Thursday, December 1, 2011

MAKNA ASARA DEVARIM (SEPULUH PERINTAH) DALAM KELUARAN 20



Dalam tradisi dan pemahaman orang Yahudi, perayaan Shavuot atau Pentakosta adalah perayaan panen dan sekaligus perayaan turunnya Torah di Sinai. Beberapa kebiasaan orang Yahudi menjelang dan di saat jatuh perayaan Shavuot atau Pentakosta al., membaca Kitab Suci semalam suntuk. Ada yang memilih membaca Mazmur, ada yang membaca Kitab Ruth karena berbicara mengenai pesta panen dan bayangan Mesias yang akan datang, dan ada pula yang membaca Kitab Keluaran 19-20.

Perayaan Shavuot dihubungkan dengan turunnya Torah di Sinai karena dikatakan “Pada bulan ketiga setelah orang Israel keluar dari tanah Mesir, mereka tiba di padang gurun Sinai pada hari itu juga” (Kel 19:1). Karena bulan Nisan dijadikan bulan yang pertama sebagai peringatan Pesakh dan pembebasan dari Mesir (Kel 13:4, Ul 16:1) maka tiga bulan dari bulan Nisan atau Aviv adalah bulan Siwan yang dalam kalender modern jatuh pada bulan Juni.

Kelak Tuhan YHWH menjadikan perayaan Shavuot sebagai momentum pencurahan Roh Kudus sebagai Penghibur yang menyertai orang-orang yang percaya kepada Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan (Kis 2:1-47).

Beberapa hari sebelum Tuhan memberikan Torah dalam bentuk dua loh batu berisikan sepuluh perintah-Nya persiapan khusus dilakukan oleh umat Israel berdasarkan petunjuk dan pewahyuan Tuhan YHWH yaitu menyucikan diri dan dilarang bersetubuh sebagaimana dikatakan dalam Keluaran 19:10 dan 15 sbb:

Berfirmanlah YHWH kepada Musa: "Pergilah kepada bangsa itu; suruhlah mereka menguduskan diri pada hari ini dan besok, dan mereka harus mencuci pakaiannya

Maka kata Musa kepada bangsa itu: "Bersiaplah menjelang hari yang ketiga, dan janganlah kamu bersetubuh dengan perempuan

Petunjuk Tuhan YHWH di atas menjadi pedoman bagi kita sebagai umat pengikut Mesias yang hidup di Abad XXI bahwa kesucian dan kebersihan adalah prasyarat pertama datang kepada Tuhan baik dalam ibadah Tefilah atau ibadah harian maupun ibadah Shabat atau ibadah pekanan serta Moedim atau ibadah hari raya tahunan.

Itulah sebabnya jika kita mendengar sabda Tuhan diperdengarkan dan dijabarkan, seharusnya kita memiliki sikap yang hormat dan menantikan kehendak Tuhan bagi kita.

Kembali kepada peristiwa di Sinai. Apa yang terjadi ketika Torah akan diberikan kepada Bangsa Israel melalui Musa? Keluaran 19:16 mengatakan, “Dan terjadilah pada hari ketiga, pada waktu terbit fajar, ada guruh dan kilat dan awan padat di atas gunung dan bunyi sangkakala yang sangat keras, sehingga gemetarlah seluruh bangsa yang ada di perkemahan

Peristiwa pewahyuan Torah terjadi dengan disaksikan banyak saksi yaitu orang-orang Israel di bawah gunung Sinai sekalipun gunung Sinai ditutupi awan dan kilat bergemuruh. Pewahyuan Torah bukan terjadi di tempat gelap atau di sebuah gua yang tersembunyi dimana tidak ada saksi satupun. Dan para saksi yakni bangsa Israel melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana kemuliaan Tuhan YHWH menyertai turunya Torah yang diberikan kepada Musa dalam bentuk dua loh batu.

Isi dua loh batu ini disebut dengan Asara Debarim atau Sepuluh Firman. Kita mengenalnya dengan sebutan Ten Commandement atau Sepuluh Perintah. Marilah kita hayati kembali kesepuluh perintah YHWH di Sinai ini (Keluaran20:1-26)

Kesepuluh perintah ini diawali dengan preambule atau pembukaan yang mengatakan: “Ani YHWH Eloheika asyer hotsieni mi Mitsrayim mi bet Avadim”  yang artinya “Akulah YHWH Tuhanmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”. Pernyataan ini hendak menegaskan Tuhan yang membebaskan bangsa Israel memiliki nama yaitu YHWH (Yahweh) dan Tuhan yang bernama YHWH (Yahweh) adalah Tuhan yang bertindak dengan tangan-Nya sendiri untuk membebaskan umat-Nya dari perbudakan Mesir melalui Asara Negef Maskhit atau Sepuluh Tulah Kebinasaan.

Perintah yang pertama: “Lo yihye elohim akherim al panay” yang artinya “Jangan ada padamu tuhan lain di hadapan-Ku

Dalam konteks Israel kuno, bentuk “tuhan lain” (elohim akherim) adalah patung-patung. Tuhan menginginkan bangsa Israel menyembah patung dan menganggapnya sebagai Tuhan. Dalam kebudayaan modern Abad XXI bentuk-bentuk “tuhan lain” adalah materi, kedudukan, jabatan, kekayaan. Bukankah materi, kedudukan, jabatan, kekayaan terkadang menyita waktu kita dan menyebabkan Tuhan tersingkir dalam hati dan pikiran kita?

Perintah yang kedua: “Lo taashe leka fesel” yang artinya “jangan membuat bagimu patung”

Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, YHWH, Tuhanmu, adalah Tuhan yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku”(Kel 20:3-6)

Apakah ayat ini merupakan larangan untuk membuat patung? Tepatnya larangan agar membuat patung dan sujud menyembahnya. Kalimat “lo tishtakhawe” (jangan menyembah) dan “lo taavod” (jangan beribadah) menjadi penanda bahwa bentuk-bentuk peribadatan kepada patung buatan manusia adalah perbuatan kekejian yang menimbulkan kemurkaan Tuhan YHWH?

Bagaimana dengan kecenderungan gereja tertentu yang mempergunakan patung orang kudus dan tokoh Kitab Suci sebagai sarana peribadahan? Sepanjang patung-patung tersebut diperlakukan sebagai sebuah karya seni maka tidak ada persoalan. Namun jika patung-patung tersebut menjadi sarana peribadatan individu dan komunitas maka sudah termasuk penyembahan berhala. Apalagi ada kewajiban mencium patung tersebut. Apapun alasannya.

Perintah yang ketiga: “Lo tissa et shem YHWH Eloheika lashaw” yang artinya “jangan menyebut nama YHWH Tuhanmu dengan sembarangan”.


Apakah perintah tersebut melarang kita untuk mengucapkan nama YHWH secara audible atau terdengar oleh telinga? Bukan! Maksud ayat tersebut adalah agar kita jangan sembarangan mempergunakan nama YHWH seperti bersumpah palsu demi namanya sebagaimana dikatakan dalam Keluaran 19:12 “Janganlah kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Tuhanmu; Akulah YHWH”.

Namun ayat di atas dimaknai oleh orang-orang Yahudi setelah mereka pulang dari pembuangan Babilonia sehingga para rabi mereka memutuskan untuk tidak menyebut nama YHWH ketika membaca Kitab Suci atau berkotbah namun menggantikannya dengan sapaan penghormatan Adonai (Tuan) dan Ha Shem (Nama Itu). Sumber larangan berasal dari Talmud yang mengatakan“…di tempat suci, seseorang mengucapkan Sang Nama sebagaimana tertulis, namun di luar tempat itu, harus dengan bentuk euphemisme” (Misnah Sotah 7:6; Berakhot Sotah 38b; Misnah Tamid 7:2).

Namun perintah tersebut justru bertentangan dengan teladan para nabi yang justru memerintahkan agar nama tersebut disebutkan dalam doa karena ada kuasa di dalam nama tersebut sebagaimana dikatakan: “Nama YHWH adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat” (Ams 18:10). Demikian pula dikatakan dalam 1 Tawarik 16:8, “Bersyukurlah kepada YHWH, panggillah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!”

Perintah yang keempat: “Zakor et yom ha shabbat leqaddeso” yang artinya “ingatlah hari Sabat dengan menguduskannya”.

Sabat bukanlah hari ibadah Yahudi belaka. Sabat sudah ada dan ditetapkan oleh YHWH sendiri sebelum Torah diberikan pada bangsa Israel dan yang sampai hari ini dipelihara oleh orang-orang Yahudi.

Kejadian 2:1-3 mengatakan sbb: “Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Tuhan pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Tuhan memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu

Sabat adalah peringatan selesainya karya penciptaan Tuhan YHWH yang diperingati dengan berhenti dari segala aktivitas melaka atau pekerjaan yang menghasilkan keuntungan finansial. Sabat adalah hari yang diberkati dan dikuduskan oleh YHWH sendiri. Pada tahun 381 Ms Kaisar Konstantin memindahkan Sabat menjadi Minggu ketika dia memerintah sebagai kaisar Kristen pertama dan memerintahkan semua wilayah yang takluk dalam kekuasaannya mematuhi ketetapan tersebut.

Umat Kristen seharusnya tetap memelihara Sabat karena : (1) Bentuk perayaan dan peringatan terhadap karya penciptaan Tuhan yang telah selesai. (2) Karena Yesus Sang Mesias pun tetap memelihara Sabat (Luk 4:16). (3) Karena para rasul pun tetap memelihara Sabat setelah Yesus Sang Mesias naik ke Sorga (Kis Ras 13:14,27,42,44). (4) Tidak ada perintah Yesus dan rasul-rasul dalam Kitab Perjanjian Baru yang memerintahkan peribadatan pada hari Minggu.

Perintah yang kelima, “Kaved et abika we et immeka” yng artinya “hormatilah ayah dan ibumu”.

Bagaimana wujud menghormati kedua orang tua kita? Menjaga nama baiknya dan memperlakukan mereka dengan hormat serta mematuhi nasihat-nasihatnya sepanjang semua tidak bertentangan dengan perintah Tuhan. Orang Jawa memiliki falsafah “mikul dhuwur mendhem jero asmane wong tuwo” (memikul tinggi-tinggi dan memendam dalam-dalam nama baik orang tua). Kalimat ini telah mewakili makna yang dimaksudkan dalam perintah keempat ini.

Apa upah yang diperoleh saat kita menghormati orang tua kita? Umur panjang sebagaimana dikatakan, “Yaarikun yameyka al haadamah asher Eloheyka noten lak” yang artinya “supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan YHWH Tuhanmu, kepadamu”.

Perintah yang keenam, “Lo tirsakh” yang artinya “jangan membunuh”

Membunuh adalah menghilangkan nyawa orang lain. Menghilangkan nyawa orang lain berarti merusak Gambar dan Rupa Tuhan. Ada banyak penyebab orang membunuh orang lain al., kebencian dan dendam, ketakutan akan ancaman orang lain, profesi untuk memperoleh uang, penyakit kejiwaan.

Mengembangkan sikap mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama, mencegah seseorang menganggap orang lain sebagai musuh dan menghindarkan diri dari sikap membinasakan musuh.

Yesus Sang Mesias mengajarkan bahwa pengertian membunuh ternyata bukan hanya menghilangkan nyawa orang lain namun berkata-kata yang menghina dan melukai perasaan orang lain adalah pembunuhan (Mat 5:22)

Perintah yang ketujuh, “Lo tinaf” yang artinya “jangan berzinah”

Berzinah adalah memiliki hubungan tidak resmi dengan lelaki atau perempuan yang bukan suami atau istrinya. Amsal 6:32 mengatakan, “Siapa melakukan zinah tidak berakal budi; orang yang berbuat demikian merusak diri”. Orang yang berzinah memang tidak dikendalikan oleh akal sehatnya tetapi nafsunya. Tentu saja tindakan mereka dapat merusak nama baik mereka, merusak hubungan suami istri, merusak hubungan dengan anak, merusak hubungan dengan mertua.

Yesus Sang Mesias mengajarkan kepada kita bahwa perzinahan yang paling berbahaya adalah perzinahan hati dan mata sebagaimana dikatakan dalam Mat 5:28 sbb: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya

Perintah yang kedelapan, “lo tignov” yang artinya “jangan mencuri”

Mencuri adalah mengambil yang bukan menjadi hak dan milik kita. Mencuri adalah merampas sesuatu yang diperoleh dengan kerja keras. Kita harus bekerja untuk memperoleh apa yang kita ingini dan kita harus mengendalikan diri atas keinginan kita yang tidak terpenuhi sehingga tidak terdorong untuk mencuri.

Perintah kesembilan, “Lo ta’aneh bere’aka ‘ed saqer” yang artinya “jangan mengucapkan saksi dusta terhadap sesamamu”

Dalam kasus hukum terkadang kita melihat adanya saksi-saksi palsu yang membela kepentingan orang-orang yang bersalah. Hendaklah kita tidak mengambil dalam pekerjaan kekejian tersebut. Keluaran 23:1-2 memperingatkan sbb: "Janganlah engkau menyebarkan kabar bohong; janganlah engkau membantu orang yang bersalah dengan menjadi saksi yang tidak benar. Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum

Perintah kesepuluh, “Lo takhmod bet re’eka” yang artinya “janganlah mengingini milik sesamamu”.

Frasa “bet re’eka” artinya “isi rumah sesamamu” yang meliputi istrinya, hambanya, harta kekayaannya. Kecemburuan dan iri hati mendorong seseorang mengingini apa yang bukan menjadi haknya. Terjadilah pencurian, terjadilah pembunuhan. Bahkan ada yang berlomba dan terobsesi memiliki sesuatu yang dimiliki sesamannya dengan cara-cara yang melampaui batas kemampuannya. Tidak heran jika kita kerap melihat persaingan diantara tetangga karena adanya barang-barang yang mereka miliki yang belum kita miliki. Bersyukurlah dengan apa yang kita miliki dan berpikirlah positif tentang tetangga kita ketika mereka memiliki sesuatu yang tidak kita miliki.

Demikianlah Sepuluh Perintah yang tertulis dalam 2 Loh Batu yang ditulis oleh jari YHWH sendiri yang kemudian diberikan pada Musa untuk diberitahukan pada bangsa Israel.

Rabbi Moshe Maimonides (1135-1204) dalam bukunya Misney Torah menghitung bahwa jumlah keseluruhan perintah YHWH dalam Kitab Torah Musa berjumlah 613 yang terbagi dalam 365 perintah yang bersifat negatif (ditandai dengan bentuk larangan atau “lo taasheh” -janganlah) dan 248 perintah yang bersifat positip (ditandai dengan bentuk anjuran atau “taasheh” - lakukanlah).

Yesus Sang Mesias, Juruslamat dan Junjungan Agung kita Yang Ilahi meringkas menjadi dua hukum yang merupakan inti dari keseluruhan Torah yaitu mengasihi Tuhan YHWH dan mengasihi sesama manusia (Mat 22:34-40). Yesus berkata: “Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh Torah dan kitab para nabi” (Mat 2:40)

No comments:

Post a Comment