Jika kita mendengar kata
“dupa” ( קְטֹ֥רֶת - qetoret) dan “kemenyan” ( לְבֹנָֽה - levonah), ingatan kita segera dihubungkan dengan aktivitas
ocultisme atau perdukunan. Apalagi jika kita melihat tayangan film-film bertema
horor di Indonesia, figur dukun selalu muncul dengan pakaian hitam atau keris
serta dupa mengepul.
Namun dupa dan kemenyan memiliki keutamaan sebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci TaNaKh dan Perjanjian Baru. Keutamaan itu bukan hanya sekedar media penghrum ruangan namun bagian dari peribadatan. Kemenyan dalam TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) diterjemahkan dari kata Ibrani Levonah dari kata dasar Lavan. Kata ini juga berhubungan dengan sebuah daerah yang bernama Lebanon.
Namun dupa dan kemenyan memiliki keutamaan sebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci TaNaKh dan Perjanjian Baru. Keutamaan itu bukan hanya sekedar media penghrum ruangan namun bagian dari peribadatan. Kemenyan dalam TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) diterjemahkan dari kata Ibrani Levonah dari kata dasar Lavan. Kata ini juga berhubungan dengan sebuah daerah yang bernama Lebanon.
Kemenyan menjadi
sumber kekayaan para pedagang yang menempuh jalan perdagangan kuno dari Arabia
Selatan ke Gaza dan Damsyik (Yes 60:6). Kemenyan diperoleh dari getah berwarna
putih/ kuning muda diperoleh dari menoreh kulit kayu. Rasanya pahit tetapi
baunya harum.
Kemenyan menjadi salah satu unsur ukupan yang kudus (Kel 30:34)
dan dibakar pada saat korban sajian dipersembahkan (Imamat 6:15), kemenyan
tulen dibubuhkan di atas setiap susunan roti sajian di Kemah Suci (Im 24:1-2).
Kemenyan merupakan yang menyenangkan panca-indera (Kid 3:6; 4:6,14) juga
merupakan lambang kegiatan ritual ibadah (Mal 1:11). Kemenyan yang
dipersembahkan oleh orang Majus kepada Bayi Yesus (Mat 2:11) dipandang sebagai
lambang keimaman-Nya.
Dalam Kitab Perjanjian Baru (PB), kemenyan (λίβανον - libanon) emas ( χρυσoν - chruson) dan mur (σμύρναν - smurnan) pernah diberikan oleh orang Majus sebagai hadiah bagi bayi Yesus, “Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan
melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun
membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu
emas, kemenyan dan mur” (Mat 2:11).
Dari tamasya penggunaan kemenyan dalam
Kitab TaNaKh/Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru kita melihat bahwa
kemenyan adalah media yang menyimbolkan kekudusan, keharuman.
Bahkan doa-doa
orang kudus pun disimbolisasikan seperti kemenyan yang naik membubung ke sorga,
“Ketika Ia mengambil gulungan kitab itu,
tersungkurlah keempat makhluk dan kedua puluh empat tua-tua itu di hadapan Anak
Domba itu, masing-masing memegang satu kecapi dan satu cawan emas, penuh dengan
kemenyan: itulah doa orang-orang kudus” (Why 5:8). Dalam teks apokalipitik ini, "kemenyan" (θυμιαμάτων - thumiamaton) diartikan "doa orang-orang kudus" ( προσευχαὶ τῶν ἁγίων - proseuchai toon hagioon)
Marilah kita menjadi
orang-orang Kristiani yang mengeluarkan keharuman ajaran Mesias sebagaimana
wanginya dupa dan kemenyan.
No comments:
Post a Comment