Dalam sebuah judul film, Dreams yang disutradarai oleh Akira Kurosawa dan diproduksi tahun 1990, ada sebuah judul dan adegan yang menarik untuk direnungkan. Film yang berdurasi 2 jam ini terbagi menjadi delapan babak yang mengisahkan tentang percampuran mimpi dan kenyataan sang sutradara.
Film berjudul Dreams ini memiliki bentuk antologi menggunakan
struktur episodik yang menghadirkan delapan mimpi Kurosawa yang diperjelas
dengan sejumlah judul pada setiap fragmennya. Fragmen pertama berjudul
"Matahari Bersinar disela-sela Hujan", fragmen kedua adalah
"Kebun Buah Persik", fragmen ketiga berjudul "Badai Salju",
fragmen keempat berjudul "Terowongan", fragmen kelima berjudul "Beberapa
Burung Gagak", fragmen keenam berjudul "Gunung Fuji Dalam
Merah", fragmen ketujuh berjudul "Setan Menangis" dan fragmen
terakhir berjudul "Desa Kincir Air".
Nah, dalam judul Tunnelen atau “Terowongan” mengisahkan
sejumlah prajurit-prajurit perang Jepang yang merasa diri mereka belum mati dan
bersiap menjalankan komando dari sang komandan yang masih hidup. Dalam adegan
diperlihatkan sejumlah pasukan satu bataliaon keluar dari terowongan dengan
wajah pucat pasi dan siap menerima perintah dari sang komandan. Namun sang
komandan terus meyakinkan mereka bahwa mereka sesungguhnya sudah bebas tugas
karena mereka sudah mati.
Omong-omong soal “kematian” dan “merasa
belum mati” kita diingatkan mengenai kondisi “iman yang sehat” vs “iman yang
tidak sehat” dan “iman yang hidup” vs “iman yang mati”. Jika iman yang sehat
adalah iman yang menjangkarkan pada sabda-sabda Sang Juruslamat dan bukan
dongeng dan mitos (Tit 1:13), maka iman yang mati adalah iman yang tidak
memiliki perbuatan sebagai bukti (Yak 2:26). Yang lebih celaka adalah saat mana
kita tidak menyadari bahwa iman yang kita miliki sesungguhnya telah mati namun
kita masih saja merasa beriman kepada Tuhan.
Bagaimanakah hubungan iman dan
perbuatan itu agar kita tidak menjadi orang Kristiani yang mengalami iman yang
mati yaitu iman tanpa buah perbuatan? Yakobus 2:22 mengatakan, η πιστις
συνηργει τοις εργοις αυτου - he pistis sunergei tois ergois autou (Kamu lihat,
bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan) dan he pistis eteleioothe (dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman
menjadi sempurna). Teks ini memberikan pemahaman yang tegas bahwa tidak ada
pertentangan mana yang lebih unggul antara iman dan perbuatan. Keduanya yaitu
iman dan perbuatan συνηργει - sunergei alias “bekerjasama”. Kita
pernah mendengar istilah “sinergi” bukan? Dalam bahasa Inggrisnya sinergy dan berasal dari bahasa Yunani sunergeo yang artinya bekerjasama. Dalam
konteks Yakobus 2:22 kata “bekerjasama” untuk apa? Untuk membuat iman seseorang
menjadi eteleioothe alias “sempurna”
Ajaran Kristiani tentang efektifitas
keselamatan dan kehidupan kekal bagi orang berdosa melalui Anugrah sebagai
inisiatif Tuhan Sang Bapa yang memberikan Sang Putra bernama Yesus Sang Mesias
yang mati untuk menebus kutuk dosa dan direspon dengan iman kerap mendistorsi
hakikat dan peran perbuatan baik dalam iman Kristen.
Sekalipun keselamatan dan
kehidupan kekal dalam iman Kristiani bukan dilandaskan pada perbuatan baik
namun bukan berarti perbuatan baik lebih rendah kedudukannya dengan iman dan
perbuatan baik tidak memiliki nilai penting dalam kehidupan Kristiani. Teks
Yakobus 2:22 mengingatkan kita semua sebagai orang Kristiani bahwa
perbuatan-perbuatan yang dihasilkan oleh anak-anak Tuhan adalah cerminan dan
pantulan iman. Perbuatan-perbuatan tersebut membuktikan bahwa diri kita beriman
dan menyempurnakan iman kita.
Jika kita seorang Kristiani namun
menutup pintu dari permohonan maaaf orang lain yang bersalah pada kita maka
kita tidak memiliki perbuatan yang membuktikan bahwa kita beriman pada sabda
dan ajaran Yesus. Jika kita seorang Kristiani namun terlalu sukar mengeluarkan
harta benda kita untuk menolong sesama kita yang tidak mampu maka kita tidak tidak
memiliki perbuatan yang membuktikan bahwa kita beriman pada sabda dan ajaran
Yesus. Jika kita seorang Kristiani namun perkataan yang keluar dari mulut kita
setiap hari adalah ejekan dan hujatan serta perkataan kasar mengenai seseorang
yang tidak kita sukai, maka kita tidak memiliki perbuatan yang membuktikan
bahwa kita beriman pada sabda dan ajaran Yesus. Jika kita menghindari pertemuan
ibadah dan menjauh dari rumah Tuhan maka kita tidak memiliki perbuatan yang
membuktikan bahwa kita beriman pada sabda dan ajaran Yesus.
Mengapa demikian? Karena Yesus
mengajarkan untuk mengampuni orang yang bersalah pada kita jika mereka meminta
ampun dan maaf. Yesus mengajarkan kita untuk memberikan pinjaman pada mereka
yang meminta jika memang ada harta berlebih pada diri kita. Yesus mengajarkan
agar kita berkata yang sehat dan membangun. Yesus mengajarkan kita untuk
bertekun dalam beribadah. Jika kita mengaku beriman pada Yesus Sang Putra Tuhan
dan Juruslamat dunia serta menjangkarkan seluruh pengharapan kita pada sabda-sabda-Nya,
namun perbuatan kita tidak ada bahkan berbanding terbalik dengan ajaran dan
sabda Yesus, maka pada hakikatnya iman yang kita miliki mati.
Jika kita masih terus meneruskan
ini maka sesungguhnya kita merasa belum mengalami iman yang mati dan seolah
semua masih berjalan normal dan baik-baik saja. Yakobus 2:26 berkata, η πιστις χωρις των εργων νεκρα εστιν - he
pistis choris ergon nekra estin (iman tanpa perbuatan adalah mati). Oleh
karenanya tanda bahwa iman yang kita miliki hidup adalah iman tersebut memiliki
bukti yang nampak dan dapat diukur yaitu perbuatan-perbuatan termasuk perbuatan
baik.
Marilah kita anak-anak Tuhan yang
menjangkarkan iman kita pada sabda dan ajaran serta teladan Sang Juruslamat,
perlihatkanlah iman itu bukan sekedar menghafal ayat-ayat Kitab Suci dan
terlibat dalam sejumlah perdebatan teologis yang tiada habis dan tiada ujung
pangkal. Sebaliknya, dalam perbuatan-perbuatan yang mencerminkan iman kepada
sabda dan ajaran Yesus Sang Juruslamat, Anak Tuhan Yang Tunggal itu.
No comments:
Post a Comment