Saturday, October 1, 2011

ILMU IKHLAS: BELAJAR IKHLAS DARI AYUB

Kata Arab Ikhlas setara dengan bahasa Ibrani ישׁר לבב (yosher levav) sebagaimana dikatakan dalam 1 Tawarikh 29:17 sbb: “Aku tahu, ya Tuhanku, bahwa Engkau adalah penguji hati dan berkenan kepada keikhlasan, maka aku pun mempersembahkan semuanya itu dengan sukarela dan tulus ikhlas. Dan sekarang, umat-Mu yang hadir di sini telah kulihat memberikan persembahan sukarela kepada-Mu dengan sukacita”. 

Menurut tata bahasa Arab kata ikhlas merupakan bentuk mashdar dari kata akhlasha yang berasal dari akar kata khalasha. Menurut Luis Ma’luuf, kata khalasha ini mengandung beberapa macam arti sesuai dengan konteks kaliamatnya. Ia bisa berarti shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat), washala (sampai), dan I’tazala (memisahkan diri). Bila diteliti lebih lanjut, kata ikhlas sendiri sebenarnya tidak dijumpai secara langsung penggunaannya dalam al-Qur’an. Yang ada hanyalah kata-kata yang berderivat sama dengan kata ikhlas tersebut. Secara keseluruhan terdapat dalam tiga puluh ayat dengan penggunaan kata yang beragam. Kata-kata tersebut antara lain : kata khalashuu, akhlashnaahum, akhlashuu, astakhlish, al-khaalish, dan khaalish masing-masing sebanyak satu kali. Selanjutnya kata khaalishah lima kali, mukhlish (tunggal) tiga kali, mukhlishuun (jamak) satu kali, mukhlishiin (jamak) tujuh kali, mukhlash (tunggal) satu kali, dan mukhlashiin (jamak) sebanyak delapan kali[1]. Dalam kata ikhlas terkandung makna jujur, bersih, murni, rela. 

Belakangan ini kita mendengar istilah “ilmu Ikhlas” yang didengungkan para mubaligh Islam baik di televisi maupun dalam berbagai media massa dan media elektronik.

Jauh sebelum Muslim mendegung-dengungkan istilah “ilmu ikhlas”, ribuan tahun sebelumnya Torah telah mengajarkan kisah kehidupan seorang yang ikhlas yaitu Ayub.

Siapakah Ayub? Beliau adalah seorang yang hidup di tanah Us, sebelum timur Kanaan (Ayb 1:1). Memiliki 10 anak yang terdiri 7 laki-laki dan 3 anak perempuan, Ayb 1:2). Memiliki kekayaan ternak sebanyak 7000 ekor kambing, 3000 unta, 500 pasang lembu, 500 keledai betina, budak dalam jumlah besar (Ayb 1:3).

Ayub bukan hanya seorang yang kaya raya namun dia adalah seorang yang saleh dan takut akan YHWH (Ayb 1:1). Bukti kesalehan Ayub dibuktikan dari tiga hal. Pertama, perbuatannya yang senantiasa menguduskan anak-anaknya dan mendoakan mereka setiap hari agar terhindar dari perbuatan berdosa (Ayb 1:5). Kedua, YHWH pun menegaskan kualitas kesalehan Ayub saat Satan memohon izin YHWH agar mengirimkan penyakit (Ayb 1:8; 2:3). Ketiga, bahkan Satan pun mengakui kesalehan Ayub (Ayb 1:10; 2:4-5).


Namun suatu hari Ayub harus menerima bencana dahsyat dalam hidupnya. Satan mengirimkan bencana tahap pertama berupa kematian anak-anak Ayub dan seluruh ternaknya (Ayb 1:13-19). Satan mengirimkan bencana tahap kedua berupa barah busuk disekujur badan Ayub (Ayb 2:7).

Bagaimana sikap Ayub menghadapi semua persoalan berat dan menekan hidupnya tersebut? Ayub adalah manusia biasa seperti kita. Dia memiliki berbagai perasaan-perasaan alamiah yang memiliki batas tertentu. Ayub memang sempat goyah dan mengutuki diri (Ayb 3:1) dan mulai menyalahkan Tuhan (Ayb 16:7-10; 19:3-6). Namun sikap awalnya yang kelak akan membuat dia kembali ke jalan ke benar. Dan sikap awal Ayub adalah kualitas kerohanian Ayub.

Apakah sikap awal Ayub tersebut? Sikap ikhlas menerima segala sesuatu yang terjadi. Kita dapat membaca sikap ikhlas Ayub dalam dua ayat sbb:

(arom yatsati mibeten immi we arom ashuv shamah. YHWH natan YHWH laqakh, yehi shem YHWH mevorak)

"Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. YHWH yang memberi, YHWH yang mengambil, terpujilah nama YHWH” (Ayb 1:21) (gam et hatov neqabel meet ha Elohim we et hara lo negavel)

Apakah kita mau menerima yang baik dari Tuhan, tetapi tidak mau menerima yang buruk?” (Ayb 2:10)

Keikhlasan yang membuat Ayub dapat menerima segala sesuatu yang terjadi. Keiklhasan yang membuat Ayub akhirnya menarik perkataannya yang sempat menyalahkan Tuhan. Keikhlasan Ayub yang akhirnya menuntun dia pada pencerahan spiritual. Ayub 42:5 mengatakan sbb: “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau”. 

Penderitaan dapat membuat kepahitan dan kemurtadan. Namun keiklhasan dalam menerima segala sesuatu yang terjadi sambil berharap pada kuasa Tuhan yang membuat kita mampu melewati kesulitan dan mendapatkan pencerahan hidup seperti Ayub. Dan bonus dari keikhlasan adalah hidup yang dipulihkan sebagaimana digambarkan dalam Ayub 42:12-13 sbb: “YHWH memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina. Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan”. Milikilah ilmu Ikhlas agar kita mendapat pencerahan dan pemulihan.



[1] Ikhlas Menurut Al-Qur'an : Sebuah Kajian Tematik, Drs. Syamsir, M.Ag (Dosen Ulumul Qur'an & Fiqh FIBA) - http://lppbi-fiba.blogspot.com/2011/05/ikhlas-menurut-al-quran-sebuah-kajian.html


No comments:

Post a Comment