Foto: https://thedailyguardian.com
Saya
gemar membaca berbagai buku, mulai dari genre Teologi, Filsafat, Sosiologi,
Arkeologi, Sejarah, Sastra termasuk Biografi orang-orang besar dan orang-orang
yang mengalami kesuksesan dalam hidup mereka.
Ketika
kita melihat kehidupan seseorang yang sukses secara material, sesungguhnya kita
hanya melihat ujung dan muara dari kehidupan seseorang. Lalu kita mulai
membayangkan alangkah indah dan menyenangkannya kehidupan orang tersebut
sehingga kitapun membayangkan seandainya kita berada dalam posisi orang
tersebut.
Namun
kita belum melihat awal atau hulu dan hilir kehidupan seseorang yang mengalami
kesuksesan. Apakah kesuksesannya merupakan sebuah barang jadi atau telah
melewati sebuah proses yang melelahkan? Di sinilah pentingnya membaca biografi
seseorang yang telah mengalami kesuksesan dalam kehidupan.
Dari
beberapa buku yang saya baca, khususnya beberapa orang yang mengalami
kesuksesan material sebagai pengusaha ternyata mereka memulai dengan sebuah
kehidupan yang tidak serta merta mapan secara finansial.
Ada
yang memulai sebagai sebuah keluarga yang miskin ada yang memulai sebagai
keluarga yang pas-pasan. Mengalami bagaimana rasanya kesulitan keuangan,
hinaan, ketidakmampuan membeli apa yang diinginkan. Namun karena kombinasi ketekunan,
kerja keras, disiplin, manajemen keuangan, menjalin jejaring pertemanan maka
seseorang akhirnya bangkit dari nothing
menjadi something.
Kalau
dihitung-hitung sejumlah pengalaman seseorang mendapatkan kesuksesan tidak ada
yang seragam. Ada yang mencapai keberhasilan pada usia 20, 30, 40 bahkan 50
tahun. Apapun kisah keberhasilan mereka, satu kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri bahwa mereka pernah mengalami masa-masa suram, masa-masa yang sulit
dan penuh dengan keprihatinan.
Kenyataan
ini membantu kita untuk memahami apa yang dituliskan dalam Mazmur 90:10 sbb, “Masa
hidup kami tujuh puluh tahun dan jika
kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan
penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap”. Frasa
Ibrani werohbam a’mal weawen
(kebanggannya adalah kesukaran dan penderitaan) bukan hendak mengatakan bahwa
kehidupan manusia hanya melulu berisikan penderitaan dan kesukaran serta tidak
ada kebahagiaan sama sekali. Sebaliknya, ayat ini hendak memberitahukan pada
kita bahwa kehidupan yang kita jalani dalam kurun masa tertentu, entah 70 atau
80 bahkan lebih, kerap didominasi oleh kenyataan hidup yang tidak selalu kita
inginkan dan harapkan.
Seorang
anak yang biasa bepergian diantar kenadaraan mewah orang tuanya tiba-tiba
berubah drastis menjalani kehidupan yang sulit setelah orang tuanya bermasalah
secara hukum sehingga harus mengalami penyitaan aset. Sebuah fase kehidupan
yang sukar dimulai dan membutuhkan waktu untuk mendapatkan kembali kemewahan
dan kenyamanan.
Kebahagiaan
sebuah rumah tangga tiba-tiba terampas manakala sang ayah sebagai kepala rumah
tangga dan penopang hidup rumah tangga terpapar Covid-19 yang menghilangkan
nyawanya sehingga seorang ibu harus memulai sebuah pekerjaan baru untuk
melanjutkan kehidupan kedua anaknya yang masih kecil.
Contoh-contoh
di atas memperlihatkan betapa kemalangan tidak pernah memilih akan menghampiri
siapa dan setiap orang tidak pernah memikirkan apalagi merencanakan sebuah
kehidupan yang penuh kesukaran dan penderitaan, namun kesukaran dan penderitaan
itu bisa datang merusak dan meninggalkan lubang menganga dalam hati kita. Inilah
makna frasa Ibrani werohbam a’mal weawen
(kebanggannya adalah kesukaran dan penderitaan).
Kita
telah menutup tahun 2022 dan memulai tahun 2023. Kita tidak pernah tahu apa
yang akan terjadi dan kita alami di tahun 2023. Sebagaimana di tahun sebelumnya
kita mengalami kenyataan yang disebut “kesukaran dan penderitaan”, bisa jadi di
tahun yang baru kita akan berjumpa kembali dengan “kesukaran dan penderitaan”,
karena itu melekati kehidupan manusia.
Namun
bagi kita anak-anak Tuhan, orang-orang yang beriman pada sabda Sang Jurusmalat,
berbagai kesukaran dan penderitaan bukanlah sebuah penghalang untuk mendapatkan
keberhasilan, kesuksesan, kebahagiaan. Kesukaran dan penderitaan hanyalah
bagian lain dari kehidupan untuk melengkapi sebuah kesempuraan.
Orang-orang
berhasil dan sukses tidak ada satupun yang tidak mengalami kesukaran dan penderitaan.
Demikian pula kita harus melihatnya bahwa kesukaran dan penderitaan membuat
kita menjadi semakin dewasa secara mental dan spiritual dan cakap menghadapi
berbagai persoalan dalam kehidupan sebagaimana dikatakan dalam Ibrani 12:11, “Memang
tiap-tiap ganjaran (paidea, didikan) pada
waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi
kemudian ia menghasilkan buah kebenaran (karpon
eirenikon) yang memberikan damai kepada
mereka yang dilatih olehnya”.
Marilah
kita memasuki tahun 2023 dengan sebuah keyakinan bahwa dibalik berbagai
“kesukaran dan penderitaan” yang harus kita hadapi, kita senantiasa meminta
kasih setia, kuasa, kekuatan, mukzizat, sukacita, kedamaian yang daripada Tuhan
YHWH Sang Bapa Surgawi di dalam Yesus Sang Putra dan Juruslamat kita senantiasa
melimpahi dan menyertai hidup kita sebagaimana dikatakan dalam Mazmur 90:
14-15, “Kenyangkanlah kami di waktu pagi
dengan kasih setia-Mu, supaya kami
bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari
kami. Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas
kami, seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka”.
Senantiasalah
menaikan permohonan agar kita diberikan hati dan pikiran yang bijaksana dalam
melewati kehidupan sepanjang tahun yang baru ini sebagaimana dikatakan, Limnot yamenu ken hoda wenavi lebab khokmah (Ajarlah kami
menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana”
(Mzm 90:12). Dengan hati yang bijaksana kita diberikan kearifan menyikapi berbagai
persoalan sehingga tidak mudah jatuh pada pengambilan keputusan yang keliru.
Apapun
yang terjadi, tetaplah menjadikan Tuhan Yang Hidup, Tuhan yang Esa yaitu YHWH
Sang Bapa Surgawi di dalam Yesus sang Mesias, Sang Putra dan Junjungan Agung
kita Yang Ilahi menjadi pemandu dan perlindungan hidup kita sebagaimana
dikatakan Mazmur 90:1-2, “Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun. Sebelum gunung-gunung
dilahirkan, dan bumi dan dunia
diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah
Tuhan”.
Jika
kita berlindung pada yang tetap ada selamanya sebelum segala sesuatu ada dan
akan tetap ada sekalipun yang lain menjadi tidak ada, maka ketika kita
diizinkan berjumpa dengan kesukaran dan penderitaan, kita tidak akan dikalahkan
dan dibinasakan melainkan kita tetap diberikan kekuatan untuk mengalahkan dan
berkemenangan.
No comments:
Post a Comment