Thursday, December 30, 2021

BEKERJASAMA DENGAN TUHAN


thepreachersword.com

Jika kita membaca tokoh-tokoh dalam Kitab Suci – mulai dari raja, nabi, negarawan, hakim, petani dll – sebutlah Abraham, Musa, Daud, Salomo, Yehezkiel, Daniel, Samson dan masih banyak lagi, kita bukan hanya memperoleh kisah-kisah heroik dan dramatik di mana Tuhan memakai hamba-hamba-Nya untuk mempengaruhi nasib dan sejarah sebuah kota dan bangsa Israel khususnya. Namun dibalik itu kita mendapati banyak kisah bagaimana tokoh-tokoh tersebut adalah manusia seperti kita yang terkadang diliputi kekecewaan dan kemarahan, keraguan dan kekuatiran bahkan ketidakpercayaan diri.

Kita tentu masih ingat kemarahan Musa saat mendapati dirinya turun dari Gunung Sinai mendapati bangsa Israel malah terjatuh dalam penyembahan berhala sebagaimana dikatakan, Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu (Kel 32:19)

Kita tentu masih ingat dengan kejatuhan Daud dalam pelanggaran moral dengan mengambil istri Uria, hambanya menjadi istrinya sebagaimana dikatakan, Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya.  Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: "Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu."  Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia.   Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur  dengan dia (2 Sam 2:2-4)

Bukankah Nabi Elia yang diberikan kepercayaan mukjizat yang luar biasa toch pernah mengalami kepanikan dan ketakutan sehingga harus menghindari hukuman istri Raja Ahab yaitu Izebel sebagaimana dikatakan, Maka takutlah ia, lalu bangkit dan pergi menyelamatkan nyawanya; dan setelah sampai ke Bersyeba, yang termasuk wilayah Yehuda, ia meninggalkan bujangnya di sana. Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya:”Cukuplah itu! Sekarang, ya YHWH, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.” (1 Raja-Raja 19:3-4)

Bahkan Musa nabi besar yang memimpin Israel dari tanah perbudakan melintasi laut Teberau yang terbelah sebelumnya sempat meragukan kemampuan dirinya saat hendak diutus Tuhan YHWH dengan berkata, Bukankah aku ini seorang yang tidak petah lidahnya, bagaimanakah mungkin Firaun akan mendengarkan aku? (Kel 6:30)

Demikian pula tokoh Kitab Suci kita kali ini yaitu Gideon sebagai salah satu hakim Israel. Istilah hakim dalam kitab ini bukan menunjuk orang yang mengambil keputusan hukum melainkan orang-orang yang memimpin bangsa Israel di suatu masa saat belum memiliki seorang raja.

Kitab Hakim-Hakim menjadi mata rantai utama sejarah di antara zaman Yosua dengan zaman raja-raja Israel. Periode para hakim mulai dari sekitar tahun 1375 sampai 1050 sM, ketika Israel masih merupakan perserikatan suku-suku. Kitab ini memperoleh namanya dari berbagai tokoh yang secara berkala dibangkitkan Tuhan untuk memimpin dan membebaskan orang Israel setelah mereka mundur dan ditindas oleh bangsa-bangsa tetangga. Para hakim (berjumlah 13 dalam kitab ini) datang dari berbagai suku dan berfungsi sebagai panglima perang dan pemimpin masyarakat; banyak yang pengaruhnya terbatas pada sukunya sendiri, sedangkan beberapa orang memimpin seluruh bangsa Israel. Samuel, yang pada umumnya dipandang sebagai hakim terakhir dan nabi yang pertama tidak termasuk dalam kitab ini.

Dibalik kisah kehebatan Gideon yang diutus Tuhan YHWH mengalahkan bangsa Midian hanya dengan 300 pasukan (Hak 7:5-6) ternyata Gideonpun adalah orang yang sempat memiliki keraguan akan kemampuan dirinya. Ketika Gideon dipilih Tuhan YHWH untuk membebaskan bangsa Israel dari kekuasaan bangsa Midian dan malaikat YHWH menjumpainya untuk memberitakan perutusannya, apa jawab Gideon? Tetapi jawabnya kepada-Nya: "Ah Tuhanku, dengan apakah akan kuselamatkan orang Israel? Ketahuilah, kaumku adalah yang paling kecil di antara suku Manasye dan akupun seorang yang paling muda di antara kaum keluargaku (Hak 6:15).

Ya, Gideon mengatakan bahwa kaumnya “paling kecil” (הדל - hadal) dan dirinya “paling muda” ( הצעיר - hatsair) sehingga Gideon meragukan kemampuannya untuk menjadi seseorang yang akan mengubah sejarah bangsanya. Dan apa jawab Tuhan YHWH melalui Malak YHWH yang diutusnya? ויאמר אליו יהוה כי אהיה עמך והכית את־מדין כאישׁ אחד Wayomer elaiw YHWH ki Ekhyeh imak hikita et Midyan keish ekhad - Berfirmanlah YHWH kepadanya: "Tetapi Akulah yang menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian itu sampai habis.” (Hakim-hakim 6:15-16). Terjemahan literalnya seharusnya Berfirmanlah YHWH kepadanya: "Tetapi Aku Ada  menyertai engkau, sebab itu engkau akan memukul kalah orang Midian hingga hanya menjadi satu orang.

Menarik, Tuhan YHWH menggunakan kata ganti אהיהEhyeh (Aku Ada) sebagaimana Dia saat menemui Musa dalam bentuk api di semak dan mengutus Musa (Kel 3:13-15). Kata Ehyeh merupakan bentuk kata kerja dari akar kata hayah yang maknanya menjadi, hadir, bertindak. Tuhan yang mengutus Gideon bukan patung Baal sebagaimana yang disembah ayahnya namun Tuhan yang hidup dan bertindak dalam sejarah. Tuhan yang berkarya aktif dalam kehidupan umat-Nya yang setia kepada-Nya.

Setelah Gideon meminta sejumlah tanda untuk mengonfirmasi bahwa dirinya benar-benar diutus Tuhan YHWH yaitu dengan melihat roti yang dibuatnya disambar api hingga habis dan rumput yang berembun serta guntingan bulu domba yang berembun (Hak 6:21,36-40) maka kisah selanjutnya kita mengetahuinya bersama bahwa Gideon dengan gagah perkasa memimpin pasukannya yang berjumlah 300 orang mengalahkan pasukan Midian (Hak 7:1-25)

Apa yang dapat kita pelajari dari kisah Gideon bagi kita? Banyak diantara kita yang kerap disandera oleh ketidakpercayaan diri karena kita bukan orang kaya, bukan orang berpengaruh, bukan orang berpendidikan tinggi, bukan berasal dari keluarga terpandang sehingga kita terus menerus mengatakan kepada diri kita bahwa kita hanya harus menerima nasib sebagaimana yang kita terima hari ini?

Sebagai orang beriman kita harus menempatkan Tuhan sebagai variabel utama yang menentukan arah hidup dan kebehasilan masa depan kita selain kemampuan diri serta pengetahuan yang kita peroleh. Tanpa penyertaan Tuhan maka tidak ada keajaiban ditengah kesulitan dan penderitaan. Bersama Tuhan maka segala keterbatasan kita akan diubah menjadi ketidakterbatasan.

Kita bisa mengubah arah hidup kita yang gelap, kita bisa mengubah nasib buruk, kita bisa keluar dari kemiskinan, kita bisa menjadi orang yang berguna bagi banyak orang lain jika ada penyertaan Tuhan dalam setiap upaya dan jerih payah kita.

Supaya penyertaan Tuhan efektif dan terjadi dalam hidup kita yang diperlukan adalah menjauhkan apa yang jahat di mata Tuhan dan bekerjasama senantiasa dengan Tuhan. Kita melakukan apa yang menjadi bagian kita dan Tuhan melakukan apa yang menjadi bagian-Nya. Roma 8:28 berkata, Kita tahu sekarang, bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Tuhan. Kata Yunani συνεργει - sunergei artinya bekerja bersama-sama. Dari kata Yunani ini berawal kata Inggris sinergy yang biasa kita dengar dalam bahasa Indonesia sinergi yang artinya bekerja sama.

Marilah kita menyongsong dan memasuki tahun 2022 yang beberapa jam lagi akan kita alami dengan sebuah keyakinan bahwa sebagaimana Tuhan YHWH, Bapa Surgawi di dalam Yesus Sang Putra dan Juruslamat kita menyertai kita di tahun 2021 maka penyertaannya akan kita alami di tahun 2022. Agar kita mengalami penyertaan-Nya dan dimampukan melakukan perubahan kehidupan yang lebih baik dari hari kemarin, hendaklah kita menjauhkan apa yang jahat di mata Tuhan dan tetaplah bekerjasama bersama Tuhan, Amen.

No comments:

Post a Comment