Monday, October 29, 2012

NEPHILIM, NUH DAN PERISTIWA AIR BAH



 Midrash Kitab Kejadian 6:1-22
                                                                         

Kitab Kejadian Pasal 6:1-2 dibuka dengan sebuah kisah bahwa keturunan Adam dan Hawa semakin banyak dan memenuhi bumi (ha adam larov al peney ha adamah). Pada waktu itu, sejumlah putra-putra Tuhan tertarik dengan putri-putri manusia. Dalam teks Ibrani dikatakan, “wayyir’u beney ha Elohim et benot ha Adam ki tovot hennah, wayyiqkhu lahem nashim mi kol asyer bakharu”. Ayat ini menjadi pokok kontroversi di antara para ahli tafsir. Sebagian menafsirkan bahwa yang dimaksud “putra-putra Tuhan” adalah keturunan Seth sementara penafsir lainnya menunjuk pada para malaikat. Yang manakah di antara tafsiran tadi yang paling mendekati maksud teks Kejadian 6:1-2?

Siapakah beney ha Elohim itu? Dalam Kitab TaNaKh maupun Brit Khadasha (Perjanjian Baru) istilah beney ha Elohim menunjuk pada beberapa oknum al:
Malaikat (Ayub 1:6 ; 2:1 ; 38:7, Daniel 3: 25, 28)

Ayub 1:6, “Pada suatu hari datanglah putra-putra Tuhan menghadap Yahweh dan di antara mereka datanglah juga Shatan” (wayehi hayyom wayyavo’u beney ha Elohim lehityatsev al Yahweh wayyavo gam ha Syatan betokam).


Bangsa Israel (Kel 4:22, Ul 14:1)

Keluaran 4:22 “Maka engkau harus berkata kepada Firaun: Beginilah firman Yahweh: Israel ialah Putra-Ku, Putra-Ku yang sulung;” (weamarta el Phar’oh, koh amar Yahweh, beni, bekori Yishrael)

Orang yang takut akan Yahweh sebelum kedatangan Mesias (2 Sam 7:8-14)

2 Samuel 7:8 “Oleh sebab itu, beginilah kaukatakan kepada hamba-Ku Dawid: Beginilah firman Yahweh semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel… Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi putra-Ku (yyihye lli beni). Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia”

Orang yang telah mengalami kelahiran baru dan menerima Yahshua sebagai Mesias (Yoh 1:12)

Yohanes 1:12 Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi putra-putra Tuhan (dalam terjemahan Hebrew New Testament: Banim le Elohim, dan Peshitta Aramaik: D’beniyah D’Elaha), yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;…

Gelar bagi Adam (Luk 3:38)

Ternyata istilah beney ha Elohim memiliki beragam makna. Namun frasa beney ha Elohim yang dilawankan dengan benot ha Adam, menunjukkan suatu PERBEDAAN HAKIKAT DAN KUALITAS di antara mereka. Yang satu berbeda dengan yang lain. Memang benar bahwa istilah beney ha Elohim adalah suatu idiom Hebraik untuk menggambarkan suatu sifat atau karakter tertentu dari orang-orang yang saleh dan mengasihi Yahweh. Namun ketika istilah ini dihadap mukakan dengan istilah benot ha Adam, tentu saja mereka bukan keturunan manusia. Maka dapat dipastikan istilah ini menunjuk pada malaikat.

Putra-putra Tuhan ini melihat bahwa putri-putri keturunan manusia itu sangat cantik (tovot hennah) sehingga mereka mengambilnya menjadi istri (nashim). Bagaimana mungkin malaikat memiliki kecenderungan seksual, padahal dalam Matius 22:30 dikatakan, “Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di sorga”? Namun jika kita telaah, ayat ini tidak membicarakan apakah malaikat memiliki jenis kelamin atau tidak namun membicarakan bahwa di hari kebangkitan keadaan manusia seperti malaikat di Sorga, yaitu tidak menikah atau menikahkan. Rasul Paul sendiri menegaskan bahwa setelah manusia mengalami kebangkitan fungsi seksual mereka sebagai lelaki dan perempuan tidak hilang (1 Kor 15:35-38).

Ada dua ayat dalam Kitab Brit Khadasha yang menyatakan bahwa pada zaman lampau ada sekumpulan malaikat yang memberontak dan berbuat dosa sebagaimana dikatakan: “Sebab jikalau Tuhan tidak menyayangkan malaikat-malaikat yang berbuat dosa tetapi melemparkan mereka ke dalam neraka dan dengan demikian menyerahkannya ke dalam gua-gua yang gelap untuk menyimpan mereka sampai hari penghakiman; dan jikalau Tuhan tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik” (2 Ptr 2:4-5). Dan dikatakan pula, “Dan bahwa Dia menahan malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, tetapi yang meninggalkan tempat kediaman mereka, dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar,sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang” (Yud 6-7). Dua ayat di atas menegaskan bahwa malaikat-malaikat melakukan dosa percabulan di masa lampau.

Apa yang terjadi setelah beney ha Elohim mengambil istri beney ha Adam? Dalam Kejadian 6:4 dikatakan, “hannefilim hayu baarets…”. Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan “Nefilim” dengan “orang-orang raksasa”. Terjemahan berbahasa Inggris kebanyakan tetap mempertahankan penggunaan kata “Nefilim” ini. Al.,

“The Nephilim were on the earth in those days-and also afterward—when the sons of God went in to the daughters of humans, who bore children to them. These were the heroes that were of old, warriors of renown”[1].

The Nephilim were on the earth in those days-and also afterward—when the sons of God went to the daughters of men and had children by them. They were the heroes of old, men of renown. The New International Version[2]

The Nephilim were on the earth in those days and also later. That was when the sons of God had sexual relations with the daughters of human beings. These women gave birth to children, who became famous and were the mighty warriors of long ago [3]

Septuaginta menerjemahkan “Nefilim” dengan “Gigantes” yang kelak diserap dalam bahasa Inggris menjadi “Gyant” yang artinya “Raksasa”. “Nefilim” sebagai hasil keturunan malaikat dan manusia disebut orang dengan “haggiborim asyer me’olam(orang-orang perkasa di zaman lampau) dan “Anshey hashem(orang kenamaan).

Kejadian 6:5-7 melaporkan bahwa manusia semakin mengalami kemerosotan moral dan spiritual. Kecenderungan ini diungkapkan dalam bahasa Ibrani, “ki rabah ra’at ha Adam baarets…”. Kerusakan moral ini tentunya ada kaitannya dengan keberadaan Nefilim sebagai hasil perkawinan beney ha Elohim dan beney ha Adam. Kejahatan manusia ini mengecewakan hati Yahweh. Dalam bahasa Ibrani dikatakan, “wayinnakhem Yahweh ki asyah et ha Adam baarets…”. Kata “yinakhem” merupakan bentuk orang ketiga tunggal dari kata “nakham” yang dapat diterjemahkan “menghibur” (Kej 24:67; 38:12; 50:21) namun juga dapat berarti “kekecewaan” (Kej 6:6) “penyesalan” (Kel 32:14), “menuntun” (Mzm 78:14, 53).

Kata “menyesal” atau “kecewa” yang dihubungkan dengan Yahweh, merupakan bentuk “anthrophomorphisme” (bertindak seolah-olah seperti manusia) untuk menggambarkan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam karena ciptaan-Nya telah menyimpang dari apa yang telah ditetapkan-Nya. Seperti seorang Ayah atau Ibu kecewa terhadap perilaku anak-anak yang memberontak dan mempermalukan orang tuannya dengan perbuatannya yang buruk, demikianlah Yahweh terhadap ciptaan-Nya. Namun kekecewaan Yahweh ini berbeda kualitas dengan kekecewaan manusia. Kekecewaan Yahweh merupakan kekecewaan yang bersifat metafisik sebagaimana dikatakan dalam Mazmur 106:45, “Dia ingat akan perjanjian-Nya karena mereka, dan menyesal (wayyinakhem) sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar”.


Oleh karenanya Yahweh telah “merencanakan” suatu penghukuman terhadap perilaku manusia. Inilah penghukuman pertama yang dikeluarkan Yahweh secara kolosal terhadap umat manusia di bumi, setelah Dia sebelumnya menghukum secara personal, Qayin yang telah membunuh Havel. Disini kita bisa menilai bahwa Yahweh tidak semata-mata “menakdirkan” (Ing: predestinate) suatu rancangan kecelakaan terhadap manusia melainkan karena manusia telah melakukan pelanggaran, dosa dan pemberontakan, maka Yahweh merancangkan penghukuman sebagai bentuk teguran dan disiplin serta keadilan.

Namun dalam Kejadian 6:8 ada seorang manusia yang terpilih mendapatkan Kasih Karunia Yahweh, sehingga akan terluput dari penghukuman, yaitu Noakh. Dalam teks Ibrani dikatakan, “we Noakh matsa khen beeyney Yahweh”. Kekristenan kerap menyalahpahami bahwa Kitab TaNaKh tidak pernah menyinggung masalah “Kasih Karunia”. Kedatangan Yahshua ha Mashiah kerap diperlawankan dengan keberadaan Torah dengan menyatakan bahwa Kasih karunia Yahweh berlawanan dengan Torah. Namun ayat ini menegaskan bahwa Noakh adalah orang yang telah mendapat Kasih Karunia (khen) sebelum Kasih Karunia Yahweh dinyatakan pada dunia melalui Putra-Nya, Sang Firman Hidup yaitu Yesus Sang Mesias. Ada dua kata yang kerap dipakai untuk menggambarkan tindakan kemurahan Yahweh dalam memberikan kebaikan-Nya, dengan istilah “khesed” (247 kali dalam TaNaKh) dan “khen” (68 kali dalam TaNaKh).

Nuh sebagai orang yang mendapat Kasih Karunia memiliki kepribadian dan tabiat yang dalam Kitab Suci dikatakan sebagai, ish tsadiq (manusia yang benar), tamim hayah bedorotaiw (tidak bercela di antara keturunannya), et ha Elohim hithallek (dia berjalan bersama Tuhan) suatu karakter yang mewarisi karakter Henok yang “berjalan” bersama Yahweh (Kej 5:22). Kasih Karunia Yahweh tidak didasarkan perbuatan manusia terhadap Yahweh. Namun demikian Kasih Karunia Yahweh selalu berkaitan dengan kualitas hidup yang setara dengan Kasih karunia-Nya. Orang yang telah menerima Kasih Karunia harus selalku hidup tsadiq, tamim dan hithallek et ha Elohim

Tindakan penghukuman Yahweh terhadap umat manusia akan dilakukan dengan mendatangkan Air Bah ke atas penduduk bumi. Maka Nuh diperintahkan untuk membuat Bahtera dengan ukuran yang berkali lipat dari ukuran biasa dengan tingkat tiga. Susunan bahtera ini dibuat dengan tujuan dapat menampung keluarga Nuh hewan-hewan - darat, laut, udara - yang akan dibawa masuk ke dalam bahtera. Inilah hewan-hewan yang kelak akan mengisi bumi yang telah mengalami pemusnahan dan pembersihan oleh Air Bah. Terhadap segala yang diperintahkan Yahweh, Nuh taat dan melakukannya.

Berbagai bendana alam (tsunami, gempa, tanah longsor, angin putting beliung, banjir bandang) di Indonesia akhir-akhir ini mengingatkan kita bahwa berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan manusia, harus dimaknai atau dinilai dari dua sisi. Sisi Spiritual atau Metafisikal dan sisi Rasional atau Fisikal. Dari sisi spiritual, berbagai bencana dapat terjadi karena faktor dosa manusia dan penghukuman Yahweh untuk menegur, megingatkan manusia agar bertobat. Orang tidak suka mendengar kata “dosa” dan “penghukuman Tuhan”, seolah-olah itu bukan karakter Tuhan atau bukan penyebab terjadinya berbagai persoalan. Suka atau tidak suka., dosa adalah penyebab penghukuman dan penghukuman adalah disiplin Tuhan. Dari sisi rasional, berbagai bencana dapat dikarenakan ulah manusia yang rakus mengeksplorasi alam tanpa memperhatikan keseimbangan dan pemeliharaan ekologis, sehingga terjadilah ruang hidup yang mengancam keselamatan manusia (rusaknya hutan sebagai penahan sinar ultraviolet dan gas rumah kaca, rusaknya lingkungan karena tidak adanya penyerap air hujan yang turun, dll). Dua sisi ini ibarat dua sisi mata uang yang saling berkaitan. Kita tidak bisa hanya membaca dari satu sisi belaka. Jika kita hanya menilai dari sisi spiritual, maka kita telah kehilangan rasionalitas kita. Jika kita hanya menilai dari sisi rasional, maka kita kehilangan sisi spiritual kita sebagai orang yang beriman dan takut akan Yahweh.

Satu hal yang dapat kita petik dari kisah Nuh yang membuat bahtera serta kaitannya dengan berbagai bencana alam yang tiada henti mengepung Negeri Indonesia. Kita akan aman dan terluput jika kita seperti Nuh yang tsadiq, tamim dan hithallek et ha Elohim. Tiada tempat yang aman untuk berlindung, selain di dalam Dia. Karena di dalam Dia, sekalipun kita diijinkan menerima berbagai kerugian, kita akan tetap terpelihara dari maut dan menerima jaminan perlindungan.






[1] The New Revised Standard Version, (Nashville, TN: Thomas Nelson Publishers) 1989

[2] (Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House) 1984.

[3] The New Century Version (Dallas, Texas: Word Publishing) 1987, 1988, 1991

No comments:

Post a Comment