Tuesday, August 6, 2013

BOLEHKAH BERCERAI?




Tuhan YHWH telah menetapkan pernikahan sebagai lembaga kudus dimana seorang lelaki dan seorang perempuan memiliki ikatan. Pernikahan bukan sekedar hubungan seksual lelaki dan perempuan melainkan sebuah lembaga spiritual yang ditetapkan Tuhan sebagaimana dikatakan, “al ken ya’azav ish et aviw we et immo wedavaq beishtto lehayu lebasyar ekhad"  (Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging – Kej 2:24).

Namun dalam perjalanan hidup, ternyata pernikahan tidak selalu berjalan dengan baik dan lancar. Ada berbagai persoalan yang dapat merusak kehidupan pernikahan seperti perzinahan, kekerasan fisik dalam keluarga, penelantaran atau pengabaian pemenuhan kebutuhan biologis dan kebutuhan psikis serta ekonomi. Apa yang harus dikerjakan ketika terjadi hal-hal tersebut di atas.


Sebagian keluarga berhasil melewati persoalan-persoalan di atas dan mengalami pemulihan serta jalan keluar. Doa-doa keluarga membuat terjadinya mukjizat yang membuat kehidupan keluarga dipulihkan karena salah satu pasangannya yang melakukan tindakan-tindakan tidak terpuji, telah bertobat dan mengubah kehidupan mereka. Namun ada sebagian yang gagal dan harus berakhir dalam meja persidangan serta perceraian. 

Pertanyaannya, bolehkan orang Kristen bercerai sementara sabda Yesus Sang Mesias berkata demikian, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia” (Mat 19:6).

Perceraian sebagaimana membunuh, berzinah, mencuri adalah sesuatu yang jahat di mata Tuhan. Tuhan melarang perbuatan tersebut di atas. Namun apakah dengan demikian perceraian dan juga membunuh, berzinah, mencuri tidak bisa dilakukan? Perceraian adalah hal yang dibenci Tuhan namun bisa dilakukan dengan kondisi yang ketat yaitu perzinahan sebagaimana dikatakan dalam Ulangan 24:1-4 sbb: "Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya (erwat davar), lalu ia menulis surat cerai (sefer keritut) dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan YHWH. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan YHWH, Tuhanmu, kepadamu menjadi milik pusakamu

Sekalipun Torah mengatur tata laksana apabila terjadi perceraian, namun YHWH menghendaki kesetiaan antara pasangan suami istri dan membenci perceraian, sebagaimana difirmankan dalam Maleakhi 2:15-16 sbb: “Bukankah Dia menjadikan mereka satu? Dengan menyisakan Roh-Nya? Dan apakah yang dikehendaki dari kesatuan itu? Keturunan Tuhan (zerah elohim) Jadi jagalah dirimu dan rohmu! Dan janganlah orang berlaku tidak setia. Sebab Aku membenci perceraian (ki syane shalakh), firman YHWH Tuhan Israel -- juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman YHWH semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!

Yesus kembali menggemakan kekudusan pernikahan monogamis dan kesatuan pernikahan dengan mengatakan: “Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:5-6).

Ayat-ayat di atas disampaikan untuk mencegah berbagai tindakan yang menodai kekudusan lembaga pernikahan yang telah ditetapkan Tuhan. Namun jika kondisi-kondisi tertentu sudah tidak dapat diperbaiki dan cenderung mengancam kehidupan bahtera rumah tangga seperti perzinahan dan kekerasan rumah tangga, maka tindakan perceraian dapat dilakukan.

Namun sekali lagi itu adalah jalan terakhir apapbila semua upaya yang ditempuh tidak menemukan jalan keluar. Perceraian adalah kondisi yang tidak dijadikan perintah utama oleh Tuhan sebagaimana sabda Mesias ketika ditanya perihal boleh tidaknya bercerai sbb, “Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?"Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” (Mat 19:7-9).

Rasul Paul pun memberikan petunjuk jelas dan tegas mengenai larangan bercerai sekalipun dalam kondisi dan derajat tertentu diijinkan terjadi sebagaimana dikatakan dalam suratnya berikut ini:

Kepada orang-orang yang telah kawin aku — tidak, bukan aku, tetapi Junjungan Agung—perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. Kepada orang-orang lain aku, bukan Junjungan Agung, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Tuhan memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu” (1 Kor 17:10-16)

Dalam ayat 27 ditegaskan ulang sbb, “Adakah engkau terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau mengusahakan perceraian! Adakah engkau tidak terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau mencari seorang!”

Sekalipun cerai dapat dilakukan namun bukan perkara yang diperkenan oleh Tuhan. Usahakanlah selalu agar hubungan rumah tangga berjalan dalam kesatuan dan keselarasan. Kehadiran Yesus Sang Mesias sebagai Junjungan Agung dan Juruslamat dalam rumah tangga, menghadirkan damai dan sukacita serta mengokohkan kehidupan rumah tangga sehingga terhindar selalu dari perceraian.

No comments:

Post a Comment