Beberapa jam lalu kita telah meninggalkan tahun 2021 dan hari ini kita memasuki tahun yang baru di tahun 2022. Apa pesan Tuhan yang perlu kita renungkan sebagaimana pedoman menjalani kehidupan di tahun yang baru ini? Kita akan menelaah Mazmur 146:1-10 dan menjadikannya sebagai pedoman memasuki tahun yang baru dan tahun yang disarati ketidakpastian akibat pandemi dan disrupsi teknologi informasi.
Mazmur 146:1 dibuka dengan kalimat, הללו־יה הללי נפשׁי את־יהוה - Halelu-Yah, haleli nafshi et YHWH –
Halelu-Yah, pujilah YHWH hai jiwaku. Kata Halelu-Yah berasal dari kata Ibrani halel yang artinya memuji atau menyanjung dan bentuk singkat nama
Tuhan Yah sehingga Halelu-Yah artinya pujilah Yah atau Yahweh. Itulah sebabnya kalimat berikutnya menuliskan haleli nafshi (wahai jiwaku pujilah).
Karena terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) mengikuti terjemahan berbahasa
Inggris di mana nama YHWH disalin menjadi LORD (dengan huruf kapital semua)
maka nama YHWH dalam terjemahan LAI ditulis TUHAN (dengan huruf kapital semua).
Tradisi penerjemahan berbahasa Inggris mengikuti tradisi penerjemahan
Septuaginta yaitu penerjemahan teks Kitab TaNaKh/Perjanjian Lama yang berbahasa
Ibrani ke dalam bahasa Yunani pada Abad 2 sM di mana nama YHWH disalin dengan
gelar Kurios karena sejak pulang dari
pembuangan Babilonia tahun 586 sM, pemuka agama Yahudi menghindari penyebutan
nama YHWH dan diganti dengan sapaan Adonai
yang dalam bahasa Yunani Kurios dan
dalam bahasa Inggris Lord.
Jadi, jika kata Halelu-Yah selama ini
diterjemahkan dan diungkapkan dengan bahasa Indonesia, Puji Tuhan, kita sudah
tahu asal-usulnya. Namun yang tepat seharusnya Pujilah Yah atau Pujilah Yahweh.
Dalam sejumlah terjemahan bahasa Inggris seperti Young’s Literal Translation (1862/1898), Mazmur 146:1
diterjemahkan, Praise ye Jah! Praise, O my soul, Jehovah. Sementara New Jerusalem Bible (1985) menerjemahkan
Mazmur 146:1 sbb, Alleluia! Praise Yahweh, my soul!
Mazmur 142:2 mengajak
kita untuk merenungkan hidup yang Tuhan berikan dan percayakan kepada kita
selama ini apakah sudah diisi dengan tindakan yang bertanggungjawab dan memuliakan
Tuhan di dalamnya atau sebaliknya justru melakukan tindakan yang sia-sia dan
tidak membawa kebaikan baik bagi diri sendjri atau orang lain? Pemazmur
berkata, אהללה
יהוה בחיי אזמרה לאלהי בעודי - Ahalelah YHWH bekhayi, azamerah le
Elohay be’odi – Aku hendak memuliakan YHWH selama aku hidup dan bermazmur bagi
Tuhanku selama aku ada.
Frasa “selama aku
hidup” (בחיי - bekhayi) dan
“selama aku ada” (בעודי - be’odi) menegaskan
keterbatasan waktu manusia menjalani kehidupan. Kita tidak selama-lamanya hidup
di dunia. Rentang aktu antara kelahiran dan kematian adalah kehidupan yang kita
jalani. Pemazmur mengajak kita untuk mengisi rentang kehidupan yang
dipercayakan Tuhan untuk “memuliakan atau memuji YHWH” dan “bermazmur bagi
Tuhan”. Mungkin kita akan bertanya, apakah kehidupan ini hanya diisi dengan
menyanyi untuk Tuhan? Bukankah kita harus bekerja agar dapat makan dan
menghidupi keluarga serta memenuhi kebutuhan masa depan?
Tentu saja
kehidupan yang kita jalani bukan hanya memuji Tuhan dan menaikan nyanyian. Kita
harus belajar – entah secara akademik atau non akademik – untuk dapat bekerja
dan memenuhi kebutuhan hidup kita. Namun karena pemazmur bukan sedang
membicarakan persoalan kejasmanian melainkan kerohanian, maka maksud pemazmur
adalah mengajak kita untuk tidak pernah meninggalkan Tuhan dalam setiap aspek
kehidupan dan pekerjaan bahkan persoalan yang kita harus hadapi. Itulah
sebabnya pemazmur mengajak kita untuk senantiasa memuliakan dan memuji Tuhan baik dalam
nyanyian maupun dalam tindakan keseharian.
Jangan remehkan
menaikkan nyanyian – entahkan nyanyian umum atau gerejawi – karena menaikan
nyanyian itu bisa meredakan stres. Menurut riset yang dilakukan Centre for Performance Science, Royal College
of Music, London, Inggris tahun 2007 bahwa para peneliti menemukan bahwa
jumlah hormon stress atau kortisol
lebih rendah dimiliki oleh orang yang suka menyanyi. Demikian pula sebuah
penelitian yang dilakukan National Center
for Biotechnology Information pada tahun 2004 menghasilkan sebuah
kesimpulan bahwa mereka yang gemar menyanyi menunjukkan kadar imunoglobulin A yang lebih tinggi yaitu
sebuah antibodi yang dikeluarkan tubuh untuk menangkis infeksi. Meredakan stres
dan meningkatkan imun dapat diperoleh dari menyanyi apalagi menyanyi lagu
gerejawi di mana nama Tuhan dimuliakan.
Pandemi Covid-19
membuat banyak orang mengalami kepanikan dan stress karena dampaknya yang
merusak dan mematikan. Bahkan efek langsung dan tidak langsung pandemi Covid-19
yang menghancurkan perekonomian masyarakat menimbulkan depresi. Selain kita
berupaya bertahan hidup dan berselanjar di tengah badai Covid-19 dan kesulitan
ekonomi yang ditimbulkannya, kita harus senantiasa menjaga staminah spiritual
kita yaitu dengan senantiiasa percaya dan menaikan pujian kepada Tuhan yang
hidup dan berkuasa yaitu YHWH, Bapa Surgawi di dalam Yesus Sang Mesias,
Juruslamat dan Junjungan Agung kita Yang Ilahi.
Ledakan teknologi
informasi yang luar biasa saat ini menghasilkan fenomena disrupsi (kekacauan).
Terjadi berbagai perubahan yang begitu cepat di bidang komunikasi, kuliner,
pendidikan, politik, gaya hidup dll. Bahkan di era disrupsi ini diperkirakan
akan adanya sejumlah pekerjaan yang hilang dan tidak terpakai (useless) al.,
pengantar surat, loan officer,
pengemudi, dosen, travel agen, agen asuransi, telemarketing, tukang parkir,
pustakawan. Kehilangan pekerjaan bukan saja sebuah kabar buruk namun
menimbulkan stres. Kita butuh kekuatan yang melebihi diri kita yaitu kekuatan
Ilahi yan dapat kita peroleh melalui melekatkan diri pada-Nya dan menaikan
pujian senantiasa agar kita tenang dan bisa beradaptasi dan menemukan solusi
untuk pekerjaan baru
Mazmur 146:3-4
mengajarkan kepada kita agar jangan terlalu melekatkan kepercayaan dan
pengharapan berlebihan pada apa yang tidak abadi dan dapat berubah. Itulah
sebabnya dikatakan, אל־תבטחו בנדיבים בבן־אדם
- Al tivtakh vindivim beben adam - Janganlah percaya kepada para
bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan.
Mengapa? Karena, Apabila nyawanya
melayang, ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya.
Kita memang tidak
bisa hidup sendiri. Kita membutuhkan orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan
kita. Apalagi di era teknologi informasi yang mensyaratkan kekuatan networking atau jaringan. Namun jangan
sampai kita meletakkan nasib hidup kita hanya pada seseorang yang mungkin
secara politik dan finansial dapat menjamin kehidupan dan bisnis serta masa
depan kita.
Kita harus siap
dengan berbagai perubahan baik perubahan sosial, ekonomi, politik termasuk
perubahan sikap seseorang terhadap diri kita. Jika tidak mempersiapkan diri
maka kita akan mudah kecewa, frustasi. Apalagi dalam iklim persaingan yang ketat
dan keras di masa kini kita harus semakin meningkatkan kemandirian dan
kompetensi diri kita.
Ekonomi bisa
ambruk, negara bisa hancur, kehidupan sosial bisa mengalami kekacauan,
orang-orang yang kuat secara politik dan finansial bisa bangkrut bahkan
mengalami kematian tba-tiba. Jika kita mempercakapan hidup kita hanya pada
kekuatan yang terlihat saja maka kita
akan ikut ambruk dan mengalami kekacauan. Kita harus berpegang pada kekuatan
yang tidak akan musnah di telan masa dan perubahan yaitu Tuhan YHWH, Bapa
Surgawi dalam Yesus Sang Mesias, Juruslamat dan Junjungan Agung kita Yang
Ilahi.
Itulah sebabnya
Mazmur 146:5-6 berkata, Berbahagialah orang yang mempunyai Tuhan Yakub sebagai penolong, yang
harapannya pada YHWH Tuhannya: Dia yang menjadikan langit dan bumi, laut dan
segala isinya; yang tetap setia untuk selama-lamanya. Pusat pengharapan kita adalah Tuhan bukan manusia dan benda-benda. Manusia
bisa ingkar janji namun Tuhan tetap setia selama-lamanya sebagaimana dikatakan,
hasmer emet le’olam - yang tetap setia
untuk selama-lamanya.
Mazmur 146:6-10 memberikan penghiburan kepada kita bahwa Tuhan YHWH bukan hanya setia (אמת - emet) melainkan “menegakkan keadilan untuk orang-orang tertindas”, “memberi roti kepada orang yang lapar”, “membebaskan orang-orang yang terkurung, “membuka mata orang-orang buta”, “menegakkan orang-orang yang tertunduk”, “mengasihi orang-orang benar”, “menjaga orang-orang asing, anak yatim”, “menegakkan anak yatim dan janda”, “membelokkan jalan orang fasik”, “Raja untuk selamanya”.
Apa arti sabda ini? Pertama,
Tuhan peduli pada mereka yang tersingkirkan dari masyarakat entah karena
kemiskinan maupun sakit penyakit serta kehilangan penopang keluarga. Jika Anda
lapar, sakit menahun, yatim dan janda,maka sabda ini menjadi kekuatan bahwa
Tuhan peduli senantiasa dengan apa yang Anda alami. Berserulah agar Dia
mengulurkan tangan dan memberikan pertolongan dan mengangkat kita dari sakit
penyakit, kemiskinan, kesukaran hidup dll. Kedua, umat Kristiani yang
menjangkarkan kehidupannya dalam firman Tuhan baik dalam TaNaKh/Kitab
Perjanjian Lama ataupun Injil/Perjanjian Baru harus memiliki kepekaan sosial
terhadap mereka yang tersingkirkan. Jika kita bisa membantu dengan harta kita,
bantulah. Jika kita bisa membantu dengan kedudukan kita, bantulah. Kita harus
bisa menjadi sesama bagi orang lain, seperti kisah orang Samaria yang baik hati
(Luk 10:25-37).
Hari ini kita
memasuki tahun yang baru, tahun 2022. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi
dengan diri kita di tahun yang baru, keberuntungan atau ketidakberuntungan.
Percayalah bahwa sebagaimana Tuhan mampu menjadikan nasib mujur dan nasib
malang (Yes 45:7) maka semuanya terjadi untuk melengkapi kehidupan kita. Kita
mungkin diliputi kuatir karena segala keterbatasan yang kita miliki baik secara
finansial atapun skill. Percayalah bahwa sebagaimana Yesus Sang Mesias dan
Putra Tuhan telah bersabda, Sebab itu
janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya
sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari (Mat 6:34).
Kita tidak perlu
mencari tahu apa yang akan terjadi dengan nasib kita di masa depan termasuk di
tahun 2022 dengan mencari bantuan peramal, seperti Saul mencari tahu nasib
dirinya (1 Sam 28:7). Yang harus kita lakukan hanyalah memasuki dan menghadapi
setiap tahun yang dipercayakan Tuhan untuk dijalani dengan senantiasa meminta
penyertaan Tuhan. Selama kita diberi hidup dan selama kita masih ada di dunia,
teruslah bekerja, berkarya dan berharap serta mempercayakan hidup kita pada
Tuhan agar kita memperoleh kebaikan-Nya sekalipun dalam situasi yang tidak
baik.
Marilah kita
senantiasa memuji dan bermazmur tentang kebaikan-Nya serta berharap hanya
kepada pertolongan Tuhan YHWH, Bapa Surgawi dalam Yesus Sang Mesias,
Juruslamat dan Junjungan Agung Yang Ilahi. Selamat memasuki tahun baru 2022.
No comments:
Post a Comment