Wednesday, March 21, 2012

CHRISTIANITY AS RELIGION AND RELATIONSHIP


Kita kerap mendengar semboyan “Christianity is not Religion”. Pernyataan ini kerap keluar dari bibir tokoh-tokoh Kristen baik di Barat maupun di Asia. Dengan semboyan tersebut mereka hendak menegaskan diferensiasi (perbedaan) antara Kekristenan dengan agama-agama yang ada disekelilingnya. Kekristenan adalah sebuah relasi atau hubungan antara manusia dengan Tuhan. Benarkah pemahaman di atas? Apa dampak pemahaman di atas terhadap cara pandang kita mengenai Kekristenan?

Benarkah Kekristenan Bukan Agama?

Tulisan-tulisan yang hendak menegaskan ada diferensiasi antara Kekristenan dengan agama-agama, bertebaran mulai dari tulisan Luther, karya Filosof Eksistensialis Denmark bernama Soren Kierkegard dalam buku Attack  on Christendom, karya Teolog Jerman Dietrich Boenhoefer berjudul Letters and Papers from Prison sampai buku Church Dogmaticsnya karya Karl Barth.

Untuk memahami gagasan bahwa Kekristenan bukan agama, kita akan menelaah salah satu tulisan karya James A. Flower dengan judul Christianity is not Religion. Beliau berargumentasi sbb:

Religion emphasizes precepts, propositions, performance, productions, programs, promotion, percentages, etc. Christianity emphazises the Person of Jesus Christ and His life lived out through the receptive Christian believer.

Religion has to do with form, formalism and formulas; ritual, rules, regulations and rites; legalism, laws and laboring. The good news of Christianity is that it is not what we do or perform, but what Jesus has done and is doing in us....Christianity is not religion! Christianity is Chroist! Christianity is ‘Christ-in-you-ity’. Christianity is the personal, spiritual presence of the risen and living Lord Jesus Christ, manifesting His life and character in Christians, i.e. ‘Christ-ones’” (www.christinyou.net, 1998, p.20-21)

Terjemahannya: “Agama menekankan berbagai peraturan, proposisi, penampilan, produksi, program, persentase dll. Kekristenan menekankan Pribadi Yesus Sang Mesias dan kehidupannya yang muncul melalui orang Kristen yang menerimanya.

Kekristenan berkaitan dengan bentuk, formalisme serta berbagai formula; ritual, hukum, aturan, uoacara; legalistik, hukum serta usaha manusia. Kabar Baik dari Kekristenan adalah bukan apa yang kita kerjakan atau tampilkan melainkan apa yang Yesus telah dan sedang kerjakan dalam diri kita...Kekristenan bukanlah agama! Kekristenan adalah Kristus! Kekristenan adalah ‘Kristus berada di dalam dirimu’. Yesus Sang Mesias tidak mendirikan agama untuk mengingat dan mengulang ajarannya. Kekristenan adalah kehadiran pribadi dan rohani dari kebangkitan dan kehidupan Yesus Sang Mesias yang mengejawantahkan kehidupannya dan karakternya di dalam orang-orang Kristen, yaitu Kristus menyatu” .

Letak kekeliruan argumentasi di atas adalah keliru memahami arti agama dan arti kehadiran Yesus ke dunia. Kita akan telaah satu persatu.

Keliru memahami arti agama

Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta “A” yang bermakna “Tidak” dan “Gama” yang artinya “Kacau”. Dengan kata “Agama” bermakna “Tidak kacau”.

Persamaan dalam bahasa Inggris adalah “Religion” yang berasal dari bahasa Latin “Religo” yang artinya “to tie or fasten” (mengikat atau menghubungkan atau mengikat) – (J.R.V. Marchant and J.F. Charles, Cassell’s Latin Dictionary, p.478).

Saya tidak akan mempersoalkan terlalu teknis mengenai makna kata “Religion” (agama) karena ada banyak buku yang mengupas berdasarkan kajian etimologis maupun historis sehingga menimbulkan keragaman pendapat. Secara umum, istilah Agama atau “Religion” dipakai untuk menamai pemahaman dan perilaku seseorang berkaitan dengan suatu kepercayaan tertentu terhadap sesuatu yang mengatasi dirinya, ibadah yang tertentu serta perbuatan moral yang tertentu.

Kekristenan, sebagaimana Yudaisme, Islam, Hindu, Budha, Taoisme, Konfusianisme dll bisa saja disetarakan sebagai sebuah agama karena di dalamnya memiliki kesamaaan umum yaitu pemahaman dan perilaku seseorang berkaitan dengan suatu kepercayaan tertentu terhadap sesuatu yang mengatasi dirinya, ibadah yang tertentu serta perbuatan moral yang tertentu.

Jika Kekristenan bukan agama, lalu untuk menamai kesamaan umum antara Kekristenan dengan Yudaisme, Hindu, Budha, Taoisme, Konfusianisme dll dalam hal pemahaman dan perilaku seseorang berkaitan dengan suatu kepercayaan tertentu terhadap sesuatu yang mengatasi dirinya, ibadah yang tertentu serta perbuatan moral yang tertentu, dengan nama apa?

Jika kita bertemu dengan seseorang dan ketika dia mengatakan dirinya beragama Islam, Hindu, Budha, Yudaisme, Taoisme, Konfusianisme, lalu apakah kita akan menolak bahwa diri kita beragama? Kondisi tidak beragama di Indonesia adalah Ateis. Maka kita tidak akan pernah bisa menghindar dari istilah agama, suka atau tidak suka kita mempergunakannya.

Toch seandainya kita menolak istilah Agama bagi Kekristenan, kita tidak bisa mangkir ketika kita ditanya oleh seseorang “apakah agamanmu” atau “apakah kepercayaan yang Anda anut?”, mau tidak mau kita akan menjawab Kristen (jika kita seorang Kristen).

Keliru memahami arti agama dan arti kehadiran Yesus ke dunia

Kekeliruan berikutnya adalah mengartikan kehadiran Yesus adalah menghapus berbagai ritual ibadah sebelumnya yaitu Yudaisme. Bukan hanya Yesus bahkan rasul-rasul khususnya Paul dianggap telah memposisikan dirinya menentang kehadiran agama.

Pertanyaannya adalah apakah Yesus seorang Kristen? Bukan! Faktanya Yesus secara antropologis adalah manusia perwujudan Sang Firman. Manusia Yesus terlahir dari suku Yehuda (Ibr 7:14) dan Yesus mempraktekan kehidupan saleh dan beribadah yaitu Yudaisme. Yesus disunat atau upacara Brit Millah (Lukas 2:21-24), Yesus menjalani upacara Bar Mitswah yaitu upacara khatam membaca Torah dan dianggap sudah dewasa (Lukas 2:41-52),Yesus beribadah pada hari Sabat (Luk 4:16,31), Yesus melaksanakan Tujuh Perayaan atau Sheva Moedim (Luk 2:41-42, Yoh 7:1-13) yang diamarkan dalam Imamat 23:1-44).

Yesus tidak meniadakan ibadah Yudaisme yang bersumber dari Torah. Yesus tidak meniadakan Sabat, tidak pula meniadakan sunat, tiada pula membatalkan Tujuh Hari Raya. Sebaliknya Yesus bersabda, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga” (Mat 5:17-19). Yesus tidak melakukan abolisi (penghapusan) terhadap Torah dan segala aspeknya. Bahkan Yesus mengatakan barangsiapa yang mengajarkan demikian, kedudukannya rendah dalam Kerajaan Sorga.

Yang menarik Yesus bersabda pada ayat 20, “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”. Jika karya Mesianis Yesus menghapuskan eksistensi agama dan menjadikan kehadiran dirinya sebagai lawan dari agama, lalu mengapa Yesus mengatakan bahwa jika murid-muridnya memiliki standar keagaamaan yang lebih rendah dari Ahli Taurat maka mereka tidak masuk dalam Kerajaan Sorga?


Robert dan Remy Koch menuliskan sbb: “Both Christians and Jews today seem to feel that indeed Yeshua (Jesus) did come to start new religion. Some Christians think that the Torah (Law) is obsolete and by extension, Biblical Judaism therefore has been replaced by a new and better covenant, Christianity” (Christianity: New Religion or Sect Biblical Judaism? P. 2)

Terjemahannya, “Baik Kekristenan dan Yahudi hari ini merasa bahwa Yeshua memulai suatu agama yang baru. Beberapa orang Kristen berfikir bahwa Torah telah dihapuskan dan selanjutnya Yudaisme Biblikal telah digantikan oleh perjanjian yang baru dan lebih baik yaitu Kekristenan”.

Yesus hadir sebagai Mesias yang membebaskan baik orang Israel maupun bangsa-bangsa yang menerimanya sebagai Mesias dan Anak Tuhan, dengan tetap menegakkan syariat terdahulu yang berlandaskan Torah serta memberikan arti yang benar dalam mengamalkan syariat Torah.

Dampak Pemahaman Bahwa Kekristenan Bukan Agama

Pemahaman bahwa Kekristenan bukanlah agama membawa sejumlah konsekwensi serius terhadap Kekristenan dan ajaran Yesus. Pertama, Memiskinkan ajaran Yesus. Bayangkan jika Kekristenan hanyalah sebuah relationship (hubungan) dengan Yesus, seolah-olah Yesus begitu miskin ajarannya. Padahal jika kita telaah, Kekristenan sungguh kaya akan pengajaran, ibadah serta berbagai petunjuk melakukan perbuatan moral terhadap sesama. Dalam artikel berjudul Imanku, Ibadahku, Gaya Hidupku (teguhhindarto.blogspot.com 2012) secara panjang lebar saya menguraikan bahwa Kekristenan meliputi pokok keimanan, ibadah serta gaya hidup yang berpusat pada Yesus dan Kitab Suci Torah. Kekristenan bukan sekedar hubungan personal melainkan mengandung unsur-unsur ibadah dan berbagai ritual yang berpusat pada peristiwa Yesus di kayu salib.

Kedua, Membebaskan orang Kristen dari Syariat Yesus. Karena Kekristenan hanya dimaknai sebagai relationship belaka maka sejumlah orang Kristen tidak mengerti apa yang boleh dan tidak boleh dimakan, membolehkan semua yang dilarang oleh Tuhan dengan penafsiran yang keliru atas sejumlah ucapan Yesus dan para rasul. ”. Dikatakan dalam Imamat 10:10 sbb: “Haruslah kamu dapat membedakan antara yang kudus dengan yang tidak kudus, antara yang najis dengan yang tidak najis…”. Demikian pula Yekhezkiel 22:26 mengatakan, “Imam-imamnya memperkosa Torah-Ku dan menajiskan hal-hal yang kudus bagi-Ku, mereka tidak membedakan antara yang kudus dengan yang tidak kudus, tidak mengajarkan perbedaan yang najis dengan yang tahir, mereka menutup mata terhadap hari-hari Sabat-Ku. Demikianlah Aku dinajiskan di tengah-tengah mereka"

Dengan kata lain, umat Kristen telah mengalami disorientasi dan ajaran Yesus kehilangan kewibawaannya dikarenakan kita telah mempersempit Kekristenan dan ajaran Yesus sebagai sebuah relationship belaka dan bukan religion atau true religion.

Berulang kali para rasul mengingatkan agar jangan sampai ajaran Yesus dihujat orang akibat perilaku kita. 2 Petrus 2:2 menuliskan, “Banyak orang akan mengikuti cara hidup mereka yang dikuasai hawa nafsu, dan karena mereka Jalan Kebenaran akan dihujat. Demikian pula dikatakan dalam Titus 2:5, “...agar Firman Tuhan jangan dihujat orang”. Dalam 1 Timotius 6:1 dikatakan, “...agar nama Tuhan dan ajaran kita jangan dihujat orang”.

Kekristenan adalah sekaligus Religion dan Relationship

Kekristenan bukan hanya hubungan pribadi dengan Yesus Sang Mesias. Kekristenan adalah juga agama dengan seperangkat sistem kepercayaan, ivadah dan perintah melakukan perbuatan moralitas atau akhlaq yang bersumber dari kehidupan Yesus.

Kekristenan bukan hanya agama (religion) namun juga hubungan pribadi antara orang beriman – Gereja- dengan Yesus, ibarat tubuh dan kepala, ibarat roh dan tubuh. Di sinilah letak keistimewaan ajaran Yesus. Barangsiapa percaya pada Yesus maka kita berada di dalam dia dan dia berada dalam kita sebagaimana sabda Yesus:

"Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia (Yoh 14:23)

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yoh 15:4)

Oleh karena Yesus tinggal dalam diri kita maka berlakulah sebagaimana apa yang dituliskan Rasul Paul, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Mesias yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Tuhan yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal 2:20).

Kehidupan Yesus dan kuasa kebangkitannya yang berdiam dalam diri kita mendorong dan memampukan kita melaksanakan perintah Tuhan, syariat-syariat Tuhan dengan sukacita dan bukan sebagai beban.

No comments:

Post a Comment