Thursday, February 21, 2013

KORUPSI: MENDAPATKAN REZEKI TIDAK KOSHER




Halaman surat kabar hari-hari ini masih melaporkan kasus-kasus penindakan korupsi sebagai headingnya. Harian Suara Merdeka beberapa hari lalu melaporkan hasil pengkajian KPK terhadap kasus korupsi Simulator SIM dan penyucian uang dengan terdakwa Irjen Djoko Susilo dengan heading “Irjen Djoko ‘Raja’ Properti”. Dalam pemberitan dilaporkan bahwa Irjen Djoko Susilo telah melakukan penyucian uang dengan membeli sejumlah properti di beberapa daerah. KPK telkah menemukan dan menyita sejumlah rumah mewah yang dibeli oleh Irjen Djoko Susilo dengan uang hasil korupsi al., rumah di Graha Candi Golf Semarang (2 buah), rumah di Jalan Perintis Kemerdekaan Solo, rumah di Jalan Sam Ratulangi Solo, rumah di Jalan Langenastran Yogya, rumah di Jalan Patehan Lor Yogyakarta[1]. Rumah-rumah tersebut disita antara tanggal 13-14 Februari 2013 lalu.

Beberapa hari kemudian tanggal 20 Februari 2013 KPK menemukan bukti baru dan melakukan penyitaan perumahan hasil penyucian uang Irjen Djoko Susilo al, rumah di Jalan Prapanca Raya Jakarta Selatan, rumah di Jalan Cikajang Jakarta Selatan, rumah di Jalan Elang Mas Jakarta Selatan, rumah di Pesona Kayangan Jawa Barat[2]. Semua rumah tersebut bernilai miliaran rupiah. Sebuah angka fantastis dan jumlah rumah yang fantastis jika melihat jabatan Djoko Susilo sebagai Inspektur Jendral.

Kita pun masih teringat dengan kasus korupsi pengadaan Al Qur’an beberapa waktu lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dua tersangka korupsi pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama pada 2011/2012. Mereka adalah anggota Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat, Zulkarnaen Djabar, serta Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia, Dendy Prasetia. "KPK dalam hal ini telah menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan," kata Ketua KPK Abraham Samad di kantor KPK kemarin. Abraham hanya menyebut inisial kedua tersangka sebagai ZD dan DP demikian laporan koran Tempo[3].


Kasus-kasus tersebut berderet menambah sejumlah kasus korupsi sebelumnya yang sedang dalam proses persidangan seperti kasus korupsi Wisma Atlet, kasus korupsi Hambalang, kasus penyalahgunaan dana bail out Bank Century dan sederet kasus korupsi besar lainnya.

Apakah Korupsi itu? Mengapa Korupsi termasuk kejahatan? Menurut Konvensi PBB Melawan Korupsi dikatakan, “Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[4] Sudah jelas dari definisi di atas bahwa korupsi dikategorikan sebagai tindak kejahatan karena ada unsur “menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak”.

Bagaimana iman Kristen menilai tindakan korupsi? Kitab Amsal (Sefer Mishley) 10:2 berkata, “Harta benda yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari maut” (lo yo’ilu otsrot resha, utsedaqah tatsil mimmawet). Tindakan korupsi selalu berkaitan dengan harta benda, tepatnya perolehan harta benda. Secara Yuridis, tindakan korupsi merupakan melawan hukum. Secara Teologis, korupsi merupakan tindakan melawan hukum Tuhan. Korupsi adalah hasil perolehan harta benda dengan kefasikan atau kejahatan (resha) karena merugikan orang lain bahkan institusi negara. Dan Tuhan YHWH membenci tindakan kefasikan sebagaimana dikatakan, “Sebab Engkau bukanlah Tuhan yang berkenan kepada kefasikan (ki lo El khafets resha); orang jahat takkan menumpang pada-Mu” (Mzm 5:4).

Sesungguhnya harta benda yang diperoleh dengan cara kefasikan, kejahatan, tidak mendatangkan manfaat apapun bagi yang memilikinya. Amsal 10:2 mengatakan, “lo yo’ilu”  yang artinya “tidak mendatangkan keuntungan”. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan dengan “tidak berguna”. Terjemahan ini kurang kuat menggambarkan frasa yang dimaksudkan dalam teks Ibrani. Terjemahan, “tidak mendatangkan keuntungan” lebih konkrit dan jelas maknanya.

Bagaimana harta benda hasil korupsi membawa manfaat jika suatu ketika pelaku korupsi tertangkap aparat hukum kemudian di proses di pengadilan kemudian dijatuhi hukuman sekian tahun dan harus mengembalikan kekayaan haramnya serta membayar denda? Bagaimana harta benda hasil korupsi membawa manfaat jika suatu ketika pelaku korupsi sakit-sakitan dan menghabiskan biayanya demi kesembuhannya? Apakah orang tersebut menikmati harta bendanya? Apakah orang tersebut mendapatkan keuntungan dari hasil korupsinya? Tentu tidak.


Dalam Yeremia 17:11 lebih tegas menggambarkan kondisi sebagaimana saya gambarkan di atas yaitu, “Seperti ayam hutan yang mengerami yang tidak ditelurkannya, demikianlah orang yang menggaruk kekayaan secara tidak halal, pada pertengahan usianya ia akan kehilangan semuanya, dan pada kesudahan usianya ia terkenal sebagai seorang bebal”. Frasa, “menggaruk kekayaan secara tidak halal” dalam bahasa Ibrani, “osye osyer welo bemishpat”, lebih tepatnya diterjemahkan “yang mendapatkan kekayaan dengan tidak berdasarkan keadilan/hukum”.

Hasil dari semua rezeki yang diperoleh dengan melanggar hukum – mencuri, membunuh, memeras, menyuap, memanipulasi, merampok, menipu, korupsi – adalah “kehilangan semuanya” (ya’azvenu) dan disebut sebagai orang “bebal” (naval).

Marilah kita mendukung upaya penegakkan hukum oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan menanamkan dalam lingkungan keluarga dan gereja mengenai kejujuran dan tanggung jawab serta menjauhkan diri dari berbagai tindakan atau pekerjaan yang tidak kosher (tidak bersih, tidak layak).

Tuhan YHWH memerintahkan kita jujur dan adil serta bersih dalam menjalankan usaha, sehingga keluarlah firman Tuhan, “Neraca yang betul, batu timbangan yang betul, efa yang betul dan hin yang betul haruslah kamu pakai; Akulah YHWH, Tuhanmu yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir” (Im 19:36). Perhatikan frasa, “neraca yang betul” (moshney tsedeq), “batu timbangan yang betul” (avney tsedeq), “efa yang betul” (eyfat tsedeq), “hin yang betul” (hin tsedeq). Kata Ibrani Tsedeq bisa bermakna “adil”, “benar”, “akurat”, “jujur”, “tepat”. Dari kata Tsedeq kita menerima kata Tsadiq atau orang yang jujur, orang yang benar, orang yang adil. Dari kata itu kita menerima kata Tsedaqa atau perbuatan benar, perbuatan derma.

Adil dan benar (tsedeq) adalah sifat Tuhan YHWH. Adil dan benar adalah tumpuan tahta Tuhan sebagaimana dikatakan,”keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya”(tsedeq umishpat mekon kisso) – (Mzm 97:2).

Oleh karena keadilan adalah tumpuan tahta Tuhan, biarlah kita sebagai umat Kristiani yang menyembah Tuhan YHWH di dalam nama Yesus Sang Mesias Putra-Nya hendaklah “menegakkan keadilan” (hatsigu ba sha’ar mishpat) (Am 5:15). Yesus mengecam ketidakadilan kepada Ahli-ahli Torah dan Farisi ,”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam Torah kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23).

Apakah hasil kita mengerjakan kebenaran dan keadilan serta kejujuran? Shalom alias damai sejahtera sebagaimana dikatakan, “Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya” (Yes 32:17). Frasa, “dimana ada kebenaran disitu akan tumbuh damai sejahtera” dalam bahasa Ibraninya, “wehaya maasheh ha tsedaqah, shalom” yang lebih tepat diterjemahkan, “barangsiapa mengerjakan kebenaran, keadilan, maka terciptalah damai sejahtera atau ketentraman”.

Marilah kita menjadi orang yang mengerjakan kebenaran, keadilan, kejujuran dalam pekerjaan kita baik sebagai pejabat publik maupun pemimpin perusahaan ataupun karyawan perusahaan agar terjadi damai dan ketentraman, dalam kehidupan kita dan kehidupan di sekeliling kita




[1] Irjen Djoko ‘Raja’ Properti, Suara Merdeka, 15 Februari 2013, hal 1

[2] Lagi, Empat Rumah Irjen Djoko Disita, 21 Februari 2013, hal 1

No comments:

Post a Comment