lembaga Alkitab
Indonesia (LAI) diterjemahkan dengan “beranak cuculah”. Generasi yang
dihasilkan oleh manusia laki-laki dan perempuan akan “memenuhi bumi” yang
dipergunakan bahasa Ibrani “milu” (מלאו)
yang artinya “penuh”. Generasi yang semakin banyak dan memenuhi bumi ini
menerima mandat untuk mengelola bumi dengan istilah “kivshuha uredu” (וכבשׁה ורדו)
yang secara literal dapat diterjemahkan, “taklukan dan memerintahlah atas bumi”.
Apa yang kita lihat hari ini memperlihatkan kebenaran sabda Tuhan bahwa manusia
telah berhasil menaklukan dan menguasai, mengendalikan, mengatur, memerintah
bumi ciptaan Tuhan melalui perkembangan pengetahuan dan teknologi, sekalipun
melalui pengetahuan dan teknologi pula manusia mulai merasa menjadi dewasa dan
ingin menjauhkan Tuhan dari kehidupan mereka sehari-hari sebagaimana yang
terjadi di dunia Barat paska Renaisance (Abad 15 Ms) dan Aufklarung (Abad 18 Ms).
“Zaqar” (laki-laki)
dan “Neqevah” (perempuan) adalah prasyarat keberlangsungan reproduksi manusia
di bumi. Manusia tidak akan mampu memenuhi bumi dan menaklukan dan menguasai
serta memerintah bumi jika organ reproduksinya sejenis saja. Oleh karena itulah
Tuhan menciptakan manusia itu berpasangan dan berlainan jenis organ seksual dan
reproduksi serta disebut dengan laki-laki dan perempuan. Sebagai manusia yang
diciptakan berdasarkan “Gambar” dan “Rupa” Tuhan, marilah kita memenuhi dan
menaklukan bumi melalui ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai anugrah Tuhan
yang telah dipercayakan pada kita dengan tujuan membawa manfaat bagi banyak
orang dan bukan untuk merusak alam ciptaan Tuhan. Perintah “menaklukan dan berkuasa
atas bumi” bukan bermakna melakukan eksplorasi habis-habisan kekayaan alam dengan
mengabaikan keberlangsungan dan keberlanjutan ekologis demi tujuan penumpukkan
kapitalistik yang masif dan rakus. Perintah “menaklukan dan berkuasa atas bumi”
bermakna kita berkewajiban mengeksplorasi dan mengelola kekayaan alam demi
keberlangsungan kehidupan umat manusia dan bukan demi kebinasaan umat manusia.
No comments:
Post a Comment