Yesus Sang Mesias dan Juruslamat kita
beribadah pada hari sabat layaknya orang-orang Yahudi penganut Yudaisme pada
zamannya, sebagaimana dikatakan, "Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Kitab Suci" (Luk 4:16). Bukan hanya Yesus namun rasul-rasul Yesus mewartakan Injil di
sinagog tiap-tiap hari sabat sebagaimana dikatakan, "Dari Perga mereka melanjutkan perjalanan mereka, lalu tiba di Antiokhia di Pisidia. Pada hari Sabat mereka pergi ke rumah ibadat, lalu duduk di situ" (Kis 13:14. Band. Kis 13:27, 42, 44).
Secara
gramatikal, Sabat memiliki makna, "ketujuh" dan "berhenti".
Dalam Kejadian 2:2 disebutkan, “dan Tuhan telah menyelesaikan semua yang
diperbuat-Nya, pada hari yang ketujuh (yom ha sheviyi). Dan berhentilah (wayishbot) Dia
pada hari yang ketujuh dari semua yang diperbuatnya”. Ada hubungan antara
kata sheviyi (ketujuh) dan yishbot
(beristirahat), yang berakar
dari kata shin-bet-taw yang bermakna
"menghentikan", "mengakhiri", "beristirahat" (Tracey R. Rich, Shabat - http://www.jewfaq.org/shabbat.htm).
Secara
essensial, Sabat dihubungkan dengan karya penciptaan YHWH. Ketika YHWH
menyelesaikan proses penciptaan langit dan bumi serta isinya, Dia melanjutkan
dengan "memberkati"
dan "menguduskan"
hari ketujuh, dimana Dia mengakhiri proses penciptaan (Kej 2:3). Sabat adalah
hari yang diperkenan atau diberkati serta dikuduskan atau dipisahkan secara
khusus dari hari-hari yang lain.
Yang
menarik untuk kita perhatikan, jika pada kata "berhenti", dalam Kejadian 2:2 dan kata "memberkati" serta "menguduskan" dalam Kejadian 2:2
digunakan bentuk kata imperfect (menunjukkan
pekerjaan yang belum diselesaikan, sedang berlangsung), maka kata
"berhenti" dalam
Kejadian 2:3 digunakan bentuk perfect yang bermakna,
"menunjuk pada suatu kejadian
yang sudah dikerjakan,lengkap"(Prof. Harvey E.
Finley, Ph.D. Biblical Hebrew: A Beginner Manual, Beacon Hill Press of Kansas City, 1982, p.75).
Hal ini
bermakna bahwa YHWH
Sang Pencipta telah menyelesaikan pekerjaan penciptaan tersebut dalam
perspektif historis. Hari ini YHWH tidak menciptakan apapun.
Hari ini, YHWH
bertanggung jawab (mengawasi,
mengatur, mengontrol)
proses regenerasi (kelahiran) dan bukan
kreasi (penciptaan) pada mahluk
hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan.
Pengkajian
Kejadian 2:2-3 memberikan petunjuk pada kita bahwa Sabat bukan semata-mata
ibadah yang secara ekslusif dihubungkan dengan keberadaan orang Yahudi atau
Bangsa Israel kuno. Sabat merupakan pola Sang Pencipta yang ditetapkan sebagai
hari peringatan untuk perhentian dan menghormati hari yang diberkati serta
dikuduskan oleh-Nya. Kelak,
ketika YHWH
memilih suatu bangsa untuk menjadi saksi dan terang Firman-Nya, yaitu Israel,
maka YHWH
berbicara melalui Musa, bahwa Sabat dihubungkan sebagai proses peringatan
terhadap pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir (Ul 5:12, 15).
Apakah
Yesus
Sang Mesias membatalkan Sabat?
Jika
Sabat adalah hari mulia dan diberkati dimana Yesus dan para rasul-Nya memelihara hari sabat
sebagai hari peribadatan, lalu mengapa kita mendapati dalam Yohanes 5:18
pernyataan, “dia meniadakan hari Sabat?”.
Kita lihat secara utuh baik teks maupun konteks perikop agar narasi ini dapat
dipahami secara utuh. Narasi Yohanes 5:1-18, mengisahkan bahwa Yeshua
menyembuhkan seorang yang lumpuh selama tiga puluh delapan taahun saat berada
di kolam Betesda pada hari Sabat (Yoh 5:5-9). Orang Yahudi marah karena Yesus
menyembuhkan orang di hari Sabat (Yoh 5:16).
Namun
komentar Yohanes yang disalin dalam teks Greek berbunyi, "...luen ton sabbaton", banyak diartikan, "dia meniadakan Sabat". Kata
Luo memiliki beragam makna sbb : “membuka”
(Mk 1:7), “dilepaskan” (Lk 13:16), “dipukul” (Kis 27:41), “berakhir” (Kis
13:43), “meniadakan”, “melanggar” (Mt 5:19; Yoh 5:18), “mengikat”, “melepas”
(Mt 16:19; 1Yoh 4:3), “melepaskan” (Kis 2:24), “membinasakan” (1Yoh 3:8).
Kata
Luo, dapat juga diartikan
"mengijinkan" (permit) dan "melaksanakan kekuasaan"
(exercise authority). Dalam Orthodox
Jewish Brit Chadasha kalimat, "...luen
ton sabbaton", diterjemahkan “he
not shomer Shabbos” bermakna, “Dia
tidak memelihara Sabat”. DR. James Trimm dalam terjemahan yang bersumber
dari naskah Ibrani Aramaik yaitu Hebraic
Root New Testament, menerjemahkan sbb,“…because he has loosed the Shabath”. Dalam catatan kaki kata “loosed”, beliau memberi keterangan
bahwa kata tersebut merupakan idiom Yahudi yang bermakna “mengijinkan” (Ber.
5b;6b, San. 28a, b.Hag 3b).
Sejatinya, istilah “mengikat” dan
“melepaskan” telah dikenal sebagai ekspresi hukum teknis (technical legal
expressions) di dunia Yahudi kuno. “Mengikat” bermakna “membatasi”,
“menghalangi” dan dalam pengertian hukum “melarang sesuatu”. Di sisi yang
berlawanan kata “melepaskan” bermakna “membebaskan”, “membuka ikatan” yang
menurut hukum berarti “mengizinkan sesuatu”.
Berikut ini contoh dari sejarawan
Yahudi Abad I Ms bernama Flavius Josephus. Dia menulis bahwa di bawah pemerintahan Ratu Alexandra dari
Yerusalem, orang-orang Farisi "menjadi administrator dari semua urusan
publik, diberdayakan untuk mengusir dan mengijinkan siapapun yang mereka sukai,
juga untuk melepaskan dan mengikat”. (Jewish War 1:
110).
Yosefus mengatakan bahwa
orang-orang Farisi memiliki wewenang untuk “melepaskan dan mengikat” dan bukan
mengenai setan. Ketika Yesus menggunakan terminologi ini di dalam Injil, dia
juga tidak sedang berbicara tentang doa atau peperangan rohani. Konteksnya
keabsahan dan persyaratannya harus ditafsirkan melalui konteks Yahudi Abad 1
Ms.
Idiom Ibrani yang merupakan
istilah khas dalam diskusi rabinik tersebut muncul kembali dalam Injil Matius saat
Yesus berkata kepada muridnya Petrus, “Kepadamu akan Kuberikan kunci
Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa
yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Mat 16:19). Pada
rangkaian pasal berikutnya dia mengucapkan kata-kata yang sangat mirip dengan
murid-muridnya yang lain, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu
ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini
akan terlepas di sorga” (Mat 18:18).
Sama
seperti orang-orang Farisi dalam kutipan Yosefus, para murid diberi hak untuk
membuat ketetapan hukum yaitu hak untuk membuat peraturan dan norma,
“mengijinkan” atau “melarang” berbagai persoalan di komunitas mereka sendiri. Demikianlah istilah
"...luen ton
sabbaton",(Yoh 5:18) harus
dipahami dalam konteks pemahaman Yudaisme yaitu “melanggar aturan di seputar
Sabat” bukan “membatalkan Sabat” sebagaimana terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia
(LAI)
Konteks
kalimat dalam Yohanes 5:18 bukan dalam pengertian bahwa Yeshua membatalkan atau
meniadakan Sabat, namun Yesus mengijinkan terjadinya terapeutik
(penyembuhan) dihari Sabat, sehingga membawa konsekwensi melanggar aturan
diseputar Sabat. Segolongan para rabbi memandang peristiwa terapeutik tersebut
telah melanggar Sabat namun bagi Yesus, menolong orang (menyembuhkan) tidaklah
melanggar Sabat dikarenakan tidak masuk dalam kategori melaka atau avad maupun asha atau pekerjaan yang menghasilkan
profit. Bahkan terapeutik tidak masuk
dalam kategori yang disebutkan sebagai pelanggaran Sabat yang tertulis dalam
Misnah Sabat 7:2 sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Apa yang dilakukan Yesus menggemakan apa yang disabdakannya dalam
Lukas 13:15.
Apakah
Jemaat Perdana Menggantikan Sabat Menjadi Minggu?
Kalimat,
"Pada hari pertama minggu
itu,..."(Kis 20:17).
mengesankan bahwa sakramen Perjamuan Kudus dilaksanakan tiap-tiap hari minggu
sebagaimana lazim dilakukan di beberapa denominasi gereja tertentu. Mari kita
baca secara utuh teks dan kontek narasi Kisah Rasul 20 dengan seksama agar kita
mendapatkan gambaran apa yang sebenarnya dilakukan oleh Rasul Paul pada saat
itu.
Dalam
naskah Yunani dituliskan, "en de te
mia ton sabbaton sunegmenon hemon klasai arton Paulos dielegeto hautois".
Menariknya, dalam naskah Yunani tertulisn kata sabat, namun hilang dalam terjemahan LAI. Frasa "en de te mia ton sabbaton..” selayaknya
diterjemahkan “Pada hari pertama usai
Sabat itu…”. Frasa "en de te mia
ton sabbaton..” menurut DR. David
Stern, menunjuk pada “motsaei shabat”
atau “Departure of the Shabat” (Sabat
yang sebentar hendak berlalu - Jewish
New Testament Commentary, JNTP, 1992, p.299).
Dalam
Ortodox
Jewish Brit Chadasha, diterjemahkan: “And on Yom Rishon, when we met for a firen tish (it was Motzoei
Shabbos when there was a Melaveh Malkeh communal meal), Rav Sha'ul was saying a
shiur to them, since he would have to depart early the next day and was having
to extend the message until chatzot halailah”. Maka pertemuan yang diadakan
Paul sebenarnya dalam rangka penutupan Sabat
yang diakhiri pukul 19.00. Sebelumnya telah dimulai suatu pertemuan.
Lalu dilanjutkan sampai malam. Ini bukan pertemuan istimewa yang menggantikan
Sabat sebagaimana anggapan Kekristenan pada umumnya. DR. David Stern
melanjutkan memberi komentar: "Pertemuan Sabtu malam akan melanjutkan semangat sabat
yang berorientasi pada
Tuhan, daripada membirkan orang-orang beriman
mengalihkan perhatian mereka dari berbagai
hal mengenai kerja, seperti yang akan terjadi pada
Minggu malam”(Ibid).
Konteks
Kisah Rasul 20:7 membicarakan mengenai persinggahan Paul dari kegiatan
pelayanan di Makedonia, Siria, Filipi dan Troas (Kis 20:1-6). Usai ibadah Sabat
di Troas, Paul berbincang-bincang sampai larut malam, sebelum keesokkan harinya
berangkat ke Asos, Metilene, Khios, Miletus, Efesus, sebelum kembali ke Yerusalem
(Kis 20:13-16). Kata dielegeto yang
dihubungkan dengan ucapan Paul bukan berkategori kotbah namun setara dengan
“berdiskusi”, “berdebat”, “berbicara” (Mrk 9:34, Kis 17:2, Kis 17:17).
No comments:
Post a Comment