Halaman
surat kabar hari-hari ini masih melaporkan kasus-kasus penindakan korupsi
sebagai headingnya. Harian Suara Merdeka beberapa hari lalu melaporkan hasil
pengkajian KPK terhadap kasus korupsi Simulator SIM dan penyucian uang dengan
terdakwa Irjen Djoko Susilo dengan heading “Irjen
Djoko ‘Raja’ Properti”. Dalam pemberitan dilaporkan bahwa Irjen Djoko
Susilo telah melakukan penyucian uang dengan membeli sejumlah properti di
beberapa daerah. KPK telkah menemukan dan menyita sejumlah rumah mewah yang
dibeli oleh Irjen Djoko Susilo dengan uang hasil korupsi al., rumah di Graha
Candi Golf Semarang (2 buah), rumah di Jalan Perintis Kemerdekaan Solo, rumah
di Jalan Sam Ratulangi Solo, rumah di Jalan Langenastran Yogya, rumah di Jalan
Patehan Lor Yogyakarta[1].
Rumah-rumah tersebut disita antara tanggal 13-14 Februari 2013 lalu.
Beberapa
hari kemudian tanggal 20 Februari 2013 KPK menemukan bukti baru dan melakukan
penyitaan perumahan hasil penyucian uang Irjen Djoko Susilo al, rumah di Jalan
Prapanca Raya Jakarta Selatan, rumah di Jalan Cikajang Jakarta Selatan, rumah
di Jalan Elang Mas Jakarta Selatan, rumah di Pesona Kayangan Jawa Barat[2].
Semua rumah tersebut bernilai miliaran rupiah. Sebuah angka fantastis dan
jumlah rumah yang fantastis jika melihat jabatan Djoko Susilo sebagai Inspektur
Jendral.
Kita
pun masih teringat dengan kasus korupsi pengadaan Al Qur’an beberapa waktu
lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan
dua tersangka korupsi pengadaan Al-Quran di Kementerian Agama pada 2011/2012.
Mereka adalah anggota Komisi Agama Dewan Perwakilan Rakyat, Zulkarnaen Djabar,
serta Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia, Dendy Prasetia. "KPK dalam hal ini telah
menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menaikkan status kasus ini ke tahap
penyidikan," kata Ketua KPK Abraham Samad di kantor KPK kemarin. Abraham
hanya menyebut inisial kedua tersangka sebagai ZD dan DP demikian laporan koran
Tempo[3].
Kasus-kasus
tersebut berderet menambah sejumlah kasus korupsi sebelumnya yang sedang dalam
proses persidangan seperti kasus korupsi Wisma Atlet, kasus korupsi Hambalang,
kasus penyalahgunaan dana bail out Bank Century dan sederet kasus korupsi besar
lainnya.
Apakah Korupsi itu? Mengapa Korupsi termasuk
kejahatan? Menurut Konvensi PBB Melawan Korupsi dikatakan, “Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok) atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik
politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain
yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak”[4] Sudah jelas dari definisi
di atas bahwa korupsi dikategorikan sebagai tindak kejahatan karena ada unsur “menyalahgunakan kepercayaan publik yang
dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak”.
Bagaimana
iman Kristen menilai tindakan korupsi? Kitab Amsal (Sefer Mishley) 10:2
berkata, “Harta benda yang diperoleh
dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan orang dari
maut” (lo yo’ilu otsrot resha, utsedaqah tatsil mimmawet). Tindakan korupsi
selalu berkaitan dengan harta benda, tepatnya perolehan harta benda. Secara
Yuridis, tindakan korupsi merupakan melawan hukum. Secara Teologis, korupsi
merupakan tindakan melawan hukum Tuhan. Korupsi adalah hasil perolehan harta
benda dengan kefasikan atau kejahatan (resha) karena merugikan orang lain
bahkan institusi negara. Dan Tuhan YHWH membenci tindakan kefasikan sebagaimana
dikatakan, “Sebab
Engkau bukanlah Tuhan yang berkenan kepada kefasikan (ki
lo El khafets resha);
orang jahat takkan menumpang pada-Mu” (Mzm 5:4).
Sesungguhnya
harta benda yang diperoleh dengan cara kefasikan, kejahatan, tidak mendatangkan
manfaat apapun bagi yang memilikinya. Amsal 10:2 mengatakan, “lo yo’ilu” yang artinya “tidak mendatangkan keuntungan”.
Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan dengan “tidak berguna”. Terjemahan ini
kurang kuat menggambarkan frasa yang dimaksudkan dalam teks Ibrani. Terjemahan,
“tidak mendatangkan keuntungan” lebih konkrit dan jelas maknanya.
Bagaimana
harta benda hasil korupsi membawa manfaat jika suatu ketika pelaku korupsi
tertangkap aparat hukum kemudian di proses di pengadilan kemudian dijatuhi
hukuman sekian tahun dan harus mengembalikan kekayaan haramnya serta membayar
denda? Bagaimana harta benda hasil korupsi membawa manfaat jika suatu ketika
pelaku korupsi sakit-sakitan dan menghabiskan biayanya demi kesembuhannya?
Apakah orang tersebut menikmati harta bendanya? Apakah orang tersebut
mendapatkan keuntungan dari hasil korupsinya? Tentu tidak.
Dalam
Yeremia 17:11 lebih tegas menggambarkan kondisi sebagaimana saya gambarkan di
atas yaitu, “Seperti ayam hutan yang
mengerami yang tidak ditelurkannya, demikianlah orang yang menggaruk
kekayaan secara tidak halal, pada pertengahan usianya ia akan kehilangan
semuanya, dan pada kesudahan usianya ia terkenal sebagai seorang bebal”.
Frasa, “menggaruk kekayaan secara tidak halal” dalam bahasa Ibrani, “osye osyer welo bemishpat”, lebih
tepatnya diterjemahkan “yang mendapatkan kekayaan dengan tidak berdasarkan
keadilan/hukum”.
Hasil
dari semua rezeki yang diperoleh dengan melanggar hukum – mencuri, membunuh,
memeras, menyuap, memanipulasi, merampok, menipu, korupsi – adalah “kehilangan
semuanya” (ya’azvenu) dan disebut sebagai orang “bebal” (naval).
Marilah
kita mendukung upaya penegakkan hukum oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
dan menanamkan dalam lingkungan keluarga dan gereja mengenai kejujuran dan
tanggung jawab serta menjauhkan diri dari berbagai tindakan atau pekerjaan yang
tidak kosher (tidak bersih, tidak layak).
Tuhan
YHWH memerintahkan kita jujur dan adil serta bersih dalam menjalankan usaha,
sehingga keluarlah firman Tuhan, “Neraca
yang betul, batu timbangan yang betul, efa yang betul dan hin yang betul
haruslah kamu pakai; Akulah YHWH, Tuhanmu yang membawa kamu keluar dari tanah
Mesir” (Im 19:36). Perhatikan frasa, “neraca yang betul” (moshney tsedeq), “batu
timbangan yang betul” (avney tsedeq), “efa yang betul” (eyfat tsedeq), “hin
yang betul” (hin tsedeq). Kata Ibrani Tsedeq
bisa bermakna “adil”, “benar”, “akurat”, “jujur”, “tepat”. Dari kata Tsedeq kita menerima kata Tsadiq atau orang yang jujur, orang yang
benar, orang yang adil. Dari kata itu kita menerima kata Tsedaqa atau perbuatan benar, perbuatan derma.
Adil
dan benar (tsedeq) adalah sifat Tuhan YHWH. Adil dan benar adalah tumpuan tahta
Tuhan sebagaimana dikatakan,”keadilan
dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya”(tsedeq
umishpat mekon kisso) – (Mzm 97:2).
Oleh
karena keadilan adalah tumpuan tahta Tuhan, biarlah kita sebagai umat Kristiani
yang menyembah Tuhan YHWH di dalam nama Yesus Sang Mesias Putra-Nya hendaklah “menegakkan
keadilan” (hatsigu ba sha’ar mishpat) (Am 5:15). Yesus mengecam ketidakadilan
kepada Ahli-ahli Torah dan Farisi ,”Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab
persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang
terpenting dalam Torah kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan
kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23).
Apakah
hasil kita mengerjakan kebenaran dan keadilan serta kejujuran? Shalom alias
damai sejahtera sebagaimana dikatakan, “Di
mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran
ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya” (Yes 32:17). Frasa,
“dimana ada kebenaran disitu akan tumbuh damai sejahtera” dalam bahasa
Ibraninya, “wehaya maasheh ha tsedaqah,
shalom” yang lebih tepat diterjemahkan, “barangsiapa mengerjakan kebenaran,
keadilan, maka terciptalah damai sejahtera atau ketentraman”.
Marilah
kita menjadi orang yang mengerjakan kebenaran, keadilan, kejujuran dalam
pekerjaan kita baik sebagai pejabat publik maupun pemimpin perusahaan ataupun
karyawan perusahaan agar terjadi damai dan ketentraman, dalam kehidupan kita
dan kehidupan di sekeliling kita
No comments:
Post a Comment