Thursday, March 1, 2012

IMANKU, IBADAHKU, GAYA HIDUPKU



Jika kehidupan Kristiani diibaratkan sebagai fundasi dan bangunan, maka kehidupan Kristiani terdiri atas susunan fundasi dasar Pokok Keimanan. Di atas dasar Pokok Keimanan ada fundasi kedua yang berdiri sebagai pilar penopang yaitu Ibadah. Dan bangunan di atas pilar tersebut adalah Gaya hidup.

Saya menyebutnya dengan istilah Ibrani Emunah (pokok keimanan) dan Avodah (ibadah) serta Halakah (gaya hidup). Persamaannya dalam bahasa Arab, Akidah (pokok kepercayaan), Ibadah (peribadatan) serta Akhlaq (gaya hidup, perilaku). Persamaan dalam Gereja Orthodox diistilahkan dengan Orthodoxia (pokok ajaran), Ortholatria (peribadatan) serta Orthopraxia (gaya hidup, perilaku).

Namun demikian tentu akan ada yang bertanya pada saya, jika demikian benar adanya, lalu mengapa Kekristenan tidak memahami hal demikian? Bukankah istilah-istilah seperti Emunah, Avodah serta Halakah adalah istilah khas milik Yudaisme? Mengapa kita sebagai orang Kristen menggunakan istilah tersebut?

Sebelum saya mengkaji perihal apa saja yang menjadi pokok keimanan dan ibadah serta gaya hidup seorang Kristen, maka saya akan menjelaskan terlebih dahulu konsep mengenai Judeochristianity.

Pemahaman Mengenai Judeochristianity

Apa itu Judeochristianity? Secara istilah, Judeochristianity berarti Kristen Yahudi. Dalam sejarah penggunaan istilah Judeochristianity, kata ini telah mengalami perkembangan dan pergeseran makna. Istilah ini pertama kali muncul Oxford English Dictionary pada tahun 1899 dan 1910 bermakna orang-orang Kristen mula-mula yang masih menjadi bagian dari Yudaisme. Artinya, pengikut Yesus yang mula-mula adalah terdiri dari orang Yahudi. Istilah ini muncul kembali dalam sebuah surat kabar New English Weekly  di bawah judul Holocaust in American Life oleh Peter Novick.

Dalam perkembangannya, istilah Judeochristianity kerap ditunggangi dengan unsur-unsur politis di Amerika. Saya sendiri lebih mendefinisikan Judeochristian atau Yudeo Kristen sebagai, Kekristenan yang menghargai dan mewujudkan nilai-nilai Yudaisme dan budaya Semitik sebagai akar Kekristenan mula-mula. Nilai-nilai Yudaisme tersebut diwujudkan dalam pokok kepercayaan, dalam ibadah dan dalam etika[1].

Yudaisme manakah yang dimaksudkan sebagai akar Kekristenan? Yudaisme Klasik atau Yudaisme Modern? Bukan Yudaisme Modern yang telah mengalami perkembangan dan dipengaruhi berbagai teori yang menolak Yesus sebagai Mesias, melainkan Yudaisme Klasik yang dimulai sejak orang Yahudi pulang dari pembuangan Babilonia pada Abad VI SM[2].

Dengan pernyataan Yudaisme sebagai akar awal Kekristenan menimbulkan pertanyaan berikutmya. Apakah Yesus seorang Kristen? Bukan! Yesus secara kemanusiaan terlahir sebagai orang Yahudi (Ibr 7:14) dari orang tua Yahudi (Mat 1:1-17; Luk 2:1-5) dan dibesarkan dalam tradisi Yahudi serta melayani dalam bingkai Yahudi dan Yudaisme al., beribadah pada hari Sabat (Luk 4:16), merayakan perayaan Yahudi (Luk 2:41-42, Yoh 7:1-13), mengajar dengan gaya rabbi Yahudi (Mat 5:1-48).

Apakah bukti bahwa Yesus seorang Yahudi? Yesus disunat pada hari kedelapan (Lukas 2:21-24), Yesus mengikuti upacara Bar Mitswah (Lukas 2:41-52), Yesus menggunakan pakaian khas Yahudi dengan Tsit-tsit (Matius 9:20), Yesus mengajar dengan gaya khas seorang rabbi Yahudi –perumpamaan, cerita, amsal, dll (Mat 5:1-48)[3].

Apakah Yudeo Kristen adalah percampuran ajaran Yudaisme dan Kristen? Bukan! Yudeo Kristen tetap membedakan antara Yudaisme dan Kekristenan. Yudaisme berpusat pada Yahweh dan Torah. Kekristena berpusat pada Yesus dan Injil. Yudeo Kristen berpusat pada Yahweh dan Torah sekaligus pada Yesus dan Injil.

Dengan istilah Judeochristianity atau Yudeo Kristen saya maksudkan sebagai bentuk respon dan refleksi kritis atas kehadiran Messianic Judaism yaitu gerakan diantara orang Yahudi dan Yudaisme yang telah menerima Yesus (dengan sebutan Yeshua atau Yahshua atau Yehoshua serta Yahushua) sebagai Mesias Ibrani dan tetap mempertahankan budaya Ibrani.

Karena Messianic Judaism adalah sebuah gerakan yang tumbuh dilingkungan Yudaisme dan Yahudi, maka saya merasa bahwa saya tidak harus menyebutkan diri saya dengan sebutan Messianic Judaism sekalipun saya banyak mengadopsi dan belajar pokok-pokok pikiran dalam teologi Messianic Judaism. Saya bukan berasal dari Yudaisme dan bukan pula seorang Yahudi. Saya seorang Kristen.

Saya membuat jembatan peristilahan untuk mengekspresikan sebuah keyakinan dan kajian teologi serta devosi (ibadah) yang berakar dari warisan budaya Semitik Yudaik dengan sebutan Judeochristianity atau Yudeo Kristian. Dalam beberapa tulisan terkadang saya menggunakan istilah Kristen Semitik atau Kristen Rekonstruksi.

Sebagaimana telah saya katakan dalam artikel Akar Itu Yang Menopang Kamu sbb, “Meskipun kembali ke akar iman bukan bermakna “menjadi Yahudi” dan sejenisnya, namun pemahaman tentang “Keyahudian” atau “Keisraelan” dan berbagai ekspresi ibadah, pengajaran serta tradisi-tradisi mereka, perlu dipelajari dalam terang kehadiran Yesus Sang Mesias. Hasil pemahaman mengenai “kembali ke akar Ibrani”, perlu diaktualisasikan dalam berbagai bidang penghayatan Kristiani. Berikut beberapa bentuk aktualisasi pemahaman kembali ke akar Ibrani dalam kehidupan iman Kristiani: Dalam Ibadah (Avodah), dalam Teologi (Elohut), dalam Etika (Halakah)”.[4] Dengan kata lain, visi Back to Hebraic Root  atau Kembali ke Akar Ibrani yang diusung oleh Messianic Judaism saya respon dengan mendefinisikan diri sebagai Judeochristianity atau Yudeo Kristen sebagai bentuk refleksi teologis atas pengajaran Messianic Judaism dalam Teologi dan Devosi serta Etika.

Istilah Yudeo Kristen juga saya pergunakan untuk merespon kehadiran Gereja Ortodok Timur yang juga mengekspresikan budaya Semitik dan peribadatan dengan mempergunakan bahasa Aramaik serta Arab. Baik Messianic Judaism maupun Gereja Ortodox Timur memang membawa misi untuk mengingatkan Kekristenan mengenai akar tradisi iman dan budaya mereka yaitu dari Timur khususnya budaya Semitik Yudaik.

Saya merasa lebih nyaman mempergunakan istilah Yudeo Kristen sebagai bentuk berdiri diantara Teologi Messianic Judaism dan Gereja Orthodox.

Setelah saya menjabarkan konsep mengenai apakah Judeochristianity, maka saya akan menguraikan dalil-dalil mengenai Emunah, Avodah, Halakah dari Judeochristianity tersebut.

Pokok Keimanan Kristiani (Emunah)

1 Timotius 4:6 mengatakan, “Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Mesias Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini”. Ayat ini menegaskan pada kita bahwa sebagai seorang pengikut Mesias, kita harus terdidik dalam soal-soal pokok keimanan.

Jika seorang Kristen tidak memiliki pokok keimanan yang kokoh, maka rusaklah ibadahnya dan rusaklah gaya hidupnya akibat pemahaman dasar yang salah. Mazmur 11:3 mengatakan, “Apabila dasar-dasar dihancurkan, apakah yang dapat dibuat oleh orang benar itu?”. 


Dengan demikian, pokok keimanan menempati bagian yang paling dasar dari kehidupan Kristiani. Jika dasar kehidupan Kristiani hancur, maka hancurlah ibadah dan gaya hidupnya.
Rasul Paul Yudas (Yahuda) mengatakan bahwa iman harus diperjuangkan dan rasul Paul mengatakan agar iman diteruskan serta diwariskan.

Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yud 1:3).

Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguh berpegang pada ajaran yang kuteruskan kepadamu” (2 Kor 11:2).

 “Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Junjungan Agung Yesus Sang Mesias, supaya kamu menjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami” (2 Tesalonika 3:6)

Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis” (2 Tes 2:15)

Satu Tuhan dan Satu Junjungan Agung Yang Ilahi

Apakah yang menjadi pokok keimanan kita? Rasul Paul meringkas dengan susunan kredo berikut ini,” namun bagi kita hanya ada satu Tuhan saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Junjungan Agung Ilahi saja, yaitu Yesus Sang Mesias, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup”. Karena dalam perspektif Judeochristianity nama Allah tidak tepat untuk menerjemahkan kata Yunani Theos dan kata Ibrani Elohim, maka semua kata Allah baik dalam TaNaKh maupun Kitab Perjanjian Baru dituliskan dengan Tuhan[5]

Kredo di atas dengan tegas mengatakan ADA SATU TUHAN dan ADA SATU JUNJUNGAN AGUNG ILAHI. Tuhan itu disapa Bapa. Siapakah nama Tuhan dan Bapa Surgawi itu?

Siapakah Sang Bapa itu?

Yesaya 64:8 mengatakan, “We’atta YHWH Avinu…” (dan  sekarang Engkaulah YHWH Bapa kami). Mengapa kita tidak mengenal YHWH sebagai Bapa? Karena orang Yahudi paska pembuangan enggan mengucapkan nama YHWH dan diganti dengan ungkapan euphemisme HA SHEM (Sang Nama) dan ADONAI (Tuhan). Kebiasaan ini berlanjut ketika Septuaginta (terjemahan TaNaKh dalam bahasa Yunani) menuliskan nama YHWH dengan sebutan KURIOS yang setara dengan Adonai. Kemudian Vulgata (terjemahan TaNaKh dalam bahasa Latin) menuliskan nama Tuhan dengan DOMINI. Kebiasaan ini berlanjut ketika bangsa-bangsa menerjemahkan TaNaKh dalam bahasa masing-masing, maka tradisi Yahudi paska Babilon dilestarikan yaitu mengganti nama Tuhan Yahweh dengan sapaan penghormatan. Dalam bahasa Inggris LORD, dalam bahasa Indonesia TUHAN.

Siapakah YHWH itu?

Siapakah YHWH (Yahweh) itu? Keluaran 3:15 mengatakan, “Selanjutnya berfirmanlah Tuhan kepada Musa: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: YHWH, Tuhan nenek moyangmu, Tuhan Abraham, Tuhan Ishak dan Tuhan Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun”. Dalam Yesaya 40:28 dikatakan, “Tidakkah kautahu, dan tidakkah kaudengar? YHWH ialah Tuhan kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya”. Menurut eksposisi ayat di atas, YHWH adalah Tuhan Pencipta dan Tuhan Abraham, Ishak dan Yakub serta keturtunanya.

Apakah Makna penyapaan YHWH dengan sebutan Bapa? Setiap huruf dalam bahasa Ibrani memiliki makna sebagaimana semua rumpun bahasa Semitik. Kata Ibrani untuk Bapa adalah AV (אב) terdiri dari Alef (א) dan Bet (ב). Huruf Alef merupakan huruf pertama dalam rangkaian abjad Ibrani. Huruf Alef melambangkan yang pertama ada, sumber segala sesuatu. Sementara huruf Bet merupakan huruf yang pertama kali muncul dalam Kitab Kejadian 1:1 Bereshit bara Elohim et ha shamayim we et haarets” (Pada mulanya Tuhan menciptakan langit dan bumi). Huruf Bet adalah huruf penciptaan, sang causa prima, pengada yang pertama. Makna sebutan Av (אב) adalah Dialah Sang Pengada pertama yang menyebabkan segala sesuatu ada. Dialah sumber segala sesuatu.


Mengapa Yesus mengajarkan untuk menyapa-Nya dengan sebutan Bapa? Sebenarnya penyapaan YHWH dengan sebutan Bapa Kami (Avinu) bukan hal baru sama sekali. Dalam Siddur (Buku Doa Yudaisme) ada beberapa doa yang memulai dengan sapaan AVINU. Orthodoks Judaism menyapa YHWH dengan ADONAI. Kaum Kabalist (esoterisme Yahudi) menyapa YHWH dengan EIN SOF (Tiada Akhir). Sapaan AVINU oleh Yesus hendak memberikan makna kerapatan hubungan Tuhan dan ciptaan-Nya secara lebih egaliter[6].


Dan Rasul Paul meneruskan (paradosis) apa yang telah diajarkan oleh Yesus untuk menyapa YHWH (Yahweh) dengan sebutan Bapa. Jika YHWH adalah Sang Bapa dan Tuhan Pencipta maka siapakah Yesus Sang Mesias itu?

Yohanes mengatakan, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Tuhan dan Firman itu adalah Tuhan...Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yoh 1:1)

Dari aspek hakikat (ontologi), Yesus adalah Sang Firman. Sang Firman bukanlah mahluk yang diciptakan Tuhan melainkan oleh Firmanlah segala sesuatu diciptakan (Kej 1:3, Mzm 33:6, Yoh 1:3). Keilahian Yesus terletak dari hakikat Yesus sebagai Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia. Oleh karenanya Rasul Paul mengatakan, “...yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup” (1 Kor 8:6).

Mengapa Yesus disebut Junjungan Agung Yang Ilahi?

Namun mengapa saya menerjemahkan dengan “Junjungan Agung Yang Ilahi” terhadap Yesus? Bukankah ini menolak aspek Ketuhanan Yesus dan hanya menyamakannya dengan manusia lainnya yang memiliki gelar serupa?

Dalam keseluruhan Kitab Perjanjian Baru Yesus disapa oleh muridnya dan siapapun yang berbicara dengan beliau dengan sapaan Kurios (bhs. Yunani) atau Maran (bhs. Aram). Kata Kurios sendiri memiliki makna Tuan atau Majikan atau sebutan penghormatan sebagaimana ditunjukkan ayat-ayat berikut ini:

Sekarang apa yang akan dilakukan oleh tuan (kurios) kebun anggur itu? Ia akan datang dan membinasakan penggarap-penggarap itu, lalu mempercayakan kebun anggur itu kepada orang-orang lain” (Mrk 12:9)

Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya (kurios) melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang” (Luk 12:43)

Istilah Kurios bisa ditujukan pada manusia (majikan, pemilik usaha, raja, pejabat dll) dan bisa terhadap Tuhan dan malaikat sebagaimana ayat-ayat berikut ini:

Sebab itu segala malapetakanya akan datang dalam satu hari, yaitu sampar dan perkabungan dan kelaparan; dan ia akan dibakar dengan api, karena YHWH Tuhan (kurios ho theos), yang menghakimi dia, adalah kuat” (Why 18:8)

Ia menatap malaikat itu dan dengan takut ia berkata: "Ada apa, Tuan? (kurios)" Jawab malaikat itu: "Semua doamu dan sedekahmu telah naik ke hadirat Tuhan dan Tuhan mengingat engkau” (Kis Ras 10:4).

Didasarkan pada analisis diatas, maka sebutan Kurios bagi Yesus dalam naskah
Yunani Perjanjian Baru, seharusnya diterjemahkan dengan sebutan “Tuan” atau “Junjungan Agung”.  Maka pernyataan, “Legei hautoi Kurie houte antlema ekheis kai to phrear estin bathu phosen houn ekheis to udoun to zoon” (Yokh 4:11) seharusnya diterjemahkan "Tuan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu?”. Demikian pula pernyataan, “Hosakis gar ean esthiete ton arton touton kai to poterion ton thanaton tou kuriou kataggelete akhris hou elthe (1 Kor 11:26) seharusnya diterjemahkan, “Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuan . Maka pernyataan, “Eiselthousai de oux euron to soma tou Kuriou Iesou” (Luk 24:3) pun seharusnya diterjemahkan, ““dan setelah masuk mereka tidak menemukan mayat Tuan Yesus”.

Konsekswensi logis dari pemahaman di atas, bahwa “Tuan Yesus dapat mengalami kematian sebagai manusia”, “Tubuh Tuan Yesus yang mati, dapat dikafani”. Artinya, Sang Firman yang telah menjadi manusia itu yang dijuluki “Tuan”, benar-benar logis jika mengalami kematian dan mayatnya dikafani. Namun jika “Tuhan mati” atau “mayat Tuhan dikafani”, maka akan menimbulkan pelecehan terhadap Tuhan Semesta Alam dan merendahkan hakikat-Nya yang kekal dan tidak nampak.

Apakah dengan menyebut Yesus sebagai “Tuan” atau “Junjungan Agung”, kita merendahkan hakikat Yesus yang adalah “Firman Tuhan?” apakah kita menyangkal Ketuhanan-Nya? Sekali-kali tidak! Dengan menyebut Yesus sebagai “Tuan”, kita menegaskan bahwa Dia merupakan pribadi atau sosok yang berkuasa, baik di bumi maupun di Sorga. Dengan menyebut Dia “Tuan”, kita menempatkan secara tepat panggilannya dalam kaidah tata bahasa. Dengan menyebut Yesus “Tuan”, kita menghilangkan skandalon (batu sandungan) terhadap komunitas Islam yang memiliki anggapan bahwa beberapa orang Kristen telah menyamakan begitu saya Isa dengan Allah yang dianggap sebagai Tuhan Pencipta[7].

Makna Kata Kurios Bagi Yesus

Kata Kurios berkaitan dengan kata Kuriotes yang artinya “kekuasaan”. Kata Kuriotes muncul beberapa kali dalam Yudas 1:9, “Namun demikian orang-orang yang bermimpi-mimpian ini juga mencemarkan tubuh mereka dan menghina kekuasaan Tuhan (kurioteta) serta menghujat semua yang mulia di sorga”. Demikian pula dalam Kolose 1:6 sbb: “Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa (kuriotetes): segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia”. Dan akhirnya dalam Efesus 1:21 sbb: “Jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa (kuriotetos) dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang”.

Dari kajian ayat di atas, Yesus disapa dengan Kurios (Tuan/Junjungan Agung Yang Ilahi) bermakna bahwa Dia memiliki pengaruh dan kuasa yang dinyatakan dalam ajaran dan tindakan penyembuhan dalam karya Mesianis-Nya[8].

Inilah pokok keimanan kita. Ada satu Tuhan yaitu YHWH Sang Bapa Sorgawi dan ada satu Tuan/Majikan/Penguasa/Junjungan Agung Yang Ilahi yang bernama Yesus atau Yahshua/Yeshua Sang Mesias.

Konsep Keesaan Tuhan dalam Kekristenan

Dalam perkembangannya ketika ajaran Jemaat Mesias (Gereja/Qahal) keluar dari Yerusalem dan berhadapan dengan kebudayaan pagan Yunani Romawi dengan kekuatan Filsafatnya, maka Jemaat Mesias non Yahudi mulai menggunakan alat Filsafat untuk menjawab dan menjelaskan pokok keimanan. Munculah konsili-konsili (sudang Gereja) yang berusaha menjawab berbagai permasalahan dalam doktrin dan ibadah. Dari tujuh Konsili ada 3 Konsili yang terkenal yaitu Konsili Nicea (325 Ms), Konsili Kontantinopel (381 Ms) dan Konsili Chalchedon (451 Ms).

Muncullah istilah Tritunggal rumusan Tertulianus dalam menjelaskan keesaan Bapa, Anak, Roh Kudus yaitu YHWH, Firman dan Roh-Nya yang berkarya dalam penciptaan dan penyelamatan. Pengakuan Iman atau Sahadat Rasuli yang kerap diucapkan baik di Gereja Katolik, Ortodox maupun Protestan merupakan bentuk final pengakuam iman Gereja akan Tuhan yang berkarya melalui Sang Putra dan Sang Roh Kudus.

Dari perspektif Judeochristianity, saya tidak mempergunakan istilah Tritunggal sekalipun tidak menolak kesehakikatan essensi Bapa, Anak, Roh Kudus. Saya tetap mempergunakan istilah Keesaan Tuhan sebagaimana Mesias dan para rasul menggunakan istilah tersebut.

Dalam Kitab Perjanjian Baru, Yesus kembali mengutip Shema (Mrk 12:29). Berulang kali, dalam suratnya, Rasul Paul mengungkapkan sebutan Bapa, Putra, Roh Kudus bersamaan dengan kata Esa (1 Tim 1:17, 1 Tim 2:5-6, 1 Kor 8:5-6, Gal 3:20), demikian pula Rasul Yohanes menyebutkan mengenai keesaan (Yoh 5:45) serta rasul Yudas (Yud 1:25).

Secara literal, istilah “Keesaan” adalah Firmaniah atau Scriptural. Kedua, makna Keesaan dalam sudut pandang Scriptural adalah bahwa orang beriman harus menyembah kepada satu-satunya Tuhan yang benar, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus serta bukan kepada Tuhan yang lain. Hanya Dia lah fokus ibadah (Ul 6:13), fokus kasih (Ul 11:1), fokus doa (Mzm 143:1), fokus pujian (Mzm 66:2). Jadi, kata “Ekhad”, bukan bermakna aritmetis semata namun bermakna metafisik. Tuhan yang mengatasi ruang dan waktu dan yang satu-satunya berhak menerima penyembahan. Ketiga, baik Bapa, Putra dan Roh Kudus adalah sehakikat, setara dalam kekekalan. Bapa, Putra dan Roh Kudus, keluar dari hakikat Bapa (Yoh 8:42, Yoh 15:26)[9]

Ibadah Kristiani (Avodah)

1 Timotius 4:7-8 mengatakan, “Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah. Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang”.

Kata  “beribadah” dalam bahasa Ibrani dipergunakan kata Avodah. Kata Avodah muncul dalam Kitab Torah, Neviim, Kethuvim (TaNaKh atau Kekristenan lazim menyebutnya dengan Perjanjian Lama) sebanyak 145 kali. Dalam bahasa Yunani dipergunakan kata Latreuo.

Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan kata Avodah dan Latreuo dengan “melayani”, “budak”, “mengerjakan”, “beribadah”.

“…tetapi supaya mezbah itu menjadi saksi antara kami dan kamu, dan antara keturunan kita kemudian, bahwa kami tetap beribadah (avodat) kepada YHWH di hadapan-Nya dengan korban bakaran, korban sembelihan dan korban keselamatan kami. Jadi tidaklah mungkin anak-anak kamu di kemudian hari berkata kepada anak-anak kami: Kamu tidak mempunyai bagian pada YHWH” (Yos 22:27).


Mereka harus mengerjakan tugas-tugas bagi Akharon dan bagi segenap umat Israel di depan Kemah Pertemuan dan dengan demikian melakukan pekerjaan (avodat) jabatannya pada Kemah Suci” (Bil 3:7).

Beribadahlah (ivdu) kepada YHWH dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!” (Mzm 100:2).

Empat Pilar Ibadah Kristiani

Ibadah Kristiani pada awalnya berakar pada Yudaisme. Yesus Sang Mesias adalah seorang Yahudi (Ibr 7:14) dan beribadah secara Yahudi. Demikian pula murid-murid Yesus dan para rasulnya meneruskan tata cara ibadah Yudaisme tersebut. Pilar ibadah Kristiani yang berakar pada Yudaisme meliputi sbb:[10]

1.       Ibadah Harian tiga kali sehari (Tefilah Sakharit, Minkhah, Maariv – Kis 3:1; 10:3) [11]

2.       Ibadah Pekanan (Sabat – Kis 13:14,27,42,44)[12]

3.       Ibadah Bulanan (Rosh kodesh – Kol 2:16-17)

4.       Ibadah Tahunan atau Tujuh Hari Raya (Sheva Moedim – Kis 20:16, 1 Kor 16:8)[13].

Para ahli liturgi Kristen pun mengakui bahwa beberapa tradisi liturgis dalam gereja Katholik, Orthodox dan Protestan, sebenarnya berakar dari Yudaisme. Pdt. Theo Witkamp, Th.D., menjelaskan dalam artikelnya sbb:

Gereja Kristen dimulai sebagai suatu sekte Yahudi. Oleh karena itu, kalau kita ingin tahu tentang asal-usul dan latar belakang ibadah Kristen awal, kita terutama harus memandang kebiasaan-kebiasaan liturgis dan musikal dari agama Yahudi pada Abad Pertama Masehi[14]

Rashid Rahman mengatakan, “Praktek ibadah harian gereja awal dilatarbelakangi oleh praktek ibadah harian Yudaisme hingga abad pertama. Latar belakang tersebut dapat berupa kontinuitas, diskontinuitas atau pengembangan dari ibadah Yudaisme[15] Selanjutnya dikatakan, “Gereja awal tidak memiliki pola ibadah tersendiri dan asli. Mereka beribadah bersama dengan umat Yahudi dan kemudian mengambil beberapa ritus Yahudi untuk menjadi pola ibadah harian[16]

Dalam perkembangannya, akibat suasana Anti Semit yang berkembang kuat di luar Yerusalem, Gereja dari kalangan non Yahudi (Christianoi, Kis 11:26) mulai melepaskan diri dari lingkungan Yudaisme dan Gereja dari kalangan Yahudi (Netsarim, Notsrim, Nazoraios, Kis 24:5,11). Ketika Gereja non Yahudi berkembang di luar Yerusalem, khususnya di Roma dan seluruh wilayah jajahannya dan berkembang sampai Eropa, maka Gereja mulai mengembangkan liturginya yang melepaskan banyak unsur-unsur dalam Yudaisme dan Keyahudian. Gereja tidak lagi mengenal Tefilah atau ibadah harian. Gereja menggantikan ibadat Sabat menjadi ibadat Minggu. Gereja menggantikan ibadat Sheva Moedim atau Tujuh Hari Raya menjadi Christmass dan Easter. Gereja menggantikan konsep Keesaan Tuhan menjadi Ketritunggalan Tuhan, dll.

Apa yang terjadi jika pilar-pilar yang menopang sebuah bangunan dirobohkan? Ketimpangan yang berujung pada kehancuran. Tidak heran jika selama berabad-abad Kekristenan kehilangan kesalehan dan keintiman dalam beribadah kepada Tuhan. Bangun tidur langsung berdoa tanpa mencuci muka dan tangan. Ibadah hanya seminggu sekali. Pergi ke tempat ibadah seperti hendak pergi ke pesta.

Tidak mengherankan banyak orang Kristen berpindah agama kepada Islam yang menawarkan kesalehan dan keteraturan dalam beribadah. Padahal sejatinya peribadahan Kristiani yang berakar pada Yudaisme dan yang dilestarikan oleh para rasul jika diperbandingkan dengan peribadahan dalam Islam, tiada jauh berbeda. Bahkan boleh dikatakan Islam hanya meneruskan peribadahan yang Yudaisme dan Kristen awal.

Gaya Hidup Kristiani (Halakah)

1 Timotius 4:12 mengatakan, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu

Gaya hidup Kristen adalah pengejawantahan dan penerapan secara luas Pokok Keimanan dan Ibadah Kristiani. Perilaku Yesus adalah teladan sejati bagi pengikutnya. Kata perilaku dalam bahasa Arab adalah Akhlak dan dalam bahasa Ibrani Hatnahgot dan Halikot. Kata Arab Akhlak berasal dari kata Akhlaq yang merupakan jama’ dari Khulqu yang artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul Mazmumah). Dalam padanan bahasa Ibrani adalah Hatnahgot tova (perilaku baik) dan Hatnaghot ra’ah (perilaku buruk).

Agar kita memiliki akhlak atau hatnihgot atau halikot yang baik, maka teladanilah akhlak Al Masih atau halikot ha Mashiakh. Rasul Petrus menuliskan sbb, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Mesiaspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. (1Pet 2:21). Kata Yunani untuk Teladan adalah Hupogrammos dan dalam bahasa Ibrani adalah Mofet. Teladan yang ditinggalkan oleh Yesus Sang Mesias terekam dalam perkataan berupa ajaran dan nasihat serta perilaku beliau dalam keseharian.[17]

Sumber bagi gaya hidup Kristen adalah: Pertama, Ajaran dan sikap hidup Yesus Sang Mesias yang terekam dalam Kitab Injil. Yesus mengajarkan hal-hal berikut:

  1. Mengesakan Tuhan (Markus 12:29)
  2. Memelihara Shabat (Lukas 6:5)
  3. Memelihara Moedim (Yoh 7:37-38)
  4. Menegakkan keadilan (Matius 23:23)
  5. Menghormati pernikahan (Matius 19:1-12)
  6. Mengasihi Tuhan dan sesama sebagai inti Torah (Matius 22:37-40)

Apa saja perbuatan Yesus Sang Mesias yang harus diteladani sebagai sumber gaya hidup pengikut Mesias?

  1. Yesus menghargai orang miskin (Lukas 4:18, Yohanes 12:8)
  2. Yesus tetap mengampuni meskipun disalibkan oleh musuh-Nya (Lukas 23:34)
  3. Yesus menghormati kemanusiaan (Yohanes 8:1-11)
  4. Yesus menghindari kekerasan (Yohanes 18:10)
  5. Yesus empati terhadap orang berdosa agar mereka bertobat (Matius 9:10,13, Lukas 7:37)
  6. dll.

Kedua, Torah sebagai sumber Halakah Mesias memerintahkan kita untuk:

  1. Mengesakan Tuhan (Ulangan 6:4-5)
  2. Memelihara Shabat (Keluaran 20:8-11)
  3. Menghindari makanan yang tahor dan tame (Imamat 11:1-47)
  4. Memelihara Moedim (hari-hari raya)
  5. Menegakkan keadilan (Yesaya 56:1)
  6. Membela dan melindungi janda dan anak yatim (Keluaran 22:22, Yesaya 1:17)
  7. Memperlakukan orang miskin dengan selayaknya (Imamat 25:35)
  8. Menghindari riba (Imamat 25:36)
  9. Menghindari pemerasan (Imamat 19:13)
  10. Menghindari suap (Keluaran 23:8, Ulangan 16:19)
  11. Menjaga kebersihan (Imamat 13:1-11)
  12. Menjaga kesehatan (Bilangan 19:14-17)
  13. dll.[18]
Akhir dari semua uraian dalam tulisan ini adalah, biarlah kita sekalian tetap setia sampai akhirnya dalam memelihara iman, ibadah, gaya hidup kita sebagai Mesias dan mewariskan iman sebagai kekayaan yang tidak ternilai kepada anak dan cucu kita. Rasul Yohanes dengan bangga berkata, “Aku sangat bersukacita, bahwa aku mendapati, bahwa separuh dari anak-anakmu hidup dalam kebenaran sesuai dengan perintah yang telah kita terima dari Bapa” (2 Yoh 1:4).

Inilah yang harus kita hasilkan untuk keturunan kita yang akan datang.

Bukan hanya setiap memelihara iman, ibadah dan gaya hidup sebagai pengikut Mesias melainkan kita telah turut menjaga dan menegakkan kewibawaan ajaran Yesus Sang Mesias karena oleh perilaku orang Kristen sendiri, ajaran Mesias dihujat dan menjadi batu sandungan sebagaimana dikatakan:

Semua orang yang menanggung beban perbudakan hendaknya menganggap tuan mereka layak mendapat segala penghormatan, agar nama Tuhan dan ajaran kita jangan dihujat orang’ (1 Tim 6:1)

“...hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Tuhan jangan dihujat orang” (Tit 2:5)

Banyak orang akan mengikuti cara hidup mereka yang dikuasai hawa nafsu, dan karena mereka Jalan Kebenaran akan dihujat” (2 Ptr 2:2)




[1] Teguh Hindarto, Kristen Yahudi (Judeo-Christianity): Pemahaman Terminologis

[2] Teguh Hindarto, Apakah Yahudi dan Kekristenan Berbeda?
http://teguhhindarto.blogspot.com/2011/10/apakah-kekristenan-berbeda-dengan.html

[4] Teguh Hindarto, Akar Itu Yang Menopang Kamu
http://teguhhindarto.blogspot.com/2012/01/akar-itu-yang-menopang-kamu.html

[5] Teguh Hindarto, Meninjau Ulang Penggunaan Nama Allah dalam Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia
[7] Teguh Hindarto, Pemahaman Mengenai Sebutan Kurios Bagi Yesus Sang Mesias

[9] Teguh Hindarto, Pemahaman Tentang Shema Sebagai Landasan Pendidikan Ketuhanan dan Moral Kristiani


[11] Teguh Hindarto, Tefilah: Ibadah Harian Kekristenan

[13] Teguh Hindarto, Tujuh Hari Raya YHWH Sebagai Bayangan Mesias

[14] Mazmur-Mazmur Kekristenan Purba Dalam Konteks Yahudi Abad Pertama, dalam Jurnal Teologi GEMA Duta Wacana, No 48 Tahun 1994, hal 16

[15] Ibadah Harian Zaman Patristik, Bintang Fajar, 2000, hal 5

[16] Ibid., hal 36

[17] Teguh Hindarto, Akhlaq Al Masih – Halikot ha Mashiakh

[18] Teguh Hindarto, Halakah ha Mashiakh-Syariat Al Masih (Cara Hidup Pengikut Mesias)

1 comment:

  1. Sangat Bagus dan menjadi berkat rohani bagi saya. Terima kasih Bapak Teguh Hindarto. Dan sekali lagi saya memohon, bila dikenan Tulisan-Tulisan Bapak akan saya terbitkan di blog saya: aatprosperityelohim.blogspot.com. Terima kasih sebelumnya. YBU.

    ReplyDelete