Saturday, August 24, 2019

MENGAPA YESUS MENGECAM ORANG FARISI DAN AHLI TORAH?


Jika kita membaca narasi Matius 23:1-39, sebanyak delapan kali Yesus mengatakan “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi” (Mat 23:13-16, 23,25,27,29). Mengapa Yeshua mengecam demikian? Apakah Yesus sedang memposisikan bahwa diri-Nya hendak meniadakan Torah? Apakah Yesus hendak mengatakan bahwa Torah adalah sebuah kuk perhambaan yang bertentangan dengan diri-Nya? 

Jika kita memiliki pemahaman demikian, maka kita berada dalam kekeliruan yang fatal. Yesus adalah seorang Rabi (Mat 23:7,8, Mrk 9:5, Yoh 3:2). Ketika seseorang disebut Rabi atau Rabuni, dalam kultur Yahudi dan konteks agama Yudaisme, maka dia adalah pengajar Torah bukan pengajar secara umum. Yesus adalah seorang Rabi (Yohanes 13:13) dan pengajar Torah (Matius 5:17-20) serta pelaku Torah (Matius 5:48).  

Maka tidak mungkin pernyataan Yesus terhadap orang Farisi dan Ahli Torah dimaksudkan sebagai sebuah perlawanan terhadap Torah sementara beliau sendiri mengajarkan Torah. Yang terjadi adalah Yesus mengecam kemunafikan dan pengabaian nilai yang utama dari Torah sebagaimana dikatakan, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23). 

Benarkah orang Farisi dan Saduki serta Soferim (Ahli Taurat) adalah orang-orang munafik? Pertama, Farisi, Saduki, Soferim hanyalah nama mazhab dalam Yudaisme. Ada banyak mazhab dalam agama Yudaisme dan Farisi, Saduki hanyalah salah satu mazhab. Sekalipun terlihat ketat dan kaku dalam menjalankan aturan agama dan peribadatannya, ternyata dalam literatur kelompok Esseni yang hidup di era sebelum Masehi dan naskah-naskahnya ditemukan dalam bentuk gulungan papirus dan perkamen di gua Qumran di Laut Mati (dikenal dengan istilah Dead Sea Scroll of Qumran), justru orang-orang Farisi dituding sebagai, doreshe halakhot alias orang yang menjalani kehidupan agama yang lebih mudah dan kurang ketat dibandingkan komunitas di Qumran, sebagaimana disitir oleh Geza Vermes dalam The Complete of Dead Sea Scroll in English (2004) saat mengulas naskah 4Q169.

Bahkan Rabi Eleazar seorang Farisi pun menentang bentuk-bentuk kemunafikkan sebagaimana dikatakan, “dimanapun kemunafikan dapat ditemukan, akan menurunkan amarah Tuhan pada dunia” (b.Sotah 41b). Yesus tetap merintahkan untuk mengikuti ajaran orang Farisi namun jangan mengikuti perbuatan mereka yang munafik (Mat 23:2). Bahkan Rasul Paul yang menjadi rasul bagi orang non Yahudi pun seorang Farisi yang ketat (Fil 3:5). 

Melaksanakan syariat yang diperintahkan Tuhan dalam Torah harus berbanding lurus dengan perintah yang lain yaitu menegakkan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan. Itulah sebabnya dikatakan, “Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan’. Sabda ini menggemakan kembali kecaman Amos terhadap ibadah Israel yang tidak berbanding lurus dengan kehidupan keseharian. Kesalehan individual seharusnya berdampak pada kesalehan sosial yang salah satunya adalah keadilan, kesetiaan, belas kasihan (Am 5:21-24). 

Fokus kecaman Yesus adalah kemunafikkan. Kemunafikkan ada di setiap penganut agama bahkan mazhab-mazhab dalam sebuah agama sebagaimana dikatakan Brad. H. Young, “Hypocrisy is a problem for all religious faith communities” (Meet the Rabbis: Rabbinic Thought and the Teaching of Jesus, 2007:8). Beberapa orang Farisi dan Saduki memperlihatkan kemunafikan dibalik kesalehannya agar kita mewaspadai dan membuang kemunafikan.

1 comment:

  1. Shalom pak Teguh. Boleh saya minta bapak membahas topik tentang perumpamaan perumpamaan Yesus?

    ReplyDelete