Monday, July 15, 2013

BERPUASA YANG DIKEHENDAKI TUHAN



Yesus bersabda mengenai berpuasa sbb: "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:16-18).

Berpuasa adalah bagian dari ibadah Kristen sebagaimana Yesus Sang Mesias memerintahkannya bagi kita. Sabda Yesus mengajarkan pada kita bagaimana puasa yang benar dan berkenan di hadapan YHWH Tuhan dan Bapa Surgawi. Itulah sebabnya dikatakan οταν δε νηστευητε  - hotan de nesteuete - Apabila kamu berpuasa (Mat 6:16) 

Sebelum kita mengupas perihal bagaimana berpuasa yang benar  dan berkenan di hadapan Tuhan, kita akan melihat secara singkat apa yang dimaksudkan dengan berpuasa dan kapan kita harus berpuasa serta manfaat apa yang kita dapatkan dari berpuasa.


Makna Puasa

Dalam bahasa Ibrani, kata “berpuasa” dipergunakan kata צום (tsom) yang artinya “mengurangi asupan makanan bagi tubuh sebagai bentuk dukacita atau penyesalan” (Theological Words of Old Testament Lexicon, Bible Work 6).

Berpuasa dalam Kitab TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) – Perjanjian Lama

Kitab Suci TaNaKh (Torah, Neviim, Ketuvim) atau yang lazim disebut oleh Kekristenan dengan sebutan Perjanjian Lama, mengatur perihal kapan dan dengan tujuan apa puasa dilaksanakan. 

Perayaan Yom Kippur  

Saat dilaksanakan Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur) ditandai dengan berpuasa sebagaimana dikatakan, Akan tetapi pada tanggal sepuluh bulan yang ketujuh itu ada hari Pendamaian  kamu harus mengadakan pertemuan kudus  dan harus merendahkan diri dan mempersembahkan korban api-apian kepada YHWH" (Imamat 23:27) 

Perkabungan atau dukacita

“Dan mereka meratap, menangis dan berpuasa sampai matahari terbenam karena Saul, karena Yonatan, anaknya, karena umat YHWH dan karena kaum Israel, sebab mereka telah gugur oleh pedang” (2 Samuel 1:12)

Permohonan kesembuhan atas orang lain

“Kemudian pergilah Natan ke rumahnya. Dan YHWH menulahi anak yang dilahirkan bekas isteri Uria bagi Daud, sehingga sakit. Lalu Daud memohon kepada Tuhan oleh karena anak itu, ia berpuasa dengan tekun dan apabila ia masuk ke dalam, semalam-malaman itu ia berbaring di tanah” (2 Samuel 12:16)

Permohonan perlindungan

“Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Tuhan kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami” (Ezra 8:21)

Permohonan kesembuhan bagi diri sendiri

“Tetapi aku, ketika mereka sakit, aku memakai pakaian kabung; aku menyiksa diriku dengan berpuasa, dan doaku kembali timbul dalam dadaku” (Mazmur 35:13)

Pengakuan dosa bangsa

“Pada hari yang kedua puluh empat bulan itu berkumpullah orang Israel dan berpuasa dengan mengenakan kain kabung dan dengan tanah di kepala. Keturunan orang Israel memisahkan diri dari semua orang asing, lalu berdiri di tempatnya dan mengaku dosa mereka dan kesalahan nenek moyang mereka” (Nehemia 9:1-2)

Memohon petunjuk dan jawaban Tuhan

“Setelah itu bani Moab dan bani Amon datang berperang melawan Yosafat bersama-sama sepasukan orang Meunim. Datanglah orang memberitahukan Yosafat: "Suatu laskar yang besar datang dari seberang Laut Asin, dari Edom, menyerang tuanku. Sekarang mereka di Hazezon-Tamar," yakni En-Gedi. Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari YHWH. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa (2 Tawarik 20:1-3)

Memohon dukungan dan kekuatan untuk melaksanakan tugas

"Pergilah, kumpulkanlah semua orang Yahudi yang terdapat di Susan dan berpuasalah untuk aku; janganlah makan dan janganlah minum tiga hari lamanyabaik waktu malam, baik waktu siang. Aku serta dayang-dayangkupun akan berpuasa demikian, dan kemudian aku akan masuk menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati" (Ester 4:16)

Dari pembacaan teks di atas nampak kepada kita bahwa berpuasa memiliki suatu nilai yang berharga dan menggerakkan suatu perubahan dalam kehidupan. Berpuasa bukan sekedar bentuk perendahan diri di hadapan Tuhan namun penyerta agar doa-doa kita didengarkan oleh Tuhan.

Berpuasa dalam Kitab Perjanjian Baru

Demikian pula dengan Kitab Perjanjian Baru yang memberikan petunjuk serupa bahwa berpuasa adalah perilaku orang-orang saleh dan juga dilakukan baik oleh Yesus dan para rasulnya serta orang-orang kudus.

Berpuasa sebagai ibadah dan akhlaq (halakah) Yesus

“Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus” (Mat 4:2)

Ibadah seorang janda di Bait Tuhan

“Dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Tuhan dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa” (Luk 2:37)

Murid-murid Yohanes berpuasa

“Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum” (Luk 5:33)

Berpuasa sebagai bagian dari ibadah jemaat mula-mula

“Pada waktu itu dalam jemaat di Antiokhia ada beberapa nabi dan pengajar, yaitu: Barnabas dan Simeon yang disebut Niger, dan Lukius orang Kirene, dan Menahem yang diasuh bersama dengan raja wilayah Herodes, dan Saulus. Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada YHWH dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: ‘Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka" (Kis 13;1-2)

Berpuasa sebagai akhlaq (halakah) Rasul

“Dalam hal apa pun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela.  Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Tuhan, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa” (2 Kor 6:5)

Bagaimanakah Berpuasa yang Benar dan Dikehendaki oleh Tuhan itu?

Kembali kepada sabda Yesus. Yesus memberikan pengajaran kepada kita perihal cara atau laku berpuasa yang benar. Yesus terlebih dahulu mengontraskan dengan laku dan cara berpuasa orang munafik (οι υποκριται - hoi hupokritai) yaitu, “Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa”. Orang munafik berpuasa ingin mendapat perhatian dan pujian. Orang munafik berpuasa ingin mendapatkan penghormatan dari orang lain.

Dalam perumpamaan lainnya Yesus menggambarkan perihal orang yang dianggap benar di hadapan Tuhan dan yang dianggap membenarkan dirinya. Orang yang menganggap dirinya benar selalu membanggakan ibadahnya. Ibadahnya tidak tulus dan bukan lahir dari cinta kasih dan melayani Tuhan melainkan untuk membenarkan dirinya sebagaimana dikisahkan berikut ini:

“Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Tuhan untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Tuhan, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Tuhan dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk 18:9-14).

Puasa orang munafik sudah menerima upahnya di dunia. Puasa orang munafik diberikan oleh manusia yaitu pujian sebagaimana sabda Yesus, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya”. namun puasa orang munafik tidak mendapatkan upah dari Tuhan YHWH Sang Bapa Surgawi. Bahkan ibadah dan puasanya tidak berkenan di hadapan Tuhan YHWH.

Kerendahan hati saat berpuasa

Yesus mengontraskan sikap berpuasa orang munafik dan memberikan petunjuk mengenai cara dan laku puasa yang benar dengan bersabda, “Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi”.

Yesus mengajarkan kerendahan hati sebagai bentuk dan cara atau laku berpuasa yang benar dan berkenan di hadapan Tuhan YHWH Sang Bapa Surgawi. Yesus selalu menonjolkan kerendahan hati sebagai watak dan laku orang yang percaya kepadanya sebagai Mesias dan Putra Tuhan. 

Bahkan saat mengajar perihal cara atau laku berdoa yang benar, Yesus bersabda perihal tempat tertutup dan tersembunyi sebagaimana beliau sabdakan: "Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat 6:6). 

Demikian pula saat mengajar perihal tsedaqah, Yesus bersabda, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu” (Mat 6:2).

Tidak cukup hanya dengan mengetahui cara dan laku serta bentuk yang benar dalam berpuasa. Tidak kurang pentingnya untuk diketahui adalah apa saja yang harus kita kerjakan selama berpuasa? Apakah kita menghabiskan waktu saat berpuasa dengan tidur sepanjang hari untuk menunggu waktu senja usai? Ataukah kita hanya berdiam diri di rumah saat berpuasa?

Saat kita berpuasa, entah saat melaksanakan yang wajib (perayaan Yom Kippur) atau yang insidentil (untuk kebutuhan tertentu), janganlah kita hanya berdiam diri saja. Janganlah pula kita menghabiskan waktu mengakhiri berpuasa dengan tidur seharian.

Aktivitas mulia saat berpuasa

Jika kita membaca dengan seksama Yesaya 58:1-12, ternyata berpuasa itu bukan sekedar menahan lapar dan haus. Berpuasa bukan sekedar tidak makan dan minum. Berpuasa bukan sekedar menunggu waktu untuk mengakhiri puasa dengan tidur dan tidak melakukan aktifitas apapun. Mari kita baca Yesaya 58:1-14 sbb:

“Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka! Memang setiap hari mereka mencari Aku dan suka untuk mengenal segala jalan-Ku. Seperti bangsa yang melakukan yang benar dan yang tidak meninggalkan hukum Tuhannya mereka menanyakan Aku tentang hukum-hukum yang benar, mereka suka mendekat menghadap Tuhan, tanyanya: "Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?"

Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi. Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada YHWH?

Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, danmelepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiapkuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!

Dari pembacaan Yesaya 58:1-14 khususnya ayat 6-7 di atas kita dapat menginventarisir aktivitas mulia apa saja yang dapat kita lakukan saat berpuasa yaitu:

  1. Berpuasa sambil membuka belenggu kelaliman (ay 6)
  2. Berpuasa sambil melepaskan tali-tali perhambaan (ay 6)
  3. Berpuasa sambil memerdekakan orang yang teraniaya (ay 6)
  4. Berpuasa sambil mematahkan setiap kuk perhambaan (ay 6)
  5. Berpuasa sambil memecah roti bagi orang lapar (ay 7)
  6. Berpuasa sambil membawa orang miskin ke rumah (ay 7)
  7. Berpuasa sambil memberi pakaian bagi orang telanjang (ay 7)
  8. Berpuasa dengan tidak menghindarkan diri dari saudara yang membutuhkan (ay 7)

Pembacaan teks di atas mengajarkan hal mendalam pada kita bahwa berpuasa ternyata harus melakukan sesuatu yang dikehendaki YHWH. Berpuasa bukan tidur seharian lalu menunggu petang dan berbuka. Berpuasa bukan dengan jalan mencari-cari keributan mengatasnamakan Tuhan dan Agama serta Kesucian. Berpuasa bukan sekedar menahan nafsu lapar dan nafsu haus. Berpuasa bukan sekedar menahan nafsu amarah.

Berpuasa yang dikehendaki YHWH adalah kita berbuat sesuatu bagi sesama kita. Menolong mereka yang tertindas, menolong mereka yang berkekurangan, menolong mereka yang lapar, menolong mereka yang miskin, dll. Berpuasa yang dikehendaki YHWH adalah kita memiliki kepedulian sosial dan menegakkan keadilan sosial.

Kekristenan kerap menyalahpahami bahwa istilah “keadilan sosial” semata-mata milik dan jargon politik dan politisi. Namun persoalan keadilan sosial adalah salah satu dari isi Torah dan Torah adalah Firman YHWH dan Firman YHWH adalah kehendak YHWH. Torah berulang kali membicarakan mengenai keadilan sosial, mengecam para pemimpin yang tidak berlaku adil, memberikan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan keadilan sosial.

Mengapa Gereja dan Kekristenan jarang mengupas tema-tema keadilan sosial dalam kotbahnya, mengapa aksi-aksi pelayanan Kristen hanya sebatas membantu korban bencaba alam dan memberikan bantuan makanan bagi mereka yang mengalami derita kemiskinan? Keadilan sosial lebih dari sekedar memberikan bantuan finansial atau material. 

Keadilan sosial adalah sikap hidup yang dilandasi Torah, yang penjabaranya sangat kompleks, meliputi berlaku adil terhadap karyawan atau pegawai, memperlakukan para janda dan anak yatim dengan benar, memberikan pembelaan kepada mereka yang tertindas secara hukum dan politik, tidak mengambil riba terhadap orang yang meminta bantuan keuangan dari diri kita.

Tidak harus menjadi seorang politikus untuk membicarakan keadilan sosial. Seorang rohaniawan dapat melancarkan kritik terhadap keadilan sosial yang timpang dengan pisau analisis Torah. Robert John Ackerman mengatakan, “Agama memang sumber kritik sosial yang abadi, tetapi umumnya agama tidak sama dengan kritik sosial. Kritik memang tidak membuat agama layu, tetapi agama yang tidak dapat melancarkan kritik berarti sudah mati” (Agama Sebagai Kritik, hal 5). 

Darimana sumber kritik sosial tersebut? Torah, karena Torah membicarakan bukan hanya aspek devosional vertikal umat manusia dengan YHWH Semesta Alam namun Torah juga berbicara aspek sosial horisontal umat manusia yang memiliki Torah terhadap umat manusia lain yang tidak memiliki Torah.

Dengan tulisan ini, diharapkan Gereja tidak hanya terlena dan menyibukkan diri dengan pertengkaran dotrinal yang menjemukan dan yang merupakan warisan abad-abad pertengahan, melainkan mulai membuka diri untuk membumikan Torah dalam kehidupan kongkrit. Bukankah Yesus mengajar, “datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi sebagaimana di surga” (Mat 6:10)? 

Hadirnya Kerajaan Surga dimanifestasikan oleh pelaksanaan kehendak-Nya yang selaras antara surga dan bumi. Kerajaan Surga bukan sekedar makanan dan minuman melainkan penerapan prinsip-prinsip firman kebenaran dalam kehidupan nyata, termasuk keadilan sosial (Rm 14:17). Barangsiapa tidak berlaku adil, tidak beroleh bagian dalam kerajaan-Nya (1 Kor 6:9). Yesus mengecam kesalehan yang egois dan tidak mempedulikan keadilan sosial, karena keadilan sosial adalah hukum yang terutama sebagai pengejawantahan kasih terhadap sesama (Mat 23:23).

Marilah kita berpuasa dengan hati yang bersih dan wajah yang cerah. Kita tidak perlu menunjukkan dan membuktikan pada orang lain bahwa kita sedang berpuasa dan meminta orang lain untuk menghormati kita saat kita sedang berpuasa. Berpuasalah dengan niat hati yang tulus karena YHWH dan jangan menuntut orang lain untuk menghormati kita jika mereka kedapatan makan dan minum di hadapan kita. 

Ketika kita menuntut dan meminta orang lain menghargai diri kita yang sedang berpuasa, sesungguhnya kita telah gagal mengendalikan nafsu amarah dan keinginan untuk menerima penghormatan dari orang  lain.  

Firman YHWH mengatakan sbb: "Katakanlah kepada seluruh rakyat negeri dan kepada para imam, demikian: Ketika kamu berpuasa dan meratap dalam bulan yang kelima dan yang ketujuh selama tujuh puluh tahun ini, adakah kamu sungguh-sungguh berpuasa untuk Aku?” (Zak 7:5) Adakah kita berpuasa untuk diri kita sendiri atau untuk Tuhan? Adakah kita berpuasa untuk mendapatkan pujian dan sanjungan serta penghormatan orang lain, atau Tuhan?

Marilah kita berpuasa sebagaimana nab-nabi terdahulu dan Yesus Junjungan Agung Ilahi kita pun berpuasa (Mat 4:2).




3 comments:

  1. Artikelnya sangat menarik pak, gamblang dan memberi pencerahan, trimakasih, Bapa YHWH memberkati seisi rumah & jg pelayanan bpk.

    ReplyDelete
  2. Betul2 sebuah rangkuman yg padat gizi. Terimakasih sudah merangkumkan banyak sekali ayat2 yg tersebar luas di Alkitab.

    ReplyDelete