Kata “beribadah” dalam bahasa Ibrani dipergunakan kata Avodah. Kata Avodah muncul dalam Kitab Torah, Neviim, Kethuvim (TaNaKh atau Kekristenan lazim menyebutnya dengan Perjanjian Lama) sebanyak 145 kali. Dalam bahasa Yunani dipergunakan kata Latreuo.
Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan kata Avodah dan Latreuo dengan “melayani”, “budak”, “mengerjakan”, “beribadah”. Contoh:
“…tetapi supaya mezbah itu menjadi saksi antara kami dan kamu, dan antara keturunan kita kemudian, bahwa kami tetap beribadah (avodat) kepada YHWH di hadapan-Nya dengan korban bakaran, korban sembelihan dan korban keselamatan kami. Jadi tidaklah mungkin anak-anak kamu di kemudian hari berkata kepada anak-anak kami: Kamu tidak mempunyai bagian pada YHWH” (Yos 22:27).
“Mereka harus mengerjakan tugas-tugas bagi Akharon dan bagi segenap umat Israel di depan Kemah Pertemuan dan dengan demikian melakukan pekerjaan (avodat) jabatannya pada Kemah Suci” (Bil 3:7).
“Beribadahlah (ivdu) kepada YHWH dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya dengan sorak-sorai!” (Mzm 100:2).
Ibadah Kristiani pada awalnya berakar pada Yudaisme. Yesus Sang Mesias adalah seorang Yahudi (Ibr 7:14) dan beribadah secara Yahudi. Demikian pula murid-murid Yesus dan para rasulnya meneruskan tata cara ibadah Yudaisme tersebut. Pilar ibadah Kristiani yang berakar pada Yudaisme meliputi sbb:
1. Ibadah Harian tiga kali sehari (Tefilah Sakharit, Minkhah, Maariv – Kis 3:1; 10:3)
2. Ibadah Pekanan (Sabat – Kis 13:14,27,42,44)
3. Ibadah Bulanan (Rosh kodesh – Kol 2:16-17)
4. Ibadah Tahunan atau Tujuh Hari Raya (Sheva Moedim – Kis 20:16, 1 Kor 16:8).
Para ahli liturgi Kristen pun mengakui bahwa beberapa tradisi liturgis dalam gereja Katholik, Orthodox dan Protestan, sebenarnya berakar dari Yudaisme. Pdt. Theo Witkamp, Th.D., menjelaskan dalam artikelnya sbb:
“Gereja Kristen dimulai sebagai suatu sekte Yahudi. Oleh karena itu, kalau kita ingin tahu tentang asal-usul dan latar belakang ibadah Kristen awal, kita terutama harus memandang kebiasaan-kebiasaan liturgis dan musikal dari agama Yahudi pada Abad Pertama Masehi”1
Demikian pula diakui oleh Nelly Van Doorn-Harder, MA., sbb:
“Bila Liturgi Protestan dilihat sebagaimana yang ada sekarang, sulit dibayangkan bahwa akar dari semua kehidupan liturgis Kristen, dapat ditemukan dalam Liturgi Yahudi. Karena memang Yesus adalah seorang Yahudi. Ia selalu mengutip dan menggunakan cerita-cerita, tema-tema dan simbol-simbol dari Perjanjian Lama. Perayaan-perayaan perjamuan kudus dan rumusan doa sehari-hari gereja purba diambil dari cara Yudaisme…Proses melupakan warisan keyahudian ini, berawal dari pengajaran mengenai amanat Kristen di luar tanah asalnya sendiri, tanah Palestina, yakni ketika pesan Kristen ini dikontekstualisasikan dengan cara menyerap budaya-budaya dan ide-ide lokal seperti ide-ide filsafat Yunani”.2
Dalam perkembangannya, akibat suasana Anti Semit yang berkembang kuat di luar Yerusalem, Gereja dari kalangan non Yahudi (Christianoi, Kis 11:26) mulai melepaskan diri dari lingkungan Yudaisme dan Gereja dari kalangan Yahudi (Netsarim, Notsrim, Nazoraios, Kis 24:5,11). Ketika Gereja non Yahudi berkembang di luar Yerusalem, khususnya di Roma dan seluruh wilayah jajahannya dan berkembang sampai Eropa, maka Gereja mulai mengembangkan liturginya yang melepaskan banyak unsur-unsur dalam Yudaisme dan Keyahudian. Gereja tidak lagi mengenal Tefilah atau ibadah harian. Gereja menggantikan ibadat Sabat menjadi ibadat Minggu. Gereja menggantikan ibadat Sheva Moedim atau Tujuh Hari Raya menjadi Christmass dan Easter. Gereja menggantikan konsep Keesaan Tuhan menjadi Ketritunggalan Tuhan, dll.
Apa yang terjadi jika pilar-pilar yang menopang sebuah bangunan dirobohkan? Ketimpangan yang berujung pada kehancuran. Tidak heran jika selama berabad-abad Kekristenan kehilangan kesalehan dan keintiman dalam beribadah kepada Tuhan. Bangun tidur langsung berdoa tanpa mencuci muka dan tangan. Ibadah hanya seminggu sekali. Pergi ke tempat ibadah seperti hendak pergi ke pesta.
Tidak mengherankan banyak orang Kristen berpindah agama kepada Islam yang menawarkan kesalehan dan keteraturan dalam beribadah. Padahal sejatinya peribadahan Kristiani yang berakar pada Yudaisme dan yang dilestarikan oleh para rasul jika diperbandingkan dengan peribadahan dalam Islam, tiada jauh berbeda. Bahkan boleh dikatakan Islam hanya meneruskan peribadahan yang Yudaisme dan Kristen awal.
Marilah kita sebagai jemaat Mesias kembali kepada prinsip-prinsip dasar keimanan dan membangun kembali pilar-pilar ibadah yang roboh dalam kehidupan jemaat. Kembalilah kepada kebenaran dan kesalehan jemaat Kristen mula-mula sehingga ketika Yesus Sang Mesias datang untuk kedua kalinya, Dia mendapati gerejanya sempurna. Amen we Amen.
No comments:
Post a Comment