Bagian Kedua
Dalam bagian pertama tulisan ini, kita telah mengkaji secara kritis bahwa sebutan Kurios atau Adon bagi Yesus selayaknya diterjemahkan dengan Tuan atau Junjungan Agung. Konsekswensi logis dari pemahaman di atas, bahwa “Tuan Yesus dapat mengalami kematian sebagai manusia”, “Tubuh Tuan Yesus yang mati, dapat dikafani”. Artinya, Sang Firman yang telah menjadi manusia itu yang dijuluki “Tuan”, benar-benar logis jika mengalami kematian dan mayatnya dikafani. Namun jika “Tuhan mati” atau “mayat Tuhan dikafani”, maka akan menimbulkan pelecehan terhadap Tuhan Semesta Alam dan merendahkan hakikat-Nya yang kekal dan tidak nampak.
Apakah dengan menyebut Yesus sebagai “Tuan” atau “Junjungan Agung”, kita merendahkan hakikat Yesus yang adalah “Firman Tuhan?” apakah kita menyangkal Ketuhanan-Nya? Sekali-kali tidak! Dengan menyebut Yesus sebagai “Tuan”, kita menegaskan bahwa Dia merupakan pribadi atau sosok yang berkuasa, baik di bumi maupun di Sorga. Dengan menyebut Dia “Tuan”, kita menempatkan secara tepat panggilannya dalam kaidah tata bahasa. Dengan menyebut Yesus “Tuan”, kita menghilangkan skandalon (batu sandungan) terhadap komunitas Islam yang memiliki anggapan bahwa beberapa orang Kristen telah menyamakan begitu saya Isa dengan Allah yang dianggap sebagai Tuhan Pencipta.
Jika kita tidak meluruskan kerancuan penggunaan gelar “Tuhan” bagi Yesus, maka dalam pembacaan teks Kitab Suci, akan menimbulkan kekacauan terminologis an kekacauan teologis. Contoh berikut dapat memberikan gambaran. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemah 1 Korintus 8:6 sbb: “Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”. Di mana letak kerancuan tersebut? Dalam pemikiran seluruh penduduk Indonesia, khususnya komunitas Islam, “Allah” adalah nama diri atau personal name dari Tuhan Pencipta (Qs 20:14). Sementara istilah “Tuhan” adalah salah satu gelar penghormatan yang menekankan sifat kekuasaan Allah (Qs 49:26). Islam membedakan antara istilah “Ilah” dengan “Allah”. Allah adalah nama dari Ilah yang disembah kaum Muslim. Gelar lain yang setara dengan “Ilah” adalah “Rabb” yang diterjemahkan dengan “Tuhan” (Qs 19:36). Maka ketika pembaca Islam membaca teks 1 Korintus 8:6 menjadi binggung. Karena bagi mereka, Allah adalah Tuhan yang berhak menerima penyembahan dari umat-Nya. Penyebutan Yesus secara langsung dengan sebutan “Tuhan” (Rabb) tentu saja menimbulkan sandungan.
Jika kita membaca teks Aramaik dan Yunani 1 Korintus 8:6, maka dibedakan antara frasa, khad hu Elaha - eis Theos dan frasa wekhad Marya Yeshua -eis Kurious Iesous. Perhatikan istilah Aramaik Elaha dan Marya serta istilah Yunani Theos dan Kurios. Sangat jelas bahwa sebutan Elaha atau Theos ditujukan pada Bapa yang Roh ada-Nya dan sebutan Marya atau Kurios ditujukan kepada wujud manusia Yesus sebagai penjelmaan Firman. Dan sebutan Marya maupun Kurios, seharusnya diterjemahkan “Tuan”, sekalipun sebutan itu dapat ditujukan pada Pencipta maupun ciptaan.
Ada usaha-usaha yang dilakukan oleh beberapa komunitas Kristen, untuk menghilangkan penggunaan nama Allah dalam terjemahan Kitab Suci, dengan sebutan Tuhan. Namun dikarenakan mereka telah memiliki pra paham mengenai sebutan “Tuhan” bagi Yesus, maka ketika menerjemahkan 1 Korintus 8:6 mereka terjebak dalam kerancuan yang luar biasa kacau. Perhatikan terjemahan Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan yang diterbitkan mengatasnamakan Jaringan Pengagung Nama Yahweh sbb: “namun bagi kita hanya ada satu Tuhan saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”.
Di mana letak kerancuan yang luar biasa tersebut? Dengan adanya frasa, “satu Tuhan” yang ditujukan untuk Bapa dan frasa “satu Tuhan” yang ditujukan untuk Yesus, maka dapat menimbulkan persepsi bahwa ada “dua Tuhan” yang setara dalam keyakinan Kekristenan.
Kerancuan yang sama kita dapati ketika membaca Ibrani 7:14, “Sebab telah diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu apa pun tentang imam-imam”. Bagaimana mungkin Tuhan (Elohim/Theos) memiliki garis genealogis kesukuan dengan manusia? Terjemahan yang masuk akal dan wajar adalah, “Tuan kita (Adonenu/Kurios) berasal dari suku Yahuda”.
Paham Arianisme dan Nestorianisme muncul dikarenakan kegagalan memahami aspek Keelohiman Sang Firman yang menjadi manusia Yesus. Paham Cyrilisme muncul dikarenakan kegagalan memahami aspek kemanusiaan Yesus sebagai perwujudan Sang Firman YHWH. Paham Marcionisme muncul dikarenakan kegagalan memahami relasi Ontologis antara Yesus Sang Firman dengan YHWH Sang Bapa yang berkarya dalam sejarah Bangsa Israel, maka penyebutan Yesus dengan sebutan “Tuhan” dan bukan “Tuan”, dikarenakan kegagalan memahami konteks istilah Adon, Kurios, Marya, Lord yang ditujukan bagi Yesus Sang Mesias.
Namun demikian, sebutan “Tuan” dan “Junjungan Agung” serta “Junjungan Agung Yang Ilahi”, tidak bisa dipergunakan secara konsisten diseluruh penerjemahan teks Kitab Perjanjian Baru. Harus ada pengelompokkan dan kategori penyebutan yang tepat.
Saya memberikan kategorisasi demikian: Pertama, untuk penyebutan Yesus sebagai “Tuan”, selayaknya dituliskan dalam seluruh terjemahan atau saat membaca Kitab Injil Sinoptik yang mencerminkan sifat antropologis. Mengapa? Karena semua orang yang bercakap-cakap dengan Yesus, baik para murid maupun orang-orang yang simpati atas pengajaran-Nya, memahami sebutan dalam bahasa Ibrani “Adon” atau dalam bahasa Yunani “Kurios”, tiada lain bermakna “Tuan” atau “Seseorang yang memiliki kedudukan terhormat baik secara sosial maupun religius”. Contoh penerapan kata “Tuan” adalah percakapan Yesus dengan wanita Samaria yang hendak mengambil air sumur, sbb: “Kata perempuan itu kepada-Nya: "Tuan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?” (Yoh 4:11).
Kedua, untuk penyebutan Yesus sebagai “Junjungan Agung”, selayaknya dituliskan pada tulisan-tulisan rasuli yang bersifat soteriologis (penekanan pada fungsi penyelamatan). Rasul Paul berkata, “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa (Yesus) adalah Junjungan Agung, dan percaya dalam hatimu, bahwa (Tuhan) telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Rm 10:9). Demikian pula dalam Kisah Rasul 16:29-31 diceritakan, “Kepala penjara itu menyuruh membawa suluh, lalu berlari masuk dan dengan gemetar tersungkurlah ia di depan Paulus dan Silas. Ia mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat, supaya aku selamat?" Jawab mereka: "Percayalah kepada Junjungan Agung (Yesus Sang Mesias) dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”. Jika Anda mengerti bahasa Yunani, kata “Tuan-tuan” dalam Kisah Rasul 16:30 dipergunakan kata ganti jamak Kurioi dari kata Kurios, sementara kata “Tuhan Yesus Kristus” dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, dipergunakan kata ganti tunggal Kurion dari kata yang sama yaitu Kurios. Namun mengapa LAI menerjemahkan kata “Kurios” yang satu dengan “Tuan” sementara yang satu dengan “Tuhan?” Ini suatu inkonsistensi. Maka seharusnya secara literal (harafiah) kata “Kurios” dalam Kisah Rasul 16:30-31 sama-sama diterjemahkan “Tuan”. Namun karena kita sebagai orang yang mempercayai Yesus sebagai Mesias Putra Tuhan, memahami hakikat Yesus sepenuhnya, maka formula soteriologis ini sebaiknya diterjemahkan dengan “Junjungan Agung”.
Ketiga, untuk penyebutan Yesus sebagai “Junjungan Agung Yang Ilahi”, selayaknya dituliskan tulisan-tulisan Rasuli yang bersifat doksologis (pemuliaan, pengagungan). Rasul Paul berkata, “namun bagi kita hanya ada satu Tuhan saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Junjungan Agung Yang Ilahi saja, yaitu Yesus Sang Mesias, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (1 Kor 8:6). Demikian pula dalam formulasi doksologis berikut: “Itulah sebabnya Tuhan sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: " Yesus Sang Mesias adalah Junjungan Agung Yang Ilahi," bagi kemuliaan Tuhan) Bapa!” (Fil 2:9-11).
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
ReplyDelete"Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui."
Al Qur'an surat Âl-´Imrân ayat 78
Seandainya dibedakan penyebutan Yesus dengan "Tuan" dan "Tuhan" justru akan membingungkan umat, yaitu kapan Yesus sebagai Tuan dan kapan Yesus sebagai Tuhan. Padahal Yesus adalah memang "Firman Allah", tidak terbatasi "kemanusiaanya".