Wednesday, February 1, 2012

DISORIENTASI KEIMANAN RAJA UZIA


Midrash 2 Tawarikh 26: 1-23

Pada kesempatan ini kita akan belajar dari seorang tokoh dalam silsilah kerajaan Israel. Dia bernama Uzia (Uzi-Yahu). Siapakah Uzia itu? Jika kita membaca 2 Tawarik 25:1-28, dia adalah penerus raja Amazia, ayahnya. Uzia naik tahta dalam usia yang sangat muda yaitu 16 tahun (2 Taw 26:1). Dalam ukuran anak Indonesia, usia 16 tahun adalah usia belajar formal di SMU, namun dalam usia belajar dan masih bergulat dengan pencarian jati diri tersebut, Uzia sudah harus naik tahta dan mengurusi sesuatu yang lebih besar yaitu negara.

Mengenai kerohanian dari Uzia, dikatakan bahwa dia adalah seorang yang benar di hadapan Tuhan dan mencari Tuhan senantiasa sebagaimana dikatakan dalam ayat 4-5 sbb: “Ia melakukan apa yang benar di mata Yahweh, tepat seperti yang dilakukan Amazia, ayahnya. Ia mencari Tuhan selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Tuhan. Dan selama ia mencari Yahweh, Tuhan membuat segala usahanya berhasil”. Kata הישׁר (ha yashar) muncul sebanyak 36 kali dalam Kitab Perjanjian Lama (TaNaKh) yang artinya “lurus”, “tepat”, “benar”, “jujur”. Uzia melakukan apa yang benar dan jujur di hadapan Tuhan. Kata לדרשׁ (lidrosh) berasal dari kata דרשׁ (darash) yang artinya “menyelidiki”. Uzia adalah orang yang tekun menyelidiki kehendak Tuhan dalam Torah-Nya. Dua kata ini (yashar dan lidrosh) mewakili spiritualitas raja muda bernama Uzia.

Apa yang Tuhan lakukan bagi Uzia. Ada hukum sebab akibat atau aksi dan reaksi. Tuhan memberikan balasan kebaikkan yang berlimpah bagi Uzia. Pada ayat 5 dikatakan: “Tuhan membuat segala usahanya berhasil” (הצליחו האלהים/hitslikho ha Elohim). Apa saja keberhasilan yang telah Tuhan berikan bagi Uzia? Pertama, mengalami kemenangan dalam peperangan melawan orang Filistin (ay 6). Kedua, mengalami kemenangan dalam peperangan melawan orang Arab dan Meunim (ay 7). Ketiga, orang-orang Amon memberikan upeti sebagai tanda ketundukkan atas otoritas kerajaannya (ay 8). Keempat, nama Uzia termasyur sampai ke Mesir (ay 8). Kelima, mendirikan menara pengawasan di Yerusalem (ay 9). Keenam, ternak-ternak raja Uzia sangat banyak (ay 10). Ketujuh, Uzia memiliki banyak pekerja dan hasil pertaniannya memberikan keuntungan berlipat-lipa (ay 10). Kedelapan, memiliki jumlah tentara yang banyak dan kuat (ay 11). Kesembilan, memeliki peralatan perang yang lengkap dan modern (ay 12). Kesepuluh, mampu memproduksi alat-alat perang (ay 15).

Namun sayang, keberhasilan yang telah Tuhan berikan rupanya membuat Uzia lupa diri. Apa yang telah Uzia perbuat? Pertama, Uzia menjadi tinggi hati dan melakukan hal yang merusak. Kedua, Uzia berpaling dari kesetiaan kepada Tuhan. Ketiga, Uzia merampas hak imam untuk membakar ukupan di Bait Tuhan, sebagaimana dikatakan dalam ayat 16 sbb: “Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati sehingga ia melakukan hal yang merusak. Ia berubah setia kepada Yahweh Tuhannya, dan memasuki bait Yahweh untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan”. Terjemahan LAI “berubah setia pada Yahweh” mengesankan Uzia menjadi setia pada Yahweh. Ini kasus penggunaan kata dan istilah yang tidak tepat. 

Dalam bahasa Ibraninya dipergunakan kataוימעל ביהוה אלהיו  (wayima’al ba Yahweh Elohaiw). Kata ימעל (ma’al) artinya “perbuatan yang melanggar” atau “melakukan kesalahan”. New Jerusalem Bible (NJB) menerjemahkan, “he was unfaithful to Yahweh his God” (dia tidak setia pada Yahweh, Tuhannya). Revised Standard Version (RSV) menerjemahkan, “For he was false to the LORD his God” (karena dia bersalah kepada Yahweh, Tuhannya). Young’s Literal Translation (YLT) menerjemahkan, “and he trespasseth against Jehovah his God” (dan dia berdosa melawan Jehovah, Tuhannya).

Mari kita analisis, mengapa Uzia yang memiliki spiritualitas yang tangguh justru mengalami kejatuhan? Jawabannya ada pada ayat 16, yaitu: “Setelah ia menjadi kuat, ia menjadi tinggi hati” (ukekhezqato, gavah libo). Kata Ibrani חזקה (khezqah) artinya “kekuatan”, “kekuasaan”. Uzia mabuk kekuasaan dan merasa dirinya telah memiliki kekuatan yang dia peroleh dengan usahannya sendiri. Uzia merasa bahwa dirinya telah mengalami kejayaan sehingga tidak memerlukan Tuhan dalam kehidupannya. 

Di saat orang telah berada dalam tampuk kekuasaan dan mengalami puncak kesuksesan secara material dan finansial, berhati-hatilah karena itu bukan semata-mata berkat Tuhan namun sebuah ujian. Ujian apa? Ujian kesetiaan. Apakah kita masih tetap mengasihi Tuhan, saat kita mengalami keberhasilan? Apakah kita masih tetap setia beribadah dan mencari Tuhan ketika kita telah mengalami puncak kejayaan dan keberhasilan? 

Dalam kebijaksanaan lokal, orang-orang Jawa kuno memiliki ajaran, “Aja melik barang kang melok, aja mngro mundhak kendho”(jangan tergiur barang yang mewah, menawan hati, jangan mendua hati, nanti mengalami kemunduran dalam banyak hal) dan “Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan lan kemareman” (jangan terpikat kedudukan, keduniawian, kepuasan). Dalam bahasa yang lain dikatakan: “aja kengguh marang gemrincinging ringgit, marang gebyaring wentis kuning, marang klubukking iwak ono kedung” (jangan tersandung oleh gemerincing uang, keindahan betis wanita dan gemeriap ikan di kolam). Tiga hal ini sering diistilahkan “3 TA” yaitu, “harta”, “tahta”, “wanita”.

Apa yang terjadi setelah Uzia mengalami disorientasi keimanan? Dalam 2 Tawarik 26:17-19 dikatakan sbb: “Tetapi imam Azarya mengikutinya dari belakang bersama-sama delapan puluh imam Yahweh, orang-orang yang tegas; mereka berdiri di depan raja Uzia dan berkata kepadanya: "Hai, Uzia, engkau tidak berhak membakar ukupan kepada Yahweh hanyalah imam-imam keturunan Harun yang telah dikuduskan yang berhak membakar ukupan! Keluarlah dari tempat kudus ini, karena engkau telah berubah setia! Engkau tidak akan memperoleh kehormatan dari Yahweh, Tuhan karena hal ini." Tetapi Uzia, dengan bokor ukupan di tangannya untuk dibakar menjadi marah. Sementara amarahnya meluap terhadap para imam, timbullah penyakit kusta pada dahinya di hadapan para imam di rumah Yahweh, dekat mezbah pembakaran ukupan”. Uzia mengalami kusta (הצרעת/ha tsaraat) di dahinya. Inilah bentuk teguran dan hukuman Tuhan pada waktu itu.

Bagaimana dengan kita? Apa yang akan kita alami jika kita berpaling dari Tuhan dan asyik masyuk dengan keberhasilan dan kesuksesan hidup yang tidak disyukuri dan dipelihara dengan penuh tanggung jawab? Kita akan mengalami hal-hal yang tidak baik. Kita mungkin akan mengalami kerugian berkali lipat. Kita mungkin akan mengalami kehilangan yang membuat pukulan batin yang hebat. Kita mungkin mengalami sakit penyakit yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, dll.

Oleh karenanya, biarlah kita tetap menjaga kesetiaan dan kasih kita akan Tuhan. Jangan sampai kita mengalami disorientasi keimanan oleh kehidupan dunia ini. Pandanglah dan ikutilah Jalan Mesias agar kita tetap berada dalam berkat dan perlindungan Yahweh, Tuhan Semesta Alam.

Adalah baik, ketika kita mengalami kemenangan demi kemenangan atau keberhasilan demi keberhasilan dalam hidup, kita mengucapkan doa yang diucapkan oleh Agur bin Yake sbb: “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Yahweh itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Tuhanku” (Ams 30:8-9). Demikian pula kita teringat akan Daud yang menuliskan, “apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya” (Mzm 62:11)

 


No comments:

Post a Comment