Thursday, March 22, 2012

IMAN MEMBUTUHKAN PENGETAHUAN: TANTANGAN BAGI ROHANIAWAN DAN ORANG TUA KRISTIANI


Suatu ketika saya membaca status yang dibuat seseorang di jejaring sosial Facebook kurang lebih demikian, “Kenapa saya menjadi seorang Muallaf (orang yang berpindah menganut agama Islam)? Karena setiap saya bertanya atas apa yang tidak saya mengerti kepada Pendeta, mereka hanya menjawab, “imani saja!”. Pernyataan tersebut semakin meyakinkan saya bahwa banyak rohaniawan Kristen (tidak semua) mengabaikan pemberitaan atau penjelasan mengenai pokok-pokok kepercayaan iman Kristen (Ibr, Emunah/Arb, Akidah). Saya masih ingat bagaimana beberapa puluh tahun silam saya pun sempat merasakan keraguan akan iman Kristen dan tidak mendapatkan jawaban baik dari orang tua maupun pendeta. Kalaupun mendapatkan jawaban, penjelasan yang disampaikan terasa begitu rumit sehingga harus ditutup dengan kalimat, “imani saja”[1].

Saya yakin, masih banyak orang Kristen lainnya yang memiliki kegelisahaan sebagaimana orang yang telah membuat status di Facebook tersebut. Siapa yang bertanggungjawab atas hilangnya kepercayaan orang-orang Kristen tersebut? Semua orang beriman termasuk para rohaniawan Kristen akan mempertanggungjawabkan kehidupan yang sudah kita jalani selama di dunia sebagaimana dikatakan, “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Mesias, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat” (2 Kor 5:10). Mungkin beberapa rohaniawan asyik masyuk dengan doktrin “sekali selamat tetap selamat” dan kepastian akan jaminan keselamatan di dalam Yesus Sang Mesias, sehingga mengabaikan pengajaran yang mendasar mengenai Emunah Meshikit atau Akidah Mashihiyah.

Data Statistik Pemahaman Akidah Orang Kristen

Dan yang mengejutkan kita akan melihat berbagai data statistik mengenai pemahaman orang Kristen mengenai akidahnya khususnya di belahan dunia Barat yang sudah dilandai Sekularisme, Materialisme, Liberalisme.

Menurut The State of the Bible 2011 (American Bible Society) dikatakan bahwa 3 dari 4 orang laki-laki dewasa di Amerika (76%) dapat menyebut dengan benar nama Kitab Kejadian sebagai kitab pertama dalam daftar Kitab Suci.

Menurut laporan USA Today, 14 Maret 2007 dikatakan bahwa sebanyak 60% orang-orang Amerika tidak hafal kelima hukum dalam Sepuluh Perintah YHWH dan sebanyak 50% anak-anak lulusan Sekolah Menengah Atas beranggapan bahwa Sodom dan Gomorah menikah satu sama lain

Menurut laporan NPR (8 Februari 2008) dilaporkan bahwa 50% orang Amerika bahkan orang-orang Kristen, tidak hafal keempat Injil Sinoptik.

Menurut laporan Bibel Literacy Project, Inc, 2005 dilaporkan bahwa 22% anak-anak remaja Amerika beranggapan bahwa Musa adalah salah satu dari 12 murid Yesus, nama Firaun Mesir serta nama salah satu malaikat[2]

Dalam laporan Gallup dikatakan bahwa 3 dari 10 orang Amerika meyakini bahwa Kitab Suci adalah Firman Tuhan[3] . Dalam kesimpulan artikelnya dikatakan, “The percentage of Americans taking a literal view of the Bible has declined over time, from an average of 38% from 1976-1984 to an average of 31% since”[4] (Persentasi orang-orang Amerika yang memiliki pandangan literal mengenai Kitab Suci semakin menurun sepanjang waktu, dari kisaran 38% dari tahun 1976-1984 menjadi kisaran 31% sampai saat ini).

Survey yang dilakukan Pew Forum on Religion and Public Life  terhadap kaum Ateis (tidak bertuhan) dan Agnostik (tidak tahu apakah Tuhan ada atau tidak) menghasilkan data yang mengejutkan. Dari hasil uji menjawab 32 pertanyaan mengenai agama, mereka memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan orang-orang yang beragama. Survey tersebut melibatkan orang beragama, Ateis dan Agnostik. Dari 32 pertanyaan, orang-orang Ateis dan Agnostik justru paling banyak memberikan jawaban benar dengan prosentase 20,9% dan penganut agama Yudaisme 20,5% diikuti agama Mormon 20,3%. Sementara itu Kristen Protestan mendapat skor 16% serta Katolik sebanyak 14,7%[5]. Para peneliti menganalisis apa faktor penyebab prosentasi pemahaman yang berbanding terbalik tersebut. Semua sepakat mengatakan bahwa kaum Agnostik dan Ateistik berasal dari lingkungan beragama dan mereka selalu melakukan berbagai syudi dan pengkajian hingga mereka sampai pada posisi demikian. Sebaliknya, orang-orang beragama, khususnya orang Kristen berpuas diri dan berhenti belajar[6].

Sayang sekali kita belum mendapatkan informasi yang kaya dan akurat mengenai pemahaman orang Kristen di Indonesia, baik dalam hal Emunah (Akidah), Avodah (Ibadah), Halakah (Akhlaq).

Melestarikan Iman dan Menambahkan Pengetahuan pada Iman

Semua kasus di atas (pernyataan seseorang mantan Kristen di facebook dan berbagai data statistik) memberikan sebuah pelajaran penting pada kita khususnya para orang tua dan para rohaniawan Kristiani mengenai pentingnya dua hal yaitu:

Pertama, mengawetkan dan meneruskan iman kepada anak-anak kita.  Rasul Yohanes menuliskan, “Aku sangat bersukacita, bahwa aku mendapati, bahwa separuh dari anak-anakmu hidup dalam kebenaran sesuai dengan perintah yang telah kita terima dari Bapa” (2 Yoh 1:4). Tugas para rohaniawan dan orang tua Kristiani adalah mengawetkan dan meneruskan iman kepada anak-anak mereka. Orang tua Kristen harus memahami pokok-pokok keimanan (Akidah), tata laksana peribadahan (Ibadah) serta gaya hidup atau perilaku moral Kristiani (Akhlaq). Itulah yang harus dipelihara dan diteruskan pada anak-anak mereka baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.

Anak-anak kita harus dididik bukan hanya untuk percaya kepada Yesus Sang Mesias yang telah mati dan bangkit untuk memberikan hidup kekal pada setiap mereka yang percaya namun kita dituntut dalam batas-batas tertentu mampu menjawab mengapa Tuhan melakukan itu melalui Yesus? Mengapa kita percaya akan keilahian Yesus? Mengapa ada sebutan Bapa-Anak-Roh Kudus? Mengapa ada dosa yang harus dihapuskan oleh darah Anak Domba Tuhan? Mengapa dan mengapa lainnya yang menuntut kita harus belajar dan menemukan jawabannya sehingga mereka tidak mencarinya di luar pada tempat yang keliru.
Kedua, menambahkan pada iman kita pengetahuan yang memperkaya iman. Kekristenan sudah terlanjur menisbatkan dirinya sebagai agama yang berfokuskan pada iman tinimbang sinergi antara iman dan perbuatan. Akibatnya, iman terlepas dari unsur-unsur lainnya yang melengkapi.

Rasul Petrus mengingatkan kita demikian, “Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus sang Mesias, Junjungan Agung kita. Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan” (2 Ptr 1:5-9).


Iman adalah dasar. Pada iman kita harus menambahkan berbagai hal untuk melengkapi keutuhan iman kita dan salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan di sini bukan hanya bermakna pengetahuan yang bersifat spiritual (kerohanian) melainkan berbagai pengetahuan umum yang dapat memperkaya keimanan kita.

Para rohaniawan bukan hanya menyibukkan diri dengan berbagai jadwal pelayanan atau kegiatan yang berfokus pada upacara-upacara religius belaka yang sifatnya sakramentalis melainkan memberikan ruang untuk dirinya belajar dan mengkaji Kitab Suci berdasarkan konteks dan tantangan masa kini.

Para rohaniwan bukan hanya mengandalkan terjemahan Kitab Suci namun benar-benar memahami bahasa sumber (Ibrani, Aramaik, Yunani) terjemahan Kitab Suci dan terlibat dalam melakukan studi pribadi untuk mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaan sulit diseputar teks Kitab Suci.

Para rohaniawan harus memiliki waktu-waktu intesif untuk belajar dan melakukan kajian-kajian baik yang terkait dengan persoalan keimanan maupun melintas batas di luar keimanan namun masih berkaitan dengan keimanan.

Mengapa semua hal ini harus dilakukan? Karena anak-anak kita dan jemaat-jemaat kita memerlukan jawaban atas berbagai persoalan yang mereka hadapi di luar kehidupan beribadah di gedung gereja. Apabila mereka tidak mendapatkan jawabannya maka mereka akan mencarinya. Bisa jadi mereka mencari di tempat yang salah, bisa jadi mereka sampai pada sebuah pemahaman keliru bahwa Kekristenan agama yang tidak memberikan banyak jawaban atas berbagai pertanyaan.

Rasul Petrus mengingatkan apa akibat seorang Kristiani yang hanya berkutat diseputar iman belaka? “Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik,...”. Tidak heran banyak rohaniwan yang anti ilmu pengetahuan, anti belajar, anti berpikir ilmiah, anti berpikir kritis. Hasilnya? Berpikir picik dan buta!.

Abad XVII menjadi saksi sejarah bagaimana berbagai penemuan modern dalam dunia ilmu pengetahuan dihubungkan dengan tokoh-tokoh yang memiliki iman yang teguh dalam Kekristenan dan menjadikan Kitab Suci sebagai pedoman bagi mereka untuk melakukan berbagai eksplorasi dan penemuan ilmiah yang cemerlang dan menghasilkan perubahan bagi dunia.

Namun memasuki Abad XX, Kekristenan mengalami kemerosotan seiring pertumbuhan Evolusionisme, Sekularisme, Liberalisme, Materialisme dll.

Saatnya Gereja – Qahal Mesias – mengembalikan kewibawaan ajaran Yesus Sang Mesias. Kekristenan bukan sekedar ritual ibadah, kekristenan bukan soal berbagai perbuatan moral, Kekristenan bukan sekedar perdebatan teologi. Kekristenan adalah semua hal yang meliputi pemahaman akan pokok-pokok kepercayaan, pelaksanaan pilar-pilar ibadah Kristen serta penerapan gaya hidup Kristiani pada dunia yang belum menerima Yesus Sang Mesias.

Kekristenan harus menambahkan pada iman yaitu berbagai pengetahuan untuk perlengkapan dalam tujuan mempertanggungjawabkan iman Kristen kepada siapapun yang membutuhkan jawaban dari orang Kristen.

Marilah setiap rohaniwan dan orang tua Kristen menaruh pemikiran ini dan mulai menambahkan pada iman yaitu pengetahuan agar kita dapat memberikan jawaban pada dunia yang tidak bertuhan dan dunia yang memiliki keanekaragaman pemahaman akan Tuhan.

Sof davar (akhirul kalam) saya hendak mengutip dua ayat yang mengingatkan kita untuk menghadirkan iman kita di tengah keanekaragaman kepercayaan sbb:

Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada YHWH, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; tuhan yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau tuhan orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada YHWH!" (Yos 24:15)

Sebab sungguhpun ada apa yang disebut "tuhan", baik di sorga, maupun di bumi -- dan memang benar ada banyak "tuhan" dan banyak "tuan" yang demikian -- Namun bagi kita hanya ada satu Tuhan saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Junjungan Agung Ilahi saja, yaitu Yesus Sang Mesias, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup’” (1 Kor 8:6).

1 comment:

  1. Kajian yg sangat menarik, & faktanya memng bnyk djumpai rohaniwan mnympaikn ktbah scr asal2an,tnpa persiapan/pnyelidikan mndalam, sy yakin itu trjadi krn kemalasan/kurangnya minat seseorng untk membaca buku ,shg menganggap cukup 1 buku panduan saja untk mnjelaskan semua.Untuk itu marilah kita tumbuh kembangkan minat baca sejak dini,untk memperluas wawasan dng ttap berada dikoridor yg benar yaitu terang firman Tuhan.

    ReplyDelete